College Night: Free College Preparation Series

Information for Parents and Teens

College Night Series

Warner Library in Tarrytown, NY, is partnering with Kaplan to offer "College Night"  a free college preparation series in February.  Parts 1 and 2 of the four part program for parents and teens include:

1. ACT vs SAT - Kaplan explains the difference between the ACT and SAT
Thursday, February 4, 5pm- 6:30pm

2. The Campus Visit - find the question to ask, people to speak with and more
Thursday, February 11, 7pm-8:30pm.

Registration is requested by calling Reference at 914-631-7734 or visiting the Warner library 121 North Broadway, Tarrytown, NY
READ MORE - College Night: Free College Preparation Series

Getting the Lowest Rate Student Loan Consolidation

If you are thinking of consolidating your student loans, one of the most important things is to consider the rates for loans offered. Surely you want the best, and absolutely must be less than the rates which are paid for you already. Consolidation loans not worth it, if not lower interest rates. 'll Wonder how you vote, the lowest student loan consolidation? Here are some tips for you are made.

1. Start with the reviewwith various providers

The first thing to do if you want to know the rates low for a consolidation, is to check with various lenders. If you are looking to consolidate federal loans or private loans, there are a number of different creditors, you can consider. Take a look at other quality lenders. Find out what prices they can offer. By comparing, you will be able to get the best possible price on the consolidation of loans available to students.

2. For Private Consolidation - Credit is the key

If you are consolidating your private student loan, the loan is the key. While the federal government, the consolidation should not be based on your credit card, private consolidation loans. The better the credit card will be the best prices. If you have a bad credit score, you will end up paying more. So if you want to consolidate private loans that do not receive the credit card is certainly the right shape for the best possible prices.

3. Use a good> Loan Calculator

Save Use a good student loan consolidation loans helps you to discover how banks can help a lot. This calculator will help you compare interest rates and payments on your current loan for a new consolidation loan. You can find help to decide whether a consolidation loan to help you save money when prices are offered are really financial savings can result.

READ MORE - Getting the Lowest Rate Student Loan Consolidation

Dylan Sahara, a killer sharpness !

dylan-saharathose looks !



dylan-saharatoday's teen...



dylan-saharathin'n'bold lips...



dylan-saharaa shoulder to kiss on...



dylan-saharaa pelajar SMU for all...



dylan-saharafinally, she found the right path...




Bob Dylan - Blind Willie Mc tell...

17 years old, but you must guess I'm more than 20. Smart. Beautiful. Love arts, fashion, and foods. Nimble. Rebel. Pig-headed. Silly. Ambitious. Extravagant Wow ! Dylana Sahara truly our girl of the week !


Click here to get Dylan Sahara FRESH HOT PICTURES to your inbox !
READ MORE - Dylan Sahara, a killer sharpness !

Help with FAFSA - Financial Aid Forms

Information specific to students and their families

Completing the FAFSA for Financial Aid

The Free Application For Federal Student Aid -FAFSA must be completed every year in order to determine if students are eligible to receive federal student financial aid.  Workshops will be held all across the country throughout the spring to help students and their families to complete these forms.  The following states will sponsor their College Goal Sunday Financial aid sessions on Sunday, January 31, 2010.  Follow these links to get more information on the events held by each state:

Massachusets
Hawaii
Kentucky
Maryland
New Jersey
READ MORE - Help with FAFSA - Financial Aid Forms

Registration opens in February for Penn State Summer Program for High School Students

Penn State University - University Park, Architecture and Landscape Architecture Summer Camp

The Architecture and Landscape Architecture Summer Camp is available for high school students (entering high school freshman through just graduated seniors are eligible to attend).  This Penn State summer camp offers you the opportunity to immerse yourself in the kinds of activities that take place in a university's professional design program in architecture and landscape architecture.  Faculty, alumni, and experienced undergraduate and graduate students will mentor the campers, who will use the facilities of the Penn State School of Architecture and Landscape Architecture.  You can try your hand at computer drafting and design and take part in hands-on building and model-making activities. 
Registraiton:  Opens Mid- February, 2010
Dates:  July 11-15, 2010
Cost:  $745
Residential Program
Contact: Lisa D. lulo (814) 865-3852
READ MORE - Registration opens in February for Penn State Summer Program for High School Students

Magic pipette


I get bored during tests, and I tend to get restless. ("Dr. D, you're making too much noise.")

