BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Posisi Balance Of Payment (BOP) yang ideal untuk suatu negara adalah bila berada pada posisi surplus atau equilibrium yang nilai valasnya relative tinggi, sedangkan posisi yang dianggap kurang baik dan selalu diusahakan untuk diperbaiki melalui mekanisme adjustment BOP adalah posisi BOP yang defisit dan nilai valas yang relatif rendah.
Mekanisme adjustment atau penyesuaian BOP yang defisit dapat dilakukan melalui beberapa cara yang secara teoritis akan tergantung pada sistem kurs valas yang digunakan oleh masing- masing negara.
Bentuk ketidakseimbangan (defisit atau surplus) neraca pembayaran dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan besar, yakni penyesuaian otomatis dan penyesuaian melalui kebijakan. Mekanisme penyesuaian otomatis adalah berbagai proses penyeimbang atau penyesuaian yang bersumber dari neraca pembayaran itu sendiri, sehingga pemerintah tidak perlu mengambil tindakan atau intervensi secara khusus. Kebijakan penyesuaian adalah langkah-langkah tertentuyang diambil oleh pemerintah dengan tujuan pokok mengkoreksi ketidakseimbangan neraca pembayaran. Secara umum mekanisme-mekanisme penyesuaian otomatis tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni yang beroperasi terhadap harga-harga, dan yang beroperasi terhadap pendapatan. Disamping itu, masih ada penyesuaian moneter otomatis. Adapun mekanisme penyesuaian harga otomatis tersebut adalah proses penyesuaian yang bertumpu pada perubahan-perubahan harga di negara yang mengalami defisit dan juga dinegara yang mengalami surplus, dan perubahan-perubahan harga itulah yang diandalkan untuk menciptakan proses penyesuaian.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian Ketidakseimbangan
Telah dikemukakan bahwa secara pembukuan atau accounting suatu Neraca Pembarayan Internasional atau NPI selalu seimbang. Lalu apa yang dimaksud dengan ketidakseimbangan itu? Untuk mengetahui ketidakseimbangan tersebut, kita perlu membedakan transaksi NPI ke dalam :
1. Transaksi yang autonomous : yakni transaksi yang timbul dengan sendirinya bukan sebagai akibat dari adanaya trasaksi lain. Biasanya motif transaksi ini adalah untuk mencari keuntungan. Transaksi dalam rekening yang sedang berjalan (current account) dan capital jangka panjang pada umumnya termasuk ke dalam transaksi yang autonomous.
2. Transaksi yang induced/compensatory transaction : yakni transaksi yang timbul sebagai akibat adanya transaksi lain. Yang termasuk ke dalam transaksi ini adalah aliran modal (pemerintah) jangka pendek serta aliran emas.
Suatu NPI (neraca pembayaran internasional) dikatakan tidak seimbang apabila transaksi autonomous debit tidak sama dengan transaksi autonomous kredit. Defisit apabila transaksi autonomous debit lebih besar daripada transaksi autonomous kredit, dan surplus apabila transaksi autonomous debit lebih kecil daripada transaksi autonomous kredit.
2.2. Sebab-sebab Suatu Negara Dapat Mengalami Ketidakseimbangan Dalam NPI
Ketidakseimbangan dapat timbul sebagai akibat dari beberapa factor, diantaranya : alam, kegiatan ekonomi swasta, kegiatan ekonomi/kebijakan pemerintah (sendiri dan asing), yang mengakibatkan perubahan dalam permintaan dan penawaran valuta asing. Sebagai contoh misalnya :
1. Ekspor dan impor dapat berubah-ubah karena musim (seasonal disequilibrium).
2. Perubahan di dalam pendapatan sebagai akibat kebijaksanaan harga, tingkat bunga atau kesempatan kerja dari Negara lain dapat menimbulkan ketidakseimbangan (cyclical disequilibrium).
3. Kemajuan teknik (misalnya : penemuan karet syntethis) dapat menyebabkan ketidakseimbangan (deficit) Negara penghasil karet alam (structuraldisequilibrium).
4. Aliran modal sebagai akibat kegiatan spekulasi (destabilizing speculation).
Suatu negara dapat menempuh beberapa cara untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Grafik di bawah ini dapat menjelaskan beberapa alternative tersebut.
