BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia yang menyeleggarakan pendidikan tentu memiliki filosofi dan ideologi tersendiri dalam pengembangan dunia pendidikan. Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (DEPDIKNAS) sebagai wakil dari pemerintah, bertanggung jawab lebih terhadap pendidikan di Indonesia, terus berupaya menjalankan dan mengembangkan serta meningkatkan kualitas/mutu Pendidikan Nasional dengan interpretasinya sendiri.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengharuskan orang untuk belajar, lebih-lebih guru yang mempunyai tugas mendidik dan megajar. Sedikit saja lengah dalam belajar akan ketinggalan dengan perkembangan zaman, termasuk siswa yang diajar. Oleh karena itu, kemampuan guru harus senantiasa ditingkatkan untuk mengimbangi atau mengikuti kemajuan zaman tersebut.
Secara umum tujuan makro pendidikan Nasional adalah membetuk organisasi pendidikan yang otonom, sehingga mampu melakukan inovasi dalam pendidikan untuk menuju pembentukan lembaga yang beretika, selalu menggunakan nalar, berkemampuan komunikasi sosial yang positif dan tetunya memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan tangguh. Sedangakan tujuan mikronya adalah membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan YME, beretika, memiliki nalar, berkemampuan sosial dan berbadan sehat sehingga menjadi manusia mandiri.
Azyumardi Azra, mengatakan pendidikan Nasional dihadapkan pada berbagai permasalahan, salah satunya adalah profesionalisme guru dan tenaga kependidikan yang masih belum memadai. Artinya, minimnya kualitas seorang guru dalam pendidikan atau pembelajaran.
Wardiman Djoyonegoro (mantan Menteri Pendidikan Nasional), mengatakan sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) pertama adalah sarana dan gedung, kedua buku yang berkualitas, dan ketiga guru dan tanaga kependidikan yang profesional/berkualitas.
Bila melihat dunia pendidikan secara umum saat ini, dimana mutu pendidikan di Indonesia bisa dikatakan rendah. Namun bila kita telaah lebih jauh mengenai penyebab dari kurangnya mutu pendidikan adalah kurangnya kualitas guru dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang guru (kurang profesional) dan juga kurangnya penghargaan terhadap guru. Penghargaan ini sangat penting untuk memotivasi guru untuk lebih mengembangkan dirinya. Penghargaan ini dapat berupa pujian atau pembinaan kepada para guru yang pada akhirnya akan menumbuhkan semangat para guru dalam pembelajaran dan yang pasti dapat meningkatkan kualitas seorang guru yang pada muaranya akan meningkatkan kualitas siswa/out put/sekolah secara umum.
Sebuah sekolah adalah organisasi yang kompleks dan unik, sehingga memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Oleh sebab itu kepala sekolah yang berhasil yaitu tercapainya tujuan sekolah serta tercapainya tujuan individu yang ada dalam lingkungan sekolah, kepala sekolah harus memahami dan menguasai peranan organisasi dan hubungan kerja sama antara individu.
Kepala Sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolahnya, untuk menghantarkan sekolah menjadi sekolah yang berkualitas memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggannya.
Untuk menciptakan hal ini, diperlukan sosok Kepala Sekolah yang berkualitas pula. la harus memiliki berbagai keterampilan yang diperlukan sebagai bekal, pola atau strategi dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya, termasuk pembinaan terhadap guru-gurunya agar tetap menjaga kelestarian lingkungan sekolah, memperbaiki yang kurang serta meningkatkan dan mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik menuju pada tujuan institusional yang telah ditetapkan.
Sebagai pemimpin pendidikan, kepala sekolah mempunyai peran yang sangat besar dalam mengembangkan semangat kerja dan kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan dunia pendidikan, perkembangan kualitas profesional guru-guru yang dipimpinnya, serta kualitas siswa atau sekolah secara umum banyak ditentukan oleh kualitas pemimpin sekolah (Kepala Sekolah).