Kids like routines, and here's mine:

1) Pass out the test bunnies, giant cockroach, praying mantis puppet, and a half dozen felt mice. (Talismans in science class, who would've thunk?)

2) Pass out tests.

3) Pass out pencils. ("It will cost you 5 points." Dr. Deeeeeeeee, no fair..... "Have I ever taken a point away?")

4) Get out the magic pipette.

The magic pipette started out as the magic wand ("magic's" a bit redundant, I suppose), then transmogrified into a magic pipette when I misplaced my wand.

During a test, each child gets to use the magic pipette for one question--it will mysteriously land on the right answer.

It started out as a gimmick by a very bored teacher, but I've kept it because it gives me good information. God forbid, it also gives a few kids an extra few points.

What have I learned?
The most confused kids won't even use it--a hard lesson for me to learn. Children feeling defeated will not take help.

If everyone's using it for the same couple of questions, something's likely wrong with the question.

Kids hate it when they already picked the right answer, even if it was chosen completely at random.

My magic pipette won't ever rival Madeline Hunter, but for a few kids, giving away an answer serves as an act of kindness in a world that increasingly frowns on such.




My felt mice and test bunnies are handmade by Jessica Pierce.
If you are easily offended, avoid "Bunnies What Swear" category.

READ MORE - Magic pipette

Manajemen Dalam Pendidikan

A. Latar Belakang Masalah

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per kepala yang menunjukkan, bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara
READ MORE - Manajemen Dalam Pendidikan

Komunikasi dalam Manajemen Pendidikan

Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan sarana untuk terjalinnya hubungan antar seseorang dengan orang lain, dengan adanya komunikasi maka terjadilah hubungan sosial, karena bahwa manusia itu adalah sebagai makluk social, di antara yang dengan yang lainnya saling membutuhkan, sehingga terjadinya interaksi yang timbalk balik.


Dalam hubungan seseorang dengan orang lain tentunya terjadinya
READ MORE - Komunikasi dalam Manajemen Pendidikan

Administrasi Pendidikan dan Manajemen Pendidikan

Untuk lebih memahami administrasi dan manajemen kita harus lebih memahami administrasi dan manajemen, ketika didalam kehidupan tidak adanya interaksi yang terjadi tidak berjalan dengan baik. Begitupun, administrasi dan manajemen organisasi dapat berjalan dengan baik dan benar.


Tidak ada satu hal untuk abad modern sekarang ini yang lebih penting dari administrasi (Charles A Beard).
Beberapa
READ MORE - Administrasi Pendidikan dan Manajemen Pendidikan

Administrasi Pendidikan Dalam Profesi Keguruan

Administrasi Pendidikan Dalam Profesi Keguruan merupakan kegiatan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dalam bidang administrasi. Ilmu pengetahuan, teori belajar dan ketrampilan yang dilaksanakan bertujuan jangka panjang yaitu agar tenaga administrasi, manajemen maupun mengembangkan ilmu yang telah dipelajari dan dipraktekkan di sekolah.

A. Latar Belakang
Pengembangan diri merupakan
READ MORE - Administrasi Pendidikan Dalam Profesi Keguruan

Hakekat Manusia Dalam Pandangan Manajemen

Dalam manajmen, yaitu kegiatan mengtur dan memadukan sumberdaya yang ada sehinggatercipta pembahasan yang terdahulu kita telah melakukan eksplorasi terhadap Organisasi, Administrasi, Manajmen, serta Kepemimpinan. Organisasi, adalah sekumpulan individu yang terkait oleh kesamaan tujuan sehingga menciptakan kerjasama diantara mereka. Keseluruhan kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dalam
READ MORE - Hakekat Manusia Dalam Pandangan Manajemen

Ruang Lingkup Administrasi dan Manajemen

Dalam menunjang kelancaran terjadinya proses belajar-mengajar dalam dunia pendidikan diperlukan sebuah administrasi dan menajemen yang baik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diharapkan. Administrasi yang dimaksudkan adalah proses secara keseluruhan yang tujuannnya secara bersama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tujuan yang lebih baik.

Sedangkan Manajemen yang
READ MORE - Ruang Lingkup Administrasi dan Manajemen

Konsep Organisasi, Administrasi dan Manajemen

Manusia adalah homo administratikus ( Siagian, 1990 ). Pernyataan ini berarti manusia adalah makhluk yang selalu malakukan kegiatan Administrasi. Didalam kehidupannya, manusia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beragam ditambah oleh kecenderungan manusia yang selalu tidak puas memaksa manusia untuk bekerja dan terus bekerja.