Gambar 1. Alternatif untuk Mengatasi Ketidakseimbangan NPI
Kesimbangan mula-mula adalah pada kurs OR0 dan jumlah valuta asing yang diperdagangkan OX0. Keseimbangan ini terganggu, misalnya dengan bergesernya permintaan dari D0 ke D1. Pada tingkat kurs OR0 terdapat kelebihan permintaan valuta asing (defisit NPI) sebesar X0X1. Untuk mengatasi ketidakseimbangan ini beberpa alternative yang dapat diambil oleh suatu Negara antara lain :
1. Membiarkan tingkat kurs naik menjadi OR1 (kurs yang berubah-ubah).
2. Membiarkan proses penyeimbangan berjalan secara otomatis melalui perubahan harga dan pendapatan (kurs tetap/standar emas).
3. Pemerintah dapat menambah penawaran devisa di pasar dengan menggunakan cadangan yang dimiliki (pegged rate).
4. Kebijaksanaan deflasi (untuk menurunkan ongkos produksi dan harga) serta mengurangi permintaan total dan pendapatan guna menekan impor.
5. Melakukan pengawasan devisa (exchange control).
Sering terjadi suatu negara mengambil kebijaksanaan yang merupakan kombinasi dari alternative-alternatif di atas. Di bawah ini akan dijelaskan proses penyesuaian ketidaskseimbangan di dalam dua system kurs, yakni kurs yang berubah-ubah dan kurs tetap. Serta dua mekanisame lainnya yaitu mekanisme pendapatan dan devaluasi.
2.3. System Kurs yang berubah-ubah
Proses penyeimbangan disequilibrium atau defisit/ surplus BOP, khususnya BOT di negara yang menganut sistem kurs mengambang dengan pengendalian pemerintah (managed float), dapat dilakukan dengan menjalankan kebijakan perubahan kurs yang disebut devaluasi atau revaluasi/ upvaluasi.
Devaluasi diartikan sebagai suatu tindakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uangnya ( domestic currency) terhadap mata uang asing (foreign currency) yang bertujuan (dalam jangka waktu relative pendek ) untuk hal-hal sebagai berikut.
1. Mendorong ekspor dan membatasi impor sehingga diharapkan dapat memperbaiki posisi BOP atao BOT menjadi equilibrium atau mendekati equilibrium.
2. Mendorong penggunaan produksi dalam negeri.
3. Dengan BOP yang equilibrium, diharapkan kurs valas dapat menjadi relatif stabil.
4. Revaluasi/ upvaluasi diartikan sebagai suatu tindakan pemerintah untuk menaikkan nilai mata uangnya (domestic currency ) terhadap nilai mata uang asing (foreign currency) yang dilakukan karena perekonomiannya sudah mencapai atau mendekati full employed atau terjadi kecenderungan inflasi. Kebijakan ini dalam jangka pendek bertujuan untuk mengurangi aggregate demand dan inflasi.
Dalam system kurs ini proses penyeimbangan terjadi melalui peruabahan kurs (devaluasi untuk defisit dan revaluasi untuk surplus). Perubahan kurs ini disamping akan menimbulkan ongkos (riil) dalam proses penyesuaian produksi dan konsumsi, juga tidak dapat dipastikan bahwa keseimbangan akan tercapai. Keberhasilan devaluasi untuk menghilangkan atau mengurangi ketidakseimbngan tergantung pada elastisitas permintaan dan penawaran valuta asing. Makin besar elastisitas (makin elastis) permintaan akan barang ekspor (dari negara lain) dan impor suatu negara, devaluasi akan makin efektif. Hal ini dapat ditunjukkan dengan gambar sebagai berikut :
Gambar (a) menunjukkan untuk defisit sebesar FG, Indonesia harus mendevaluasi rupiah sebesar EE’. Sedangkan gambar (b) untuk deficit yang sama MN (= FG) perlu tindakan devaluasi yang lebih besar, yakni dari OP ke OP’. Sejalan dengan ini Marshall dan Lerner mengemukakan suatu keadaan dalam mana devaluasi akan efektif atau tidak. Keadaan ini yang kemudian dikenal dengan nama “Marshall-Lerner” yang menyatakan bahwa apabila jumlah elastisitas permintaan akan ekspor dan impor itu :
1. Lebih besar daripada satu, devaluasi akan memberikan perbaikan.
2. Sama dengan satu, devaluasi tidak memberikan efek apa-apa.
3. Lebih kecil dari satu, devaluasi akan merugi.
Dengan menggunakan anggapan bahwa penawaran dunia akan barang impor X negara A, R0S0, dan penawaaran barang ekspor Y dari negara A, YS0 masing-masing elastis sempurna (negara A dianggap sebagai negara kecil, sehingga tidak mempunyai pengaruh terhadap harga ekspor dan impornya), devaluasi akan menyebabkan bergesernya kurva permintaan dari D0D0 ke D1D1. Dan penawaran dari S0S0 ke S1S1. Turunnya pengeluaran valuta asing untuk impor relative kecil sebab elastisitas permintaannya (DD) juga kecil. Sedangkan turunnya penerimaan dari ekspor dikarenakan elastisitas permintaannya kecil sehingga kerugian penerimaan dari jumlah yang diekspor sebelum devaluasi (OY0EP0) sebesar FE P0P1 lebih besar daripada tambanya penerimaan Y0Y1E1F. Dengan demikian jelas bahwa elastisitas permintaan yang kecil (inelastis) menyebabkan devaluasi akan menambah defisit dalam neraca perdagangan.