Guru juga dapat dikatakan sebagai tiang utama keberhasilan pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, kualitas guru sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan pendidikan di Indonesia pada umumnya dan tujuan sekolah pada khusunya. Namun, untuk mendapatkan guru yang berkualitas/profesional untuk mencapai tujuan pendidikan khusunya di sekolah tidak terlepas dari ujung tombak lembaga pendidikan/sekolah tersebut, yaitu kepala sekolah dalam melakukan pembinaan terhadap para guru, yang nantinya juga akan bermuara pada anak didik/output yang berkualitas.
Maka dari itu, pembinaan oleh kepala sekolah sangat menentukan kualitas guru dalam pembelajaran. Oleh karena itu, kepala sekolah minimal harus mempunyai kemampuan memberikan bimbingan, mengarahkan, mengatur serta memotivasi guru agar mereka bisa berbuat sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan/sekolah.
Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah melalui proses pembelajaran di sekolah. Dalam rangka meningkatkan kualitas SDM, guru merupakan komponen sumber daya manusia yang harus dibina dan dikembangkan terus-menerus. Pembentukan profesi guru dilaksanakan melalui program pendidikan pra-jabatan maupun dalam jabatan. Tidak semua guru yang mendidik di lembaga pendidikan terlatih dengan baik dan kualified. Potensi sumber daya guru perlu terus menerus bertumbuh dan berkembang agar dapat melakukan fungsinya secara profesional. Selain itu, pengaruh perubahan yang serba cepat mendorong guru-guru untuk terus menerus belajar menyesuaikan diri dengan perkembangan lmu pengetahuan dan tehnologi serta mobilitas masyarakat.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamatkan bahwa guru adalah pendidik profesional (guru harus memiliki kualitas dalam pembelajaran dan pengajaran). Dengan demikian, guru selain harus profesional juga harus memiliki kualifikasi akademik serta memiliki kecakapan hidup untuk mewujudkan tujuan lembaga pendidikan/sekolah khususya dan tujuan pendidikan nasional pada umumnya.
Menjadi guru adalah pilihan yang terbaik dalam posisi sosial seseorang. Guru memang pahlawan tanpa jasa; guru digugu dan ditiru. Posisi guru dimasa reformasi ini telah diberikan perhatian yang cukup, karena aspirasi guru secara tertulis diakomodasi dalam UU Guru dan Dosen.
Pengalaman yang selama ini bergulat dengan anak didik menjadi modal utamanya dalam mengimplementasikan semangat Standar Isi ini. Di tengah persyaratan formal sebagai standar minimal seperti stratifikasi guru dalam bentuk sebuah ijazah sesuatu yang perlu dipenuhi. Tetapi, selembar ijazah belum cukup menjamin keberhasilan dalam membawa misi Standar Isi PAI. Sikap keingintahuan terhadap segala hal, melakukan langkah-langkah yang kreatif serta tidak kenal menyerah dan putus asa menghadapi kendala di lapangan sangat diperlukan. Guru harus berusaha menjadi guru ideal, disamping menjadi contoh moralitas yang baik, diharapkan para guru memiliki wawasan keilmuan yang luas sehinga materi PAI dapat ditinjau dari berbagai disiplin keilmuan yang lain, selain itu memahami psikologi anak didik juga tidak kalah pentingnya.
Guru yang bekualitas adalah guru yang mampu membuat perangkat pembelajaran (Prota, Prosem, Silabus, Rencana Pembelajaran (RPP)), mengelola pembeajaran, mampu mengembangkan dirinya sendiri atau mengikuti perkembangan dunia pendidikan agar tidak ketinggalan informasi/zaman serta mengauasai materi ajar sesuai dengan bidang yang digelutinya. Dalam artian seorang guru harus mempunyai kompetensi pedagogig, profesional, kepribadian dan sosial. Dengan kompetensi yang demikian seorang guru akan mudah dalam menyampaikan materi ajar khususnya materi Pendidikan Agama Islam dan siswa akan mudah menyerap materi yang diperolehnya.