Naluri manusia sebagai makhluk
READ MORE - Konsep Organisasi, Administrasi dan Manajemen

Administrasi Pendidikan dan Penggunaan Teknologi Informasi sebagai Sarana Administrasi

Latar Belakang

Selama ini adminitasi hanya dipandang sebagai kegiatan tulismenulis belaka Pandangan orang demikian ini tentu bukan tidak beralasan. Secara phisik kegiatan admninistasi memang banyak didominasi dalam kegiatan tulis menulis, baik menggunakan tangan, alat tulis, mesin ketik atau komputer. padahal banyak teori yang mengatakan kegiatan administrasi lebih dari pada itu. Bahkan ada
READ MORE - Administrasi Pendidikan dan Penggunaan Teknologi Informasi sebagai Sarana Administrasi

Manajemen Sekolah Dalam Manajemen Inklusif

Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah perlu didukung kemampuan manajerial Kepala Sekolah. Kepala Sekolah hendaknya berupaya untuk mendayagunakan sumber-sumber, baik personal maupun material, secara efektif dan efisien guna menunjang tercapainya tujuan pendidikan di sekolah secara optimal.

Manajemen sekolah akan efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia
READ MORE - Manajemen Sekolah Dalam Manajemen Inklusif

Student loans and Federal Family Education Loan Program

By an Act of Congress, founded in 1965 and started in 1966, the Federal Republic of Family Education Loan Program (FFELP) is a partnership program between the Federal Government and private lending institutions and program, the roof of the loans Stafford, Perkins loans and PLUS loans to students include. As there were accepted as half trillion dollars disbursed through this program.

The funds for the program through a network of independent banks, credit unions and other financial resourcesInstitutions and banks tend to make them happy, funds are available, what is usually an area of high credit risk, since the loans are (in most if not all), accepted by the federal government. In about five per cent of cases, private guarantor would be involved with loan defaults and are able to make implementation of the federal government for at least partial reimbursement.

The majority of funds are for subsidized and unsubsidized Stafford loans. In the case of low-interest loans from the federal government pays interest on the loans, while students attending classes full time (s) for up to six months after graduation, whereas in the case of loans d ' honor subsidy for the payment of interest on their loan liability. The interest is usually the non-subsidized loans a student is attending full time education (and refunded) for up to six months after graduation, but the value addedBoring.

The other program offers extensive resources is the PLUS student loan program, which has been developed, which allow them to borrow, on behalf of their children. This program was expanded in 2006 and is now university students and professionals. The program PLUS student loan is an increasingly important financing college in those days.

The application to the Federal Family Education Loan Program, are generally using the FreeApplication for aid (FAFSA) application form, which is the loan officer at the university, for which the student was expected and accepted. The applications are then reviewed and granted loans based on information provided and the availability of funds for disbursement.

Loans are generally paid at least twice a year (depending on the academic calendar of the College) was followed and it is for most of the loans are usually paid directlyto cover the College of tuition and fees, the rest will be considered payment for the student or parents, less taxes.

In most, but certainly not in all cases pay a fee of around 4%, resulting from administration of 3%, or "origin", and a share 1% of insurance claims. It is not uncommon, but higher fees charged and therefore it is important to ask for the fee and, if necessary, the conditions for applying for student loans.

READ MORE - Student loans and Federal Family Education Loan Program

About

About

Thanks for  visiting our site. We strive to offer thorough  reviews and information on definisi-pengertian.blogspot.com| Definisi dan Pengertian. This site was created to help you  easily get information about Pendidikan, Sains, Pembelajaran , Pengertian, arti dan Definisi.

Contact Us
Thanks for your interest in definisi-pengertian.blogspot.com. We appreciate your feedback and
READ MORE - About

Privacy Policy

Privacy Policy

If you require any more information or have any questions about our privacy policy, please feel free to contact us by email at wawanjunaidi@rocketmail.com.

At definisi-pengertian.blogspot.com, the privacy of our visitors is of extreme importance to us. This privacy policy document outlines the types of personal information is received and collected by
READ MORE - Privacy Policy

"Arne, you're doing a heckuva job...."


Poor little rich kid.

Mr. Duncan is going to take a lot of flak for his Katrina komment, joining the Brownie School of Fixing by Diaspora, but he's already getting blog-flogged for that.

No, I'm more interested in the psychology of Duncan Dogooder, trying to anticipate how much damage this poor little rich kid is going to inflict on public education before he rides into the sunset, reading The Little Engine That Could to budding embryos in a Chicago church basement.