Masalah lain yang timbul adalah dalam hubungannya dengan penggunaan indeks harga. Indeks harga pada umumnya tidak dapat menggambarkan komposisi serta kualitas barang. Sebagai contoh, pada tahun 1970 Amerika mengekspor pesawat terbang jumbo jet dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga pesawat sebelumnya, sehingga indeks harga ekspor Amerika naik. Padahal dalam analisa ekonomi yang penting adalah ongkos angkut per orang untuk setiap pesawat. Dalam hal ini jumbo jet akan menurunkan ongkos per penumpang. Jadi, meskipun indeks harga menunjukkan kenaikan, kenyataannya menunjukkan penurunan. Dengan contoh ini jelas bahwa indeks harga yang dipakai dalam penaksiran elastisitas tidak dapat mengambarkan karakteristik dari barang-barang yang diperdagangkan, yang sangat menentukkan intensitas permintaan.
2.4. System Kurs Tetap
Kurs tetap terutama terjadi pada system standar emas. Suatu negara dikatakan memakai system standar emas apabila :
* Nilai mata uangnya dijamin dengan nilai seberat emas tertentu.
* Setiap orang boleh membuat serta melebur uang emas.
* Pemerintah sanggup membeli atau menjual emas dalam jumlah yang tidak terbatas pada harga tertentu (yang sudah ditetapkan pemerintah).
Didalam standar emas penyeimbangna kembali suatu NPI dapat terjadi secara otomatis. Proses otomatis ini melalui suatu mekanisme yang disebut “specie flow”. Mekanisme ini bekerja sebagai berikut : apabila terjadi defisit dalam NPI (ekspor <>
Dengan sistem kurs tetap, nilai suatu mata uang ditentukan berdasarkan gold excange standard sesui dengan Bretton Woods system. Dalam hal ini, mekanisme adjustment posisi BOP dapat terjadi melalui mekanisme otomatis berdasarkan teori David Hume tentang “ price-specie-flow mechanism ” sebagai berikut :
1. Bila BOP defisit berarti X<> X
2. Karena masih berlaku nilai kurs tetap atau gold exchange standard, maka akibatnya jumlah emas atau logam mulia (LM) akan makin menurun karena banyak dikirim ke luar negeri.
3. Karena emas masih digunakan sebagai likuiditas atau alat pembayaran, sedangkan jumlahnya semakin menurun (emas / LM), maka money supply (Ms) di dalam negeri makin berkurang.
4. Karena supply money makin berkurang, maka harga- harga di dalam negeri akan menurun pula.
5. Menurunnya harga (price) dalam negeri, khususnya terhadap harga barang ekspor (Px), akan menyebabkan jumlah ekspor (Qx) akan naik.
6. Di lain pihak, berkurangnya money supply di dalam negeri akan menyebabkan harga barang impor (Pm) di mata konsumen dalam negeri akan menjadi lebih mahal sehingga jumlah impor (Qm) akan turun.
7. Karena jumlah ekspor (Qx) naik dan di lain pihak jumlah impor (Qm) turun, maka melalui mekanisme ini akhirnya jumlah ekspor (Qx) akan menjadi sama atau bahkan lebih besar daripada jumlah impor (Qm) atau Qx ≥ Qm.
Akan tetapi, mekanisme otomatis untuk penyeimbangan (adjustment ) BOP ini tidak dapat terjadi lagi karena pada umumnya sistem kurs tetap yang menggunakan standar emas ini tidak berlaku lagi sejak Dekrit Nixon pada tanggal 15 Agustus 1971.
