BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sejak tahun 2000, Pemerintah Indonesia lebih mencurahkan perhatiannya terhadap sektor kelautan dan perikanan, seperti terlihat dalam Propenas 2000-2004 disebutkan bahwa sumber daya kelautan dan perikanan merupakan penopang system kehidupan masyarakat kita, khususnya masyarakat pesisir (nelayan). Salah satu sasaran program pembangunan nasional di bidang kelautan adalah terciptanya peningkatan pendapatan masyarakat di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Perhatian terhadap kawasan pesisir tidak hanya didasari oleh pertimbangan pemikiran bahwa kawasan itu tidak hanya menyimpan potensi sumber daya alam yang cukup besar, tetapi juga potensi sosial masyarakat yang akan mengelola sumber daya alam tersebut secara berkelanjutan. Potensi sosial masyarakat ini sangat penting karena sebagian besar penduduk yang bermukim di pesisir dan hidup dari pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan tergolong miskin. Kebijakankebijakan pembangunan di bidang perikanan (revolusi biru) selama ini ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat pesisir, termasuk yang berada di kawasan pesisir Selat Madura (Kusnadi, 2000).
Kusnadi, 2006: 2-4, Salah satu unsur potensi sosial tersebut adalah kaum perempuan pesisir, khususnya istri nelayan. kedudukan dan peranan kaum perempuan pesisir atau istri nelayan pada masyarakat pesisir sangat penting karena beberapa pertimbangan pemikiran:
Pertama, dalam system pembagian kerja secara seksual pada masyarakat nelayan, kaum perempuan pesisir atau istri nelayan mengambil peranan yang besar dalam kegiatan sosial-ekonomi di darat, sementara laki-laki berperan di laut untuk mencari nafkah dengan menangkap ikan. Dengan kata lain, darat adalah ranah perempuan, sedangkan laut adalah ranah laki-laki (Kusnadi 2001: 151-152). Kedua, dampak dari system pembagian kerja di atas mengharuskan kaum perempuan pesisir untuk selalu terlibat dalam kegiatan publik, yaitu mencari nafkah keluarga sebagai antisipasi jika suami mereka tidak memperoleh penghasilan. Kegiatan melaut merupakan kegiatan yang spekulatif dan terikat oleh musim. Oleh karena itu, nelayan yang melaut belum bisa dipastikan memperoleh penghasilan. Ketiga, system pembagian kerja masyarakat pesisir dan tidak adanya kepastian penghasilan setiap hari dalam rumah tangga nelayan telah menempatkan perempuan sebagai salah satu pilar penyangga kebutuhan hidup rumah tangga.
Dengan demikian, dalam menghadapi kerentanan ekonomi dan kemiskinan masyarakat nelayan, pihak yang paling terbebani dan bertanggung jawab untuk mengatasi dan menjaga kelangsungan hidup rumah tangga adalah kaum perempuan, istri nelayan (Kusnadi, 2003: 69-83).
Dibandingkan dengan masyarakat lain, kaum perempuan di desa-desa nelayan mengambil kedudukan dan peranan sosial yang penting, baik di sektor domestik maupun di sektor publik. Peranan publik istri nelayan diartikan sebagai keterlibatan kaum perempuan dalam aktivitas sosial-ekonomi di lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga dan kebutuhan sekunder lainnya. Kaum perempuan di desa nelayan merupakan potensi sosial yang sangat strategis untuk mendukung kelangsungan hidup masyarakat nelayan secara keseluruhan. Oleh karena itu, potensi sosial-ekonomi kaum perempuan ini tidak dapat diabaikan begitu saja.
Kemiskinan nelayan merupakan suatu ironi bagi sebuah negara maritim seperti Indonesia, walau data yang valid tidak mudah diperoleh. Pengamatan visual/langsung ke kampung-kampung nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamblang tentang kemiskinan nelayan di tengah kekayaan laut yang begitu besar.