There are going to be a lot more losers than winners.
I know my popularity's going to plummet.


What an odd thing to say.

While I agree, Arne, that your playground popularity right now rests on the dollars you're tossing on the asphalt, I find it telling that your popularity plays into this at all.

Madeline Levine, a clinical psychologist, notes that children who were "indulged, coddled, pressured and micromanaged on the outside...appeared to be inadvertently deprived of the opportunity to develop an inside."

Let's see. Child of professor. Pro ("The Cobra") athlete. Home for a year mid-college to work in his mother's tutoring center.

More from Dr. Levine:
I think there's been a real ratcheting up of materialism, as opposed to an emphasis on making connections with people. Competition counts more than cooperation.

We don't need hurricanes and poor little rich kids to fix our schools. We need communities.

Community is an old word, and a good one. Communis. Shared by many.

New Jersey's RttT application is flawed enough to catch the Washington Post's attention. While we could certainly use the money, I am proud we did not completely capitulate to the whims of a manchild whose life has been framed by a fishbowl.

Until Arne can tell me how many squirrels live on the Bloomfield Green, that poor little rich kid can kiss my arse. He's taken class warfare to W's level.

Heckuva job, Arne.




Kudos to Mike Klonsky's SmallTalk Blog for pointing out the original quote.
READ MORE - "Arne, you're doing a heckuva job...."

Aura Kasih, the different angles...

aura-kasihas fresh as lemonade!



aura-kasihas hot as inferno!



aura-kasihas flamboyant as tante...



aura-kasihas wild as teenagers...



Mari bercinta - Aura Kasih

Aura Kasih, too many blogs presents her photos, bit she worth to present and yes, MIMITMAMATKU! is one of 'em ! As Aura is a combination for wild,unique and sexy in one container.

Therefore, for you guys, the Aura Kasih worshippers out there...pls watch your health, mostly your mind's health. She can drive you crazy in one blink of an eye !


Click here to get MIMITMAMATKU FRESH HOT PICTURES to your inbox !
READ MORE - Aura Kasih, the different angles...

Student Loan Forgiveness Programs for Graduates

Student loans are often required to finance a college education. However, many graduates find it difficult to repay student loans after graduation.

Although there is a grace period of six months before graduates must begin repaying the loans in today's job market, it may take longer to secure employment and new graduates often start at low salaries make it difficult to repay loans for students.

Student loan forgiveness programs are officially forgiven "all or part of the loan amount, which means that this amount must be repaid. There are programs for student loan forgiveness for teachers, nurses, doctors, lawyers and other professionals.

Student loan forgiveness is available for teachers, working full time in an elementary school and secondary schools in low-income communities. Many education majors and other preparations for the teaching profession to borrow Perkins. If a teacher meets certainQualifications, it may be possible to cancel the entire loan Perkins. Perkins Loans are provided by individual colleges or universities are available, so that graduates should contact the university's financial aid office to obtain information about debt reduction .

Heath care professionals and physicians to benefit from the programs of student loan forgiveness. Working in low-income communities or areas with a shortage of medical personnel is one wayQualifications for some programs. Health professionals may also return a certain amount on their behalf, if you pursue medical research available through a special program of the U.S. National Institutes of Health.

Graduates from a variety of disciplines may consider the Americorps and Peace Corps volunteers, educational loan forgiveness programs. Americorps volunteers help in many areas of community service receive an education award of $ 4725 for one year full-time service maywill be to repay loans for students.

Peace Corps volunteers are for the cancellation of 15 percent of their student loan balance for each year of service in the Peace Corps into account. Further education and financial services available.

If you have a large student loan balances, verify in many student loan forgiveness programs available in the field of employment and volunteering, which can help reduce debt.

READ MORE - Student Loan Forgiveness Programs for Graduates

PBDE's and the Mary Beth Doyle Act

We are awash in strings of vague capital letters--and it's easy, so easy, to gloss over them like names in a Russian novel.

BPAs, PCBs, PBDEs--yawn....

The PBDEs get the stage this week--flame retardants found in just about everything. Now while I am (mostly) rational, and while I frown on babies in flaming pajamas, seems that the PBDEs designed to protect the little people may prevent the little people from ever arriving.

Looks like PBDEs are fecundability busters.

My sister knew PBDEs were a problem years ago, worked hard to get them banned in Michigan, and she (with many others) did just that.