Secara tegas Wahab menuliskan kelemahan kualitas pendidikan Islam yang salah satunya lebih disebabkan rendahnya kemampuan profesional guru. Menurutnya dengan sebagian besar guru yang lulusan KPGA, PGA, dan IAIN, serta kualitas pendidikan agamanya yang juga tidak membanggakan, menjadikan pendidikan Islam dalam posisi dilematis.
Kekurang-mutuan pendidik ini pada akhirnya berdampak pada banyak hal salah satunya terwujud dengan model belajar yang cenderung tradisional. Dalam proses pendidikan tradisional, pendidik selalu menganggap siswa sebagai objek yang tidak memiliki potensi apapun (impotensi akademik). Hal ini menyebabkan anak tidak terbiasa menghadapi permasalahan yang muncul secara kritis. Pada tahapan selanjutnya akan dipastikan terjadinya kegagalan akademik pasca proses pendidikan.
Belajar PAI di sekolah bagi anak didik bukan saja belajar tentang yang boleh dan tidak boleh, tetapi mereka belajar adanya pilihan nilai yang sesuai dengan perkembangan anak didik. Guru dalam mentransfer nilai tidak hanya diberikan dalam bentuk ceramah, tetapi juga terkadang dalam bentuk membaca puisi, bernyanyi, mendongeng dan bentuk lainnya, sehingga suasana belajar tidak monoton dan terasa menyenangkan. Guru, tidak cukup menyampaikan istilah-istilah Arab kepada anak didik, atau memiliki kemampuan bahasa Arab, tetapi juga diperlukan kemampuannya dalam bahasa Inggris, sehingga kesan guru sebagai kaum yang dimarginalisasi dan hanya bisa menyampaikan ini halal dan ini haram berkurang. Kemudian Guru PAI diharapkan mengikuti perkembangan metode pembelajaran mutakhir untuk menggunakan media teknologi informasi dalam pembelajarannya. Melalui alat teknologi ini, pembelajaran yang efektif dan efisien dapat dicapai. Dengan demikian, Standar Isi yang komprehensif dan implementatif belumlah cukup, tetapi juga memerlukan guru-guru yang memiliki kompetensi dan profesionalitas.
Peningkatan kualitas guru sekarang ini menjadi suatu keharusan. Untuk itu, guru-guru yang memang belum memenuhi persyaratan secara akademik, seperti diamanatkan Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) seharusnya menyesuaikan diri dengan segala kesadaran. Peningkatan dan sertifikasi memang sesuatu keharusan tak bisa dihindari lagi. Demikian ditegaskan Dr Buchory MS MPd, Rektor Universitas PGRI Yogyakarta (UPY) (Minggu (23/7).
Pelaksanaan pendidikan Agama Islam di sekolah melalui pembelajaran di kelas dengan alokasi waktu 2 jam pelajaran setiap minggunya tidaklah cukup untuk membekali siswa menjadi manusia yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain yang dilakukan secara terus menerus dan tersistem. Sehingga pengamalan nilai-nilai pendidikan agama menjadi budaya dalam komunitas sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian tujuan pendidikan agama Islam seperti yang diamanahkan oleh pemerintah dapat dicapai dengan baik. Kualitas guru yang dibutuhkan pada era sekarang ini ialah seorang guru yang mampu dan siap berperan dalam lingkungan besar yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu kepala sekolah adalah pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan penting dalam mengembangkan lembaga pendidikan/sekolah yaitu sebagai pemegang kendali.
Dari uraian dapat dikemukakan bahwa proses pegelolaan pendidikan di sekolah akan berjalan lancar apabila guru memiliki kualitas yang baik, lebih-lebih guru agama (PAI) yang merupakan tonggak penanaman moral dan agama anak didik sebagai bekal kehidupan dan juga tinggi rendahnya kualitas seorang guru dipengaruhi oleh pembinaan kepala sekolah terhadap para guru.