Gambaran umum yang pertama kali bisa dilihat dari kondisi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi dalam kehidupan masyarakat nelayan adalah fakta-fakta yang bersifat fisik berupa kualitas pemukiman. Kampung-kampung nelayan miskin akan mudah diidentifikasi dari kondisi rumah hunian mereka. Rumah-rumah yang sangat sederhana, berdinding anyaman bambu, berlantai papan yang terlihat usang, beratap rumbia, dan keterbatasan pemilikan perabotan rumah tangga adalah tempat tinggal para nelayan buruh dan nelayan tradisional. Sebaliknnya, rumah-rumah yang megah dengan segenap fasilitas yang memadai akan mudah dikenali sebagai tempat tinggal pemilik perahu, pedagang perantara (ikan) atau pedagang berskala besar, dan pemilik toko (Kusnadi, 2002 & Sitorus,2002).
Dalam kondisi yang secara multidimensi demikian miskin, akan sangat sulit bagi para nelayan untuk keluar dari lingkaran kemiskinan dan begitu saja bersaing dalam pemanfaatan hasil laut di era keterbukaan sekarang ini. Mereka akan selalu kalah bersaing dengan perusahaan penangkapan ikan, baik asing maupun nasional, yang berperalatan modern. Oleh karena itu, pemberdayaan komunitas nelayan merupakan langkah yang sangat krusial dalam mencapai tujuan pemanfaatan kekayaan laut Indonesia (Bappenas, 2005).
Salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan nelayan antara lain dengan cara pemberdayaan komunitas nelayan yang harus dilakukan dengan tepat dan harus berangkat dari kultur yang ada. Penekanannya harus kepada peningkatan kesadaran akan masalah dan potensi yang ada di dalam dan sekitar komunitas. Kalaupun ada bantuan dari luar komunitas (misalnya dari pemerintah, lembaga donor, atau LSM), sebaiknya jangan berbentuk sumbangan cuma-cuma (charity), melainkan berupa pancingan/stimulan bagi peningkatan kesadaran akan potensi sendiri serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan potensi tersebut. Bantuan dalam bentuk uang tidak boleh terlalu besar (karena akan ’memanjakan’). Tetapi juga jangan terlalu kecil (karena bisa tidak efektif dalam upaya mengangkat komunitas dari lingkaran kemiskinan). Besaran yang ’pas’ akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi setiap komunitas nelayan dan mungkin tidak bisa disama ratakan.
Eliminasi faktor pendorong dan penekan (push-pull factor) buruknya kondisi sosial ekonomi nelayan yang dilakukan berbagai pihak harus menempatkan komunitas nelayan sebagai subyek dan obyek pembangunan. Dalam hal ini, nelayan dirangsang supaya kreatif untuk menemukan strategi taktis untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Selain itu, kecenderungan nelayan yang hanya mengandalkan laki-laki menjadi pemeran utama dalam struktur produksi masyarakat pantai yang berkarakter out door dan padat karya harus diimbangi dengan pemberdayaan perempuan menambah penghasilan keluarga di berbagai bidang pekerjaan kodrati (Sitorus, 2005).
Berkaitan dengan usulan konstruktif ini, dapat dirujuk hasil penelitian Kusnadi (1997:71) yang membuktikan bahwa strategi diversifikasi pekerjaan yang dilakukan oleh nelayan di pantai Utara jawa, ternyata dapat meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat pantai karena semakin beragamnya sumber-sumber pendapatan dan akses ke sumber daya ekonomi yang luas dan fleksibel.
Hal senada ditemukan dari penelitian Sitorus (1997), dimana semakin luas bidang pekerjaan yang tersedia dalam struktur produksi yang dapat dimasuki oleh perempuan seiring dengan modernisasi dan sosialisasi pergerakan kemitra sejajaran gender. Diversifikasi mata pencaharian merupakan salah satu pilihan, yang dapat dilakukan di masa paceklik (angin barat), ataupun berlangsung dengan melibatkan anggota keluarga. Untuk nelayan yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini, sebagian besar ibu rumah tangga terlibat dalam pekerjaan pasca-tangkap diantaranya kegiatan menjemur ikan, merebus, mengasin, dan melakukan pengepakan paket ikan asin. Selain itu, para wanita nelayan tersebut juga ada yang bertani, beternak ayam, berjualan ke desa-desa lainnya, merajut jaring, mencari kerang-kerangan dan jamur laut, serta membudidayakan rumput laut. Sedangkan anggota keluarga lainnya yang telah dewasa, terlibat dalam perbaikan dan pembuatan kapal, bertani dan mengikuti bisnis transportasi darat, serta buruh nelayan. Dalam konteks ini, temuan Sitorus menunjukkan bahwa implikasi dari peranan perempuan yang bekerja secara nyata mampu meningkatkan daya tahan ekonomi keluarga nelayan, tetapi tidak terdapat perubahan posisi di mana penghargaan yang diterimanya dari lawan jenisnya tetap menempatkannya dalam struktur yang sama dalam masyarakat pantai.