"The Mary Beth Doyle PBDE Act" got two forms of PBDE banned in Michigan back in 2004, not long after she was run off the road by a devout Christian missionary, who later assured me her death was all part of God's plan; this week the Michigan assembly added a third form of PBDE to the act.

Mary Beth was not a professional scientist, but she was a keen observer. She danced through life. If I could teach anything in science class, it would be how to open your senses to the world. She did just that.



So here's a Mary Beth story, lifted word for word from a friend of hers, Darrin Gunkel. She changed a small corner of the world by her sheer will and her fearlessness, and this story serves her memory well.

Twenty years ago today, Mary Beth and I arrived in the fabled Hunza Valley, the model for Shangri-La, in northern Pakistan. We stayed in a town on a cliff 4,000 feet above the valley floor, in a hotel that cost about 5 bucks with a view of 4-mile-tall Himalayan peaks. The poplars lining irrigation canals – brimming with pearly and opalescent glacier runoff, feeding stone terraces of apricot wheat, mulberry, grapes – had just come to full flame. An orange and yellow hearth fire lapping at the feet of the mountains 18,000 feet high, capped in blue glaciers.The altitude started getting to me. So, Mary Beth took a walk.

A few hours later, she came back, her fancy scarf from the Sindh – the one with real silver threads, presented to her by relatives of the mayor of the town of Khaipur – traded in for one of the rough cotton veils Hunza women wear working their terraced fields.

“I traded my scarf! And got some presents!!” She was carrying a huge bunch of grapes and a loaf of bread that smelled like a fire place and was so dense, huge, and nutritious it took us a week to finish off.

“I met some farmers! Check it out!” She’d spent the afternoon in the compound of a Hunza family, a rare privilege. “They all thought I was insane once I got them to understand I wasn’t lost. Kept asking ‘where’s your husband? (in this medieval world, it was just easier, and more sensible, to claim we were married)
Why did he let you come here alone?’ How the fuck am I supposed to explain I’m the one who dragged my ‘husband’ to Pakistan.” (Coming here was Mary Beth’s idea. That’s another story.)

She was glowing from the encounter. Not a lot of people are served tea in the kitchens of Hunzakot matriarchs. Not a lot of people are like Mary Beth. Travel is like being a rock star in that to succeed,
it takes a certain talent – the kind Mary Beth possessed in spades, wheel barrows, truck loads full.

Later, we shared this experience: that evening, Hunza was celebrating an Ismaili Muslim festival. After sundown, people scaled the surrounding mountains and set bonfires. As the peaks faded into the night, the whole valley – dozens of miles long, and thousands of feet deep – came alive with bonfires. The sight left even MB speechless. Unforgettable stuff like this made Pakistan her favorite location of the whole year we spent in Asia.


Mary Beth, who I miss more than life itself, was thrilled I decided to become a teacher.

She was no Pollyanna, and knew as well as anyone where we're headed in our current madness, but she danced easily knowing she was part of this wonderful whatever were living through, and she did what she could to make it better.

A terrible landslide devastated the Hunza Valley earlier this month; you probably did not hear of this, no reason to.

We have been bombing tribal villages using drones, aircraft without faces.

If one student of mine wanders happily around this planet because of something that happens in Room B362, I'd say I've done good. I'm not Mary Beth, but I was her big brother.

Who knows who I may be shepherding in class....



"Who's That Girl" was written by Dick Seigel for Mary Beth.
And I'll be poking Darrin for permission when I get roundtuit,
READ MORE - PBDE's and the Mary Beth Doyle Act

Training costs $ 40k - Hispanic no debt, no Student Loans

Course to keep rates through the roof! No wonder that many Hispanics do not finish in a position of higher education. Hispanic College ready to do so with a huge amount of student loans. The truth is that many close scientifically, but may not be financially able to pay for the next semester. Therefore, Hispanics tend to borrow more money from the state. To be honest, this is why the government is willing to give more money to Hispanics.

Borrowing money is always aOption for Hispanic students. It 'scary, the amount of money borrowed is to think of each semester by students in high schools and universities. It 'as nobody is willing to work and save for what they want more. Yes, that is, education is an investment, but do not invest their money for the money banks. I can not explain all the feeling of finishing college and grade school with zero debt, no loans for students, not Sallie Mae. I have my paycheck now to maintain theirawesome.

It was always awesome? No, I hated having to pay large sums of money, because they do not receive scholarships and grants. I hated to save, but only to raise funds for the school to pay, if all the other cars in Nice and pretty clothes and the latest gadgets and computer era.