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X yang bervisi "Membentuk siswa yang unggul dalam prestasi berpedoman pada keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa" dan salah satu misinya adalah "Menciptakan kedisiplinan dan ketertiban siswa". Kini SMPN X terus memacu SDM pendidiknya/guru untuk selalu ditingkatkan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
Peningkatan etos kerja personel sekolah dalam upaya peningkatan prestasi siswa dan peningkatan kualitas guru/profesionalisme guru dan karyawan hingga mengembangkan daya kreatifitas dan innovasi siswa dalam mengantisipasi pembaharuan pendidikan, kini merupakan kiat-kiat yang mendasari SMPN X dalam memajukan sekolahnya. Tidak itu saja memberdayakan sumber daya sekolah dan mewujudkan kondisi sekolah yang agamis dalam membentuk budi pekerti yang luhur itu semua sudah tertanam pada segenap warga sekolah untuk dilaksanakan sebagai kewajiban dan tanggung jawab.
Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang ada di SMPN X terdiri dari tiga orang guru. Dengan jumlah guru secara keseluruhan mencapai 97 guru. Dari sini sudah jelas bagaimana seorang kepala sekolah harus bisa meningkatkan kualitas/profesionalitas guru agama untuk mengimbangi dari pada tujuan sekolah yaitu membentuk siswa yang unggul dalam prestasi berpedoman pada keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME. Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, yaitu membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa. Namun hal tersebut akan sulit terwujud bila tidak adanya bantuan dari kepala sekolah.
Menurut kepala sekolah kualitas guru di SMPN X bisa dikatakana kurang, karena kebanyakan guru agama Islam kurang bisa membuat perangkat pembelajaran dengan baik dan kurang memanfaatkan penggunaan stategi dan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi yang di ajarkan dan sesuai dengan perkembangan zaman. Dari sini kepala sekolah harus berusaha untuk meningkatkan kualitas guru agama Islam agar bisa mengimbangi guru-guru yang lain.
Melihat peran seorang kepala sekolah yang begitu urgen dalam sebuah lembaga pendidikan, penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai kebenaran yang ada dilapangan bagaimanakah peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMPN X?
B. RUMUSAN MASALAH
- Bagaimana peran kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
- Bagaimana kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
- Bagaimana peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
C. BATASAN MASALAH
1. Peran kepala sekolah yang begitu banyak diantaranya adalah kepala sekolah berperan sebagai leader, manajer, motivator, supervisor, administrator, innovator dan educator. Namun untuk memudahkan peneliti dan pembaca memahami peran yang begitu banyak, peneliti membatasi peran kepala sekolah sebagai supervisor, sebagaimana yang peneliti lakukan di SMP Negeri X.
2. Kualitas, kualitas guru PAI dalam penelitian ini pada kualitas dalam administrasi pembelajaran. Misalnya adalah membuat perangkat pembelajaran (RPP, Prota, Promes, dan Silabus).
D. DEFINISI OPERASIONAL
1. Peran kepala sekolah
Yang dimaksud peran kepala sekolah disini adalah segala kegiatan yang dilakukan sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab serta fungsi seorang pemimpin sebuah lembaga pendidikan/sekolah (kepala sekolah).
2. Kualitas
Kualitas/mutu merupakan derajat atau tingkat keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa, adapun kualitas disini ialah hubungannya dengan masalah-masalah pendidikan yang dititik beratkan pada perbaikan pembelajaran guru PAI.
3. Guru PAI
Guru diartikan sebagai pendidik yang pekerjaan utamanya adalah mengajar sedangkan menurut Nawawi, guru diartikan sebagai orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggug jawab membantu anak-anak mecapai kedewasaannya masing-masing. Jadi yang dimaksud guru PAI disini ialah guru yang mengajar/mentransfer Pendidikan Agama Islam pada sebuah lembaga pendidikan untuk membantu siswa mencapai kedewasaaannya, terutama dalam Pendidikan Agama Islam.
4. Kualitas guru PAI
Seorang guru yang mempunyai kualitas dalam pembelajaran khususnya dalam bidang pengajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
5. Peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI
Yang dimaksud disini adalah bagaimana seorang kepala sekolah mampu meningkatkan kualitas dan mengembangkan sebuah lembaga pendidikan/sekolah yang dipimpinnya. Namun dalam skripsi ini, penulis lebih menitikberatkan pada usaha kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas para guru melalui supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah terutama terhadap guru Pendidikan Agama Islam (PAI) untuk mencapai tujuan sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai Supervisor.
