(KODE KES-MASY-0024) : SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEMBUHAN PENDERITA TUBERKULOSIS PARU BTA POSITIF DI PUSKESMAS X
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan oleh mikobakterium ini merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian hampir di sebagian besar negara diseluruh dunia, (Chin, 2002).
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang dan 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas, (Depkes RI, 2004).
Di kawasan Asia Tenggara, data World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa TB membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40% dari kasus TB di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Di dunia, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan Cina untuk jumlah terbanyak kasus TB dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Sedangkan insiden kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk, (Depkes RI, XXXX).
Situasi di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama di negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Sehingga pada akhirnya pada tahun 1995 program Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) diberlakukan oleh pemerintah yang direkomendasikan oleh WHO, (Depkes RI, XXXX).
Pada tahun 1998 kesembuhan di Indonesia dilaporkan sudah mencapai 87% namun cakupan penemuan penderita mencapai kurang lebih 10% (kurang dari 70%). Berdasarkan perkiraan WHO, bila cakupan dapat mencapai minimal 70% dengan angka kesembuhan 85% dan dipertahankan hingga tahun 2005 maka dapat menurunkan insiden TB sampai 50%, (Depkes RI, 2000).
Angka kesembuhan dibawah 70% dapat mengakibatkan masalah TB dan reistensi obat akan meningkat. Penderita TB paru BTA positif yang tidak sembuh dapat menimbulkan resisten terhadap obat anti tuberkulosis (OAT) terutama resistensi sekunder yang dikarenakan pengobatan yang tidak lengkap atau tidak teratur, (Aditama, 2000).
Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada majalah Health Horizon menyajikan hasil studi selama 4 tahun yang dilakukan WHO di 35 negara yang secara umum menyimpulkan bahwa telah ditemukan resistensi terhadap TB di semua daerah yang diteliti. Pada penderita yang telah mendapat pengobatan kurang dari 1 bulan ternyata ditemukan 36% yang telah resisten terhadap sedikitnya 1 macam OAT. Bahkan sekitar 10% penderita yang belum pernah mendapat pengobatan sama sekali ternyata juga telah mempunyai kuman yang resisten terhadap OAT. Oleh karena itu ditakutkan penderita TB paru BTA positif yang resisten akan menularkan kuman yang resisten pula. Sedangkan setiap penderita aktif mampu menularkan 10-15 orang disekitarnya, (Aditama, 2000).
Angka kesembuhan, sebagai salah satu indikator keberhasilan program penanggulangan TB di suatu wilayah, harus mencapai target nasional yaitu sebesar 85%. Berdasarkan laporan tahunan tahun XXXX Suku Dinas Kesehatan Masyarakat X, angka kesembuhan TB Paru BTA positif masih 69,1% yang artinya masih dibawah dari yang ditargetkan oleh pemerintah. Dan di Kecamatan Palmerah, kesembuhan baru mencapai 64,6%.
Menurut Effendy (1998), rendahnya angka kesembuhan berkaitan dengan karakteristik penderita diantaranya umur, jenis kelamin, dan tipe penyakit karena terjadinya perubahan keadaan fisiologis, imunitas, dan perubahan kebiasaan makanan atau perilaku hidup sehat.
Tipe penyakit menentukan kategori obat yang diberikan, semakin lama berobat kecenderungan untuk terjadi kebosanan atau tetidakteraturan berobat semakin tinggi, sehingga mempengaruhi kesembuhan penderita TB BTA positif, (Manaf, 1995). Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) yang dapat bersikap tegas untuk mengawasi penderita dalam meminum obat. Selain itu, ketaatan penderita dalam memeriksakan ulang dahaknya pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan sangat penting dilakukan karena hal tersebut bertujuan untuk menilai hasil pengobatan apakah sembuh atau gagal, (Depkes RI, 2004).
1.2 Perumusan Masalah
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ketiga terbanyak di dunia setelah India dan Cina. Pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency). Ini disebabkan banyaknya penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif). Diharapkan dengan strategi DOTS angka kesembuhan dapat ditingkatkan yaitu mencapai target 85%. Pada tahun XXXX, di X angka kesembuhan baru mencapai 69,1% dan di kecamatan Palmerah baru mencapai 64,6%. Masih rendahnya angka kesembuhan tersebut dibandingkan dengan target nasional dan belum diketahuinya gambaran epidemiologi penderita TB paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan Palmerah pada tahun XXXX maka perlu diteliti lebih jauh tentang faktor-faktor penyebab kesembuhan penderita tersebut.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran epidemiologi penderita Tuberkulosis Paru BTA positif tahun XXXX dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesembuhannya di puskesmas wilayah Kecamatan X?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umun
Mengetahui gambaran epidemiologi penderita TB paru BTA positif tahun XXXX dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhannya di puskesmas wilayah Kecamatan X.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran kasus dan hasil akhir pengobatan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
2. Mengetahui gambaran epidemiologi penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX berdasarkan karakteristik penderita di puskesmas wilayah Kecamatan X.
3. Mengetahui hubungan antara usia penderita dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
4. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin penderita dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
5. Mengetahui hubungan antara tipe penderita dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
6. Mengetahui hubungan antara keteraturan berobat penderita dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
7. Mengetahui hubungan antara kepatuhan memeriksa dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
8. Mengetahui hubungan antara keberadaan pengawaas meminum obat (PMO) dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
9. Mengetahui hubungan antara kategori PMO dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
10. Mengetahui hubungan antara jarak tempat tinggal penderita terhadap puskesmas dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk Dinas Kesehatan X sebagai masukan untuk perbaikan dalam menjalankan program penaggulangan Tuberkulosis dan meningkatkan angka kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif.
1.5.2 Bagi orang lain yang membaca semoga menjadi tambahan pengetahuan tentang faktor yang berhubungan dengan kesembuhan penderita TB paru BTA positif dan dengan informasi ini diharapkan penderita lebih termotivasi untuk sembuh.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diambil dari formulir TB-01 yang ada di unit pelayanan kesehatan yang melaksanakan program DOTS di puskesmas wilayah Kecamatan Palmerah. Karena angka kesembuhan tuberkulosis paru sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dalam program penanggulangannya dan angka kesembuhan di Kecamatan Palmerah masih jauh dari target, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran epidemiologi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesembuhan penderita tuberkulosis paru BTA positif tahun XXXX di puskesmas wilayah Kecamatan X.