The only science that was from an external source through the Hispanic Scholarship Fund (http://www.hsf.net) To advertise, I had to run full time, so I signed for three undergraduate courses and IWorking full time and works as a youth pastor in a local church. This was the busiest moment of my life and I did just for the opportunity to receive a scholarship. A day in the mail when it's time to pay my tuition, I received a check for Hispanic Scholarship Fund in the amount of $ 2,500 made out to me. E 'was made available on Target Corporation (http://www.target.com) and now have a Hispanic customer for Life.

Students graduate with no debt in reality? Ifto work while in school and apply to all grants and can do so, it could happen. I just know that when I was a child, I will open a savings account for the child, education, so that they do not work as hard as I still have.

READ MORE - Training costs $ 40k - Hispanic no debt, no Student Loans

College Goal Sunday - Assistance with FAFSA Completion and College Financial Aid

College Goal Sunday

College Goal Sunday is a statewide volunteer program that provides free information and assistance to students and families who are applying for financial aid for post secondary education.  College Goal Sunday brings together financial aid professionals from colleges and universities along with other volunteers to help college-bound students and their families complete the FAFSA (Free Application for Federal Student Aid).  This form is required for any student seeking federal and state financial aid, including grants and loans at all colleges in the country.

New Jersey College Goal Sunday
Sunday, January 31, 2010
Time:  1:00pm - 4:00pm

Sites Newark, Jersey City, Paterson , Elizabeth, Camden, Trenton, New Bruswick, Ocean County, Monmouth County

Assistance Available at Site:
Adult / Non -Traditional Student Concerns
FAFSA on the web
Foster & Homesless Youth
Grants / Scholarships
Loan / Borrowing
One-on-One assistance
Transfer and Continuing Education Students
Translation Service

For more information contact the New Jersey site coordinator:

Lissa Anderson
Financial Aid Office Solutions, LLC
lissalba@verizon.net
READ MORE - College Goal Sunday - Assistance with FAFSA Completion and College Financial Aid

Peran Administrasi Bisnis Dalam Pembangunan Bangsa

PERAN ADMINISTRASI BISNIS DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
Studi administrasi bisnis bukan merupakan suatu bidang yang baru, melainkan telah dikenal sejak lama; dahulu barangkali masih dinamakan administrasi niaga. Akan tetapi, posisi ilmu administrasi bisnis dewasa ini kerap menjadi rancu, seolah-olah terjadi over-lapping dengan ilmu manajamen. Inilah tema yang  ingin dikupas dalam tulisan singkat ini.
READ MORE - Peran Administrasi Bisnis Dalam Pembangunan Bangsa

Makalah Pentingnya Administrasi Pendidikan

PENTINGNYA ADMINISTRASI PENDIDIKAN
A.    Pendahuluan

     Kebanyakan orang berpendapat bahwa administrasi hanya dianggap sebagai kegiatan tulis-menulis dan pembukuan keuangan. Pandangan tersebut  kadang-kadang ada benarnya juga dan bukan tidak beralasan. Secara fisik dan kenyataannya  kegiatan admninistasi memang dilakukan  dalam praktek  tulis menulis, baik menggunakan tangan, alat  tulis,
READ MORE - Makalah Pentingnya Administrasi Pendidikan

Makalah Pentingnya Administrasi Pada Manajemen Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

     Adminiatrasi suatu lembaga pendidikan merupakan suatu sumber utama manajemen dalam mengatur proses belajar mengajar dengan tertib sehingga tercapainya suatu tujuan terpenting pada lembaga pendidikan tersebut. Yang sangat diperlukan oleh para pelaku pendidikan untuk melakukan tugas dan profesinya. Kepala Sekolah dan guru disekolah sangat memerlukan
READ MORE - Makalah Pentingnya Administrasi Pada Manajemen Pendidikan

Dasar-Dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Pendidikan Administrasi

A. Pengertian Administrasi Pendidikan
     Untuk dapat memahami administrasi pendidikan secara keseluruhan maka perlu terlebih dahulu membahas titik awal pengertian tersebut, yaitu administrasi. Pengertian administrasi ini akan merupakan tumpuan pemahaman administrasi seutuhnya.