E. ALASAN MEMILIH JUDUL
- Dunia pendidikan selalu berkembang dan berubah. Maka untuk mengimbanginya diperlukan peningkatan kualitas para guru untuk mencapai out put yang berkualitas pula.
- Kepala sekolah yang mepunyai peran yang sangat besar dalam memajukan sebuah lebaga pendidikan/sekolah. Karena maju mundurnya sebuah lembaga pendidikan ada pada tonggak sekolah tersebut yaitu kepala sekolah.
- Keberhasilan dalam proses belajar mengajar adalah bagian dari tujuan pendidikan. Maka untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan guru yang berkualitas agar dapat mengantarkan siswa menjadi anak bangsa yang berkualitas, yang nantinya dapat berguna bagi agama dan bangsa.
F. TUJUAN PENELITIAN
- Untuk mengetahui gambaran peran kepala sekolah di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
- Untuk mengetahui gambaran kualaitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
- Untuk mengetahui gambaran peran kepala sekolah terhadap peningkatan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X
G. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi peneliti
Memberikan pengetahuan dan pengalaman mengenai peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di sebuah lembaga pendidikan
2. Bagi kepala sekolah
Menjadi masukan untuk selalu melakukan pembinaan terhadap guru serta mencari inovasi-inovasi untuk perkembangan, kemajuan dan kualitas sekolah agar tercapai tujuan sekolah secara khusus dan tujuan pendidikan secara umum.
3. Bagi para guru
Dapat dijadikan evaluasi untuk selalu berusaha mengembangkan diri sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan serta untuk mencapai kualitas/profesionalitas dalam pembelajaran.
H. METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. Karena penelitian menggunakan metode kualitatif, yang secara definisi merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Untuk menyelesaikan penelitian ini digunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Data dan Sumber Data
a. Data
Dalam penelitian ini digunakan dua macam data yaitu data primer dan data sekunder. Dibawah ini akan dijelaskan kedua macam data tersebut.
1) Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertama yaitu kepala sekolah dan elemen yang terkait.
Dalam hal ini sumber pertama atau data primer dari penelitian ini adalah kepala sekolah dan guru PAI.
2) Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti-peneliti dari bahan kepustakaan sebagai penunjang dari data pertama. Data ini berupa dokumen sekolah, atau referensi yang terkait dengan penelitian.
b. Sumber Data
Data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari:
1) Person yaitu sumber data yang dapat memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara yaitu kepala sekolah dan guru PAI.
2) Place atau tempat adalah sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak dan keadaan keduanya obyek untuk penggunaan metode observasi.
3) Data tertulis adalah sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Ini digunakan pada metode dokumentasi.
2. Teknik Pengumpulan Data
Yang dimaksud dengan teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan oleh seorang peneliti untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian. Skripsi ini ditulis berdasarkan studi lapangan dan studi perpustakaan. Metode ini digunakan dengan menarik kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta khusus menuju kesimpulan yang bersifat umum.
a. Interview/Wawancara.
Interview/Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematik dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif lebih menekankan pada jenis tehnik wawancara, khususnya wawancara mendalam (deep interview). Rulam Ahmadi mengutip dari Guba dan Lincoln menyatakan bahwa tehnik ini memang merupakan tehnik pengumpulan data yang khas bagi penelitian kualitatif. Jadi secara tidak langsung penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan data dengan metode wawancara mendalam.
Namun metode wawancara mendalam terbagi menjadi tiga macam yaitu wawancara terstruktur, wawancara tidak terstruktur dan wawancara terbuka terstandar. Setelah melihat dari pengertian ketiganya kemudian menimbangnya, peneliti menggunakan wawancara secara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah model pilihan jika pewawancara mengetahui apa yang tidak diketahuinya dan oleh karenanya dapat membuat kerangka pertanyaan yang tepat untuk memperolehnya. Dalam wawancara terstruktur pertanyaan ada di tangan pewawancara dan respon terletak pada responden.