Sebagai contoh, misalnya terjadi kegagalan panen, negara A mengimpor lebih banyak bahan makanan sedang ekspornya tetap. Keadaan ini akan menimbulkan deficit dalam neraca pembayaran negara A, kecuali apabila negara A memperoleh pinjaman dari luar negeri untuk menutup kelebihan impornya. Seandainya pinjaman tidak bisa diperoleh dan deficit terjadi. Maka jumlah uang yang beredar (emas) didalam negeri menurun sebesar jumlah deficit neraca pembayaran tersebut, sedangkan jumlah uang yang beredar (emas) diluar negeri meningkat. Selanjutnya tingkat harga di dalam negeri menurun dan tingkat harga di luar negeri meningkat. Karena barang-barang buatan dalan negeri menjadi lebih mahal, maka penduduk dalam negeri cenderung untuk menjual barang produksinya di luar negeri (mengekspor lebih banyak) karene harga diluar negeri menguntungkan, dan cenderung untuk mengurangi pembelian barang-barang buatan luar negeri (mengimpor lebih sedikit) karena harga barang-barang buatan dalam negeri lebih murah.
Kedua proses ini, yaitu ekspor bertambah dan impor menurun, akan terus berlangsung samapai deficit dalam neraca pembayaran yang semula timbul akhirnya hilang, dan neraca pembayaran kembali seimbang (dilihat dari sudut pandang luar negeri pun ada proses serupa, karena harga diluar negeri meningkat dan harga dalam negeri menurun, maka orangluar negeri cenderung untuk mengimpor lebih banyak dari negeri yang mengalami defisit (ekspor dari negeri defisit meningkat) dan cenderung untuk mengekspor lebih sedikit ke nagara defisit (impor negara defisit menurun)).
Proses penyesuaian kembali ke arah keseimbangan neraca pembayaran bersifat otomatis. Proses in berlaku bagi ketimpangan yang berupa defisit maupun surplus proses penyesuaian otomatis dalam neraca pembayaran (dalam system standar emas penuh) disebut mekanisme Hume sering pula disebut species flow mechanism karena dimulai dengan adanya aliran (flow) emas (species) dari suatu negara ke negara lain.
Di samping proses penyeimbangn tersebut di atas, di dalam system kurs tetap, proses penyeimbangan dapat pula berjalan melalui perubahan pendapatan dan pengeluaran (proses multiplier). Proses ini dapat dijelaskan dengan menggunakan model Keynes untuk ekonomi terbuka.
Pertama-tama dimulai dengan ekonomi tertutup (belum ada perdagangan internasional). Misalnya, di dalam perekonomian tertutup ini terjadi penambahan pengeluaran investasi (Δ1) sebesar Rp. 10 juta. Pendapatan nasional akan bertambah atau tidak tergantung besarnya marginal propencity to consume (MPC), yakni bagian dari tambhan pendapatan yang digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi (ΔC/ΔY). Pabila diketahui bahwa besarnya MPC = ½ (artinya separo daripada tambahan pendapatan digunkan untukkonsumsi), maka tambah pendapatan nasional akan menjadi sebesar Rp 10 juta + Rp 5 juta + Rp 2,5 juta + Rp 0,625 juta = Rp 19,375 juta, atau dapat dinyatakan sebagai berikut :
Jika perekonomian sudah terbuka, maka sebagian daripada kenaikan pendapatan nasional tersbut digunkan untuk membeli barang-barang luar negeri (impor). Bagian dari tambahan pendapatan nasional yang digunakan impor diosebut marginal propencity ti impor (MPM), yakni
Jadi dengan adanya impor tersebut maka tambahan pendapatan nasional akan naik dengan jumlah yang lebih kecil. Misalnya, besarnya MPM = ¼ maka tambahan pendapatan nasional sebesar Rp 10 juta, yang sebesar Rp 5 juta (½ x Rp 10 juta) digunkan untuk menambah komsumsi. Dari tambahan konsumsi sebesar Rp 5 juta ini sebagian (Rp 2,5 juta) untuk konsumsi barang luar negeri (impor). Tambahan pendapatan nasional akhirnya sebesar :
Rp 10 juta + Rp 2,5 juta + Rp 0,625 juta + ……….. = Rp 13 juta.
Secara simbolis besarnya angka pengganda (multiplier) dapat dihitung sebagai berikut :
2.5. Mekanisme Keseimbangan Pendapatan
Adanya ekspor serta impor (yang besarnya tergantung atas pendapatan) sedikit menambah komplikasi model ekonomi makro dari Keynes. Keseimbangan pendapatan tercapai apabila jumlah pengeluaran sama dengan jumlah nilai yang dihasilkan. Hanya saja sekarang jumlah permintaan total tidak lagi sama dengan pengeluaran. Hal ini disebabkan karena adanya ekspor dan impor. Keseimbangan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
Y = E + X – M
Ket. Y = Produksi nasional
E = Pengeluaran nasional (absorpsi).