     Kini administrasi itu telah mengalami perkembangan yang pesat sehingga administrasi ini mempunyai pengertian atau
READ MORE - Dasar-Dasar dan Tujuan Serta Ruang Lingkup Pendidikan Administrasi

Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen

BAB IPENDAHULUAN
      Dalam menunjang kelancaran terjadinya proses belajar-mengajar dalam dunia pendidikan diperlukan sebuah administrasi dan menajemen yang baik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang diharapkan. Administrasi yang dimaksudkan adalah proses secara keseluruhan yang tujuannnya secara
bersama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan tujuan yang lebih baik.

READ MORE - Dasar-Dasar Administrasi dan Manajemen

Administrasi Pendidikan

BAB I
DASAR ADMINISTRASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Administrasi Pendidikan

Berdasarkan etimologi “administrasi” berasal dari bahasa latin yang terdiri dari “ad” artinya intensif dan “ministrare” artinya melayani, membantu atau mengarahkan. Jadi pengertian administrasi adalah melayani secara intensif. Dari perkataan “administrare” terbentuk kata benda “administrario” dan kata “administrauus” yang
READ MORE - Administrasi Pendidikan

High School Students: Cheyney University Open House

Cheyney University Spring Open House
Information for students, parents, counselors and pre-college professionals
March 26, 2010      9:00am
Cheyney University, PA (Just shy of one hour outside Philadelphia)

Campus Tours, Academic / Student Service Fair, Entertainment, and Lunch.

On Site Admission:  You are encouraged to bring a complete application, official high school transcript, SAT or ACT scores, 2 letters of recommendation and the $20 application fee for a decision on site.

For additional information call 610-399-2275 or 1-800-Cheyney ext 2275
READ MORE - High School Students: Cheyney University Open House

Student Loan Consolidation: The Good, Bad and the Ugly

With costs of entry on the increase throughout the country, has become increasingly necessary for students to focus on debt in an effort to make their conclusion. Student loans, but it is often difficult to make students, especially when one considers that even with Graduates of this income is usually a bit 'lower then their ultimate earning potential. In these circumstances, student loan consolidation is a viable option for many recent collegeTo pursue graduation.

How Student Loan Consolidation Works

Student loan consolidation consolidation works like most programs. A creditor is only through the various loans you have accumulated, like Stafford, Perkins, HEAL, NSL, and private loans. While conditions and reimbursement vary between different banks to pay off a loan consolidation company, all these loans and provide a single, usually more Term of the loan. What does this mean in practice is that, rather than to repay a loan in 3 years, the others are set to 5, and another 10 or with a loan interest rate and a ' other variables, all your loans compiled into a single system. Then you can negotiate with the lender consolidation loan, about how the loan. In general, students choose a repayment plan of 10 to 30 years. Naturally, the longer the duration of> Loans, lower the monthly payment.

Why consolidate?

If your student loan gives you the ability to stretch the payments in order to take the benefits of your future earning capacity. E 'useful to think of students who achieve more than the advancement of their careers, and by lengthening the repayment period, which will not pay their loans, while its revenue in its deepest point. Another advantage of Student loan consolidation programs is that they take a lot of confusion and problems for students to repay the loan. To have graduates with loans from a variety of public and private funding, in keeping with the unique conditions of each loan is often a nuisance other. For these reasons, the consolidation is a very popular option. But that does not mean that it is not without cost.

Why not consolidate?

> Loan consolidation of a variety is so attractive because they may require for lenders, a relatively high "consolidation" fees. While the student loan consolidation is better regulated forms, loan consolidation companies still succeed, add a little 'the principle of the loan (which will ultimately return) in the form of taxes. One way to avoid this is to insist that you must pay for the opportunity toAll rates of consolidation ahead. This way you can guarantee that you will at least know the amount of taxes that are imposed on you. Another problem with consolidation loans is that extending the term of the loan (5 to 15 years) to tell you drastically increase the amount of interest payable on the loan. Your interest to accumulate on your loan over time. This means that the longer the loan, the moreInterest accumulates. Many students fail in this relationship, since focusing only on the rate of interest, and did not pay the total amount of interest during the term of the loan.

Student loan consolidation is a valuable tool for students who defer their repayments until they earn more or for those who find the harassment too many of its loans, they also want to be a nuisance. E 'for young graduates, however, believe thatthese advantages, no matter what you think because the lender does not come without negative trade-offs. This is well known that both the positives and negatives of student loan consolidation, you can use a level of education, whether or not to make decisions about student loan consolidation is the right solution for you.