Desa X yang dijadikan lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kecamatan X Kota X. Desa X merupakan sebagian kecil dari wilayah pesisir di Kota X, dimana Kota X ini hampir 40 % dari luas wilayahnya terdiri dari wilayah pesisir, yang merupakan kantong-kantong kemiskinan.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian terdahulu (Kusnadi, Sitorus) di lokasi yang berbeda, didapatkan gambaran kehidupan ekonomi sosial masyarakat nelayan di Desa X juga dalam kondisi kemiskinan, dimana terlihat rumahrumah yang sangat sederhana dan perabotan seadanya. Sebagian besar ibu rumah tangga terlihat beraktifitas dalam pekerjaan menjemur, merebus dan mengasinkan ikan, mencari kerang, merajut jaring dan berbagai pekerjaan sambilan lainnya, mereka dengan segala kesadaran penuh melakukan pekerjaan ini untuk dapat membantu menunjang kebutuhan ekonomi sosial rumah tangganya. Ibu rumah tangga nelayan harus pandai-pandai menyiasati bagaimana caranya agar sebagian kebutuhan hidup rumah tangganya bisa terakomodir.
Melihat lokasi Desa yang berada sangat dekat dengan pusat kota dan terlebih lagi di Kota X maka kondisi kehidupan ekonomi sosial masyarakat nelayan di Desa X terlihat sangat kontras dengan masyarakat di Desa lain dan hal ini menimbulkan kesenjangan sosial. Di desa tersebut juga tersedia sarana pasar ikan dan pasar sayur, Pusat Pelelengan Ikan (PPI) dan di Desa sebelahnya yaitu Desa Pusong Lama terdapat sarana Tempat Pendaratan Ikan (TPI) dan dengan tersedianya sarana dan prasarana ini seharusnya masyarakat nelayan di Desa X bisa bangkit dari kemiskinan.
Dan untuk komunitas masyarakat nelayan, dimana ibu rumah tangganya lebih banyak melewatkan waktu di darat, strategi ini harus menjadi bahan pemikiran Pemerintah Daerah.
1.2. Perumusan Masalah
Sesuai topik di atas, maka yang menjadi ruang lingkup masalah dalam kajian ini adalah bagaimanakah strategi yang harus ditempuh untuk dapat memberdayakan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Kota X dengan partisipasi ibu rumah tangga?.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk merumuskan strategi yang harus ditempuh untuk dapat memberdayakan sosial ekonomi masyarakat nelayan di Kota X dengan partisipasi ibu rumah tangga agar pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi rumah tangga nelayan tidak mengalami hambatan dan ibu rumah tangga mengambil peranan yang cukup besar sehingga penghidupan masyarakat nelayan di Desa X khususnya dan di Kota X pada umumnya menjadi semakin lebih baik.
2. Untuk dapat lebih memperhitungkan posisi perempuan pesisir sebagai subjek (pelaku utama) pemberdayaan dan diperlakuan sebagai modal sosial pembangunan masyarakat pesisir agar kesejahteraan masyarakat pesisir semakin meningkat, khususnya nelayan di Desa X.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Dapat dijadikan sebagai langkah awal analisa tentang strategi pemberdayaan masyarakat nelayan di Kota X melalui peranan ibu rumah tangga dalam kegiatan sosial ekonomi lokal sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rumah tangganya.
2. Dapat menjadi rekomendasi bagi perencanaan di masa yang akan datang, sebagai dasar penajaman program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat nelayan di Kota X.