Persamaan diatas dapat diartikan sebagai berikut :
Y = Permintaan agregat untuk produksi nasional (AD)
= E (Y) + X – M (Y)
E (Y) = Pengeluaran nasional yang besarnya tergantung dari pendapatan. Ketergantungan terhadap pendapatan ini disebabkan karena salah satu komponennya, yakni konsumsi (C) tergantung dari pendapatan. E(Y) terdiri dari konsumsi (C), investasi dalam negeri (Id), dan pengeluaran pemerintah (G).
Dengan modofikasi sederhana, persamaan tersebut di atas dirubah menjadi :
Y – C – G = (E – C – G) + (X – M)
S = Id + If
Persamaan terakhir menunjukkan bahwa tabungan (S) sama dengan investasi dalam negeri (Id) ditambah investasi luar negeri (If). Dengan demikian, keseimbangan pendapatan dapat pula berarti bahwa tabungan dikurangi investasi dalam negeri sama dengan invesatsi luar negeri .
S – Id = If = X – M
Persamaan ini menunjukkan bahwa dalam keadaan keseimbangan, S tidak perlu sama dengan Id dan juga X tidak perlu sama dengan M. Yang penting adalah kesamaan :
S – Id = X – M
2.6. Devaluasi
Defisit neraca pembayaran di suatu negara dapat dikoreksi melalui depresiasi atau devaluasi atas mata uang dari negara yang bersangkutan. Istilah depresiasi yang kita gunakan dalam sistem moneter internasional yang tengah berlaku dalam sistem kurs mengambang. Depresiasi adalah peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sedangkan istilah devaluasi akan kita gunakan guna mengacu peningkatan secara sengaja kurs atau penurunan nilai tukarnya dari suatu mata uang oleh pemerintahnya. Artinya pemerintah sengaja secara sepihak mengubah angka kurs mata uangnya, dari besaran baku yang satu menjadi besaran baku yang yang lain. Namun mengingat dampak-dampak yang ditimbulkan oleh depresiasi dan devaluasi secara umum sama saja, maka kedua istilah tersebut akan digunakan secara bergantian dan pembedanya tidak terlalu dipermasalahkan.
Pada umumnya kebijakan devaluasi relatif lebih banyak digunakan oleh negara-negara berkembang dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan dari IMF. Salah satu contohnya adalah devaluasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebanyak empat kali yang dapat dilihat pada table berikut.
Menurut “ Marshall- Lerner condition”, suatu kebijakan devaluasi akan dapat memperbaiki posisi BOP bila dipenuhi syarat sebagai berikut.
1. Devaluasi akan dapat memperbaiki BOP bila Ed + Es > 1
2. Devaluasi tidak akan memperbaiki posisi BOP bila Ed + Es = 1
3. Devaluasi justru akan memperburuk posisi BOP bila Ed + Es <>
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Jadi suatu neraca pemabayaran yang tidak seimbang dapat diperbaiki dengan beberapa cara diantaranya dengan proses penyeimbangan kurs berubah-ubah atau kurs mengembang, proses penyeimbangan kurs tetap, mekanisme pendapatan keseimbangan, dan devaluasi.
Defisit sebagai suatu kelebihan debet terhadap kredit dalam neraca transaksi berjalan, yang tidak dapat diimbangi oleh arus modal otonom sehingga memerlukan transaksi-transaksi pengimbang secara khusus seperti penarikan sebagian asset cadangan internasional, penarikan pinjaman luar negeri, atau depresiasi mata uang domestik.
Bentuk kurva permintaan dan kurva penawaran dari negara yang mengalami defisit memang dapat menunjukan besar kecilnya devaluasi atau depresiasi atas mata uang domestiknya yang diperlukan demi mengurangi atau menghilangkan defisit pada neraca pembayaran.
Hilangnya sebagian cadangan emas dari Negara menunjukan deficit neraca pembayaran di Negara itu, yang selanjutnya pasti akan menurunkan tingkat uangnya. Lebih lanjut, hal ini akan menyebabkan harga-harga domestic mengalami penurunan, sehingga harga-harga produknya menjadi lebih kompetitif dan ekspor Negara itu pun meningkat dan dalam waktu bersamaan impornya menurun. Proses ini akan teruis berlangsung samapai deficit neraca pemabyaran di Negara itu hilang. Proses yang sebaliknya akan terjadi di Negara yang mengalami neraca pembayaran. Namun, standar emas juga mengandung beberapa kelemahan fatal yang membuatnya tidak praktis sebagai cara pengorganisasian system moneter internasional dewasa ini.