ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL
SRI SUMARAH
KARYA UMAR KAYAM
Umar Kayam dilahirkan di Ngawi, Jawa Timur 30 April 1932. umar kayam berasal dari keluarga guru, beliau selian sastrawan juga ahli dalam ilmu-ilmu sosial hal inilah yang menjadi kelebihan dalam penulisan karya-karya fiksinya.1
Cerita-ceritanya berkisar mengenai tokoh-tokoh yang hidup dan situasi yang jelas serta dengan latar belakang sejarah yang nyata. Mengenai hal ini, sebagian pendapat mengatagorikan Umar Kayam sebagai realis. Realis Umar Kayam adalah realisme Jawa yang mengenal kepribadian Jawanya, pendapat lain perihal fiksi Umar Kayam salah satunya tentang Sri Sumarah disebutnya sebagai mewakili konsep Jawa Tradisional tentang istri priyayi.
Sastra adalah budaya. Sastra merupakan hasil dari karya cipta manusia. Sebuah karya sastra yang baik menyodorkan pengetahuan tentang fakta sosial maupun budaya. Dengan menggunakan sistem flash back. Umar Kayam mengisahkan seorang yang bernama Sri Sumarah, seorang yang pasrah dengan kesialan nasibnya. Sri Sumarah adalah seorang wanita setengah baya yang terpaksa mencari nafkah sebagai tukang mijit guna membiayai hidupnya bersama anak dan cucunya. Sejak kecil ia sudah belajar bahwa kepuasan hidup seseorang perempuan dalam pengabdian diri kepada suaminya ia hanyalah sekadar ibu dan istri dan menyerahkan diri dengan anggun kepada keadaan suami dan tuhan. Sebagai wanita yang sejak kecil dididik untuk menjadi wanita Jawa yang sejati, ia selalu berdamai dengan kenyataan hidup, dan hati yang sumarah yang pasrah. Cerita Sri Sumarah selain terdapat unsur tema dan amanat, juga memiliki beberapa aspek sosial dan budaya. Aspek sosial budaya dapat disimpulkan sebagai sistem nilai atau pandangan-pandangan yang terutama tergambar dalam diri tokoh utama. Pandangan-pandangan tersebut meliputi aspek kepercayaan norma dan stratifiksai sosial.
Pertama nilai kepercayaan, yaitu pandangan atau nilai-nilai yang menjadi acuan dalam kehidupan manusia, baik dalam hubungan dengan manusia maupun dengan tuhan. Sri Sumarah merupakan tokoh sentral yang sangat kha dalam berhubungan dengan peristiwa dan para tokoh-tokoh lainnya. Kutipan berikut memberi tahukan ktia tentang pandangan kepercayaan, memperlihatkan bagaimana pandangan Sri Sumarah terhadap kepercayaannya yaitu mistik kejawen “Sri berziarah kemakam mbah dan suaminya. Direnunginya dua buah pusaran itu (SS. Hal 35) alangkah diluar jangakauannya. Sri kemudian bertekad untuk tirakat, tidur kadar diluar, malamnya (SS. Hal 49).
Untuk memperkuat alasan ini, Mulder berpendapat “Sri Sumarah adalah salah satu tokoh lain yang berada dalam batas-batas tradisi, sejak kecil ia sudah belajar bahwa kepuasan hidup seorang perempuan terletak dalam pengabdian dirinya terhadap suaminya. Ia hanyalah sekadar ibu dan istri dan menyerahkan diri (Sumarah) dengan anggun kepada keadaan suami dan Tuhan. Dalam menerima kehidupan sebagaimana adanya sambil mencari kepuasan dalam memainkan peran melayani tadi ia melakukan praktek mistik berserah diri dalam kehidupan sehari-hari.2
Diperkuat pula oleh Endrasuara bahwa mistik kejawen sesungguhnya merupakan manifestasi orang Jawa. Agama jawa adalah akumlulasi praktik religi msyarakat Jawa.3
Kemudian nilai norma dan etika yang terkandung dalam novel Sri Sumarah, terdapat dalam kutipan berikut:
“Sebagai layaknya seorang perempuan anak priyayi Sri diam saja sebab pertanyaan “mengerti” tak untuk dijawab mengerti, karna “mengerti” adalah mencari untuk mengerti. Ini Sri baru tahu akan maknanya sesudah dia sempat digauli suaminya selama 12 tahun. Selama itu Sri tunduk, diam terhadap pertanyaan “mengerti” karena kebiasaan konvensi memberitahunya demikian.” (SS hal 12).
Kutipan diatas memperlihatkan bahwa seorang anak dalam sebuah keluarga priyayi memiliki sifat yang sopan dalam pergaulan.
Menurut pendapat Mulder bahwa anak-anak dianggap durung njawa aritnya belum menjadi Jawa, belum beradab dan belum berbudaya. Manusia yang belum mengetahui tempatnya dan bagaimana seharusnya bertingkah laku menurut tatanan. Hidup yang benar adalah hidup sebagai orang jawa, mengetahui dan memperlihatkan tingkah laku yang sopan dan mengucapkan kata-kata yang pantas.4 Sehingga bahasa dalam kebudayaan Jawa dapat menentukan kedudukan sosial dalam masyarakat Kayam menceritakan kebudayaan Jawa yang khas dengan bahasa halus kedudukan sosial dapat mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam kebudayaan Jawa. Jika ditinjau dari aspek sosial budaya novel yagn berjudul Sri Sumarah dapat dapat disimpulkan bahwa sebuah kebudayaan tertentu dapat mempengaruhi interaksi antara manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan dan manusia dengan lingkungan. Dalam karya-karya yang ditulis Umar kayam sebagian besar menggambarkan kehidupan dan kebudayaan yang nyata.
1 Ramanto, B. Umar Kayam: Karya dan Dunianya, PT. Grasindo, Jakarta, 2004 hal 7-8
2 Mulder, Nais. Pribadi dan Masyarakat Di Jawa. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta 1996.
3 Endraswara, Suwardi. Mistik Kejawen. Penerbit Narasi, Yogjakarta. 2003. hal 57
4 Mulder, Nais. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa Kelangsungan dan Perubahan Kulturil. PT. Gramedia. Jakarta. 1983. hal 42.