Dalam wawancara ini yang menjadi sasaran wawancara adalah kepala sekolah dan guru Pendidikan Agama Islam. Dalam wawancara dengan kepala sekolah pertanyaan-pertanyaan lebih difokuskan pada peran kepala sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas sekolah baik output/anak didik, guru dan seluruh lingkungan sekolah. Namun dalam hal ini lebih ditekankan pada bagaimana usaha dan peran kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru PAI yang pada endingnya juga akan meningkatkan kualitas output/anak didik ataupun kualitas sekolah.
Sedangkan wawancara kepada para guru lebih difokuskan pada bagaimana kualitas guru PAI di SMPN X dan peran serta usaha yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kualitas guru.
b. Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, yang tidak dipersiapkan karena ada permintaan seorang penyidik. Dokumen itu dapat berupa arsip-arsip, atau rekaman yang berhubungan dengan penelitian ini. Metode ini digunakan untuk menjawab pertanyaan apa, kapan, bagaimana dan dimana.
c. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis mengenai gejala-gejala yang terjadi untuk kemudian dilakukan pencatatan. Pada dasarnya teknik observasi digunakan untuk melihat atau mengamati perubahan fenomena dan gejala sosial yang tumbuh dan berkembang yang kemudian dapat dilakukan penilaian. Bagi observer bertugas melihat obyek dan kepekaan mengungkap dan membaca permasalahan moment-moment tertentu dengan dapat memisahkan antara yang diperlukan dan yang tidak diperlukan.
Karena metode observasi ini terdiri dari dua macam yaitu observasi partisipan dan non partisipan. Maka dengan berbagai pertimbangan, kami dalam penelitian ini menggunakan metode observasi non partisipasi seorang pengamat bisa melakukan pengumpulan data tanpa harus melibatkan diri langsung kedalam sistuasi dimana peristiwa itu berlangsung. Sedangkan yang menjadi objek obeservasi dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru dan lingkungan sekolah. Dan yang menajadi sasaran observasi adalah adalah peran kepala seolah, guru dan situasi sekolah dalam rangka untuk mendapatkan kelengkapan penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya mengorganisasikan dan mengurutkan data secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi orang lain.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Bogdan dan Biklen bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Data yang terdapat dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang dihasilkan melalui wawancara, dokumentasi dan observasi. Selanjutnya data-data tersebut dinyatakan dalam bentuk narasi deskriptif untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang dialami oleh subyek.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk menggambarkan kejadian, yang faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang terjadi selama penelitian yang dilakukan di SMPN X secara sistematis.
Penerapan teknis analisis deskriptif dilakukan melalui tiga tahapan yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya.
Reduksi adalah salah satu bentuk analisis yang menajamkan dan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data sedemikian sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan di verifikasi.
b. Kategorisasi
Menyusun kategori. Kategorisasi adalah upaya memilah-milah setiap satuan kedalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Dan setiap kategori diberi nama atau label.
c. Sintesisasi
Tahapan selanjutnya dalam analisis data adalah sintesisasi berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori yang lain. Dan kaitan tersebut juga diberi label.
I. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
Untuk mempermudah pemahaman dalam penyusunan skripsi, maka sistematika yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :
- BAB I
Dalam bab awal ini disajikan gambaran umum pola pikir seluruh isi dalam sekripsi, antara lain: Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Definisi operasional, Alasan memilih judul, Tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Metode penelitian, dan Sistematika pembahasan.
- BAB II
Pada Bab yang kedua berisi landasan teori mengenai masalah dalam penelitian, yaitu peran kepala sekolah dan kualitas guru Pendidikan Agama Islam (PAI).
- BAB III
Pada Bab yang ketiga berisi penyajian seluruh hasil penelitian mengenai peran kepala sekolah sebagai upaya peningkatan kualitas guru PAI di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) X.
- BAB IV
Pada Bab yang terakhir ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran dan kritik yang membangun untuk kebaikan skripsi.