READ MORE - Student Loan Consolidation: The Good, Bad and the Ugly

Pengertian Seni

Pengertian Seni
Kata “seni” adalah sebuah kata yang semua orang di pastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda. Konon kabarnya kata seni berasal dari kata “SANI” yang kurang lebih artinya “Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa”. Mungkin saya memaknainya dengan keberangkatan orang/ seniaman saat akan membuat karya seni, namun menurut kajian ilimu di eropa mengatakan “ART” (
READ MORE - Pengertian Seni

Pengertian Estrogen

Pengertian Estrogen
Estrogen adalah hormon seks yang umumnya diproduksi oleh rahim wanita yang merangsang pertumbuhan organ seks anak perempuan, seperti halnya payudara dan rambut kelamin, dikenal sebagai karakteristik seks sekunder. Estrogen juga mengatur siklus menstruasi. Pada kebanyakan wanita, hormon indung telur tidak memainkan peran yang penting dalam gairah seks mereka. Dalam sebuah
READ MORE - Pengertian Estrogen

Student Loans Consolidation

If the concept of consolidation of debt was issued, it came as a relief for the many people who are already drowning in debt for many years. The same process of consolidation is also available for student loans now, and certainly worked well for all those who for many of them, both private and has also signed a federal level.

When credit is a good idea because it helps to keep your payments, organized, and can also reduce the amount ofmust pay each month, because if you consolidate your loan, you are only working with one interest rate, but many who are faced with when you have a series of loans.

If an investigation of consolidation, you must provide your potential lender a few questions. What you should also ask what is the life of your loan, the maximum rate of interest is, and if you pay taxes to rise. Also make sure that it is not No prepayment penalties.

Note that you can consolidate all non-government loans and private. Loan consolidation also means that while you were at a lower interest rate, you are extending the life of your loan that you pay at the end, with maybe even more than lived with the current configuration of the credit. If you use other options to pay the loan, then you should probably think twice before borrowing> Consolidation, otherwise you should use the process of looking for ways to consolidate your student loans.

READ MORE - Student Loans Consolidation

Makalah Respirasi Sel

PENDAHULUAN
     Didalam tubuh manusia dan kebudayaan hewan, energi kimia yang tersimpan dalam makan tidak dapat digunakan secara langsung, kecuali setelah dioksidasi terlebih dahulu. Dalam hal ini, sel-sel tubuh memerlukan oksigen untuk mengoksidasi (membakar) bahan makanan sehingga menghasilkan sejumlah energi. Proses menghasilkan energi melalui oksidasi bahan makanan didalam sel-sel tubuh
READ MORE - Makalah Respirasi Sel

Makalah Fawatihus as Suwar

Fawatihus as suwar

A. Pendahuluan

     Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat kepada kita semua dan shalawat beserta salam senantiasa kita curahkan kehadirat nabi Muhammad saw beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya yang setia pada sunahnya sampai ahkir jaman Amin ya rabbal ‘alamin.
Allah swt menurunkan al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia yang
READ MORE - Makalah Fawatihus as Suwar

Makalah Peran Logika Dalam Filsafat

 BAB I

PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG

        Popkrin dan Stroll menguraikan lebih dahulu perbedaan – perbedaan antara etika metafisika lalu masuk logika sebagai bagian dari pada filsafat. Bila seorang memikirkan persoalan tingkah laku , maka ia akan masuk filsafat dalam bidang fisika,tetapi jika memperhatikan tentang cara berpikir itu sendiri maka yang
dimasukinya adalah dunia filsafat dalam
READ MORE - Makalah Peran Logika Dalam Filsafat

Akal Dan Bahasa Dalam Filsafat

BAB 1PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

     Makalah ini kami buat berdasarkan atas materi lanjutan dari dosen kami yang akan menjadi bahan diskusi kami dalam presentasi berikutnya, dan kami membuat makalah ini tidk semata-mata hawnya untuk mencari nilai akan tetapi kami berharap agar kami bisa menguasai penuh materi filsafat tersebut khususny mengenai akal dan bahasa dalam filsafat itu sendiri.
READ MORE - Akal Dan Bahasa Dalam Filsafat

Bipalychaetorsonectomy



"It has always seemed strange to me," said Doc. "The things we admire in men, kindness and generosity, openness, honesty, understanding and feeling are the concomitants of failure in our culture. And those traits we detest, sharpness, greed, acquisitiveness, meanness, egotism and self-interest are the traits of success. And while men admire the quality of the first they love the produce of the second."

John Steinbeck, Cannery Row




My kids can use electronic media--I get that.
They have access to tons of information--I get that, too.
The Finns are kicking our educational buttocks--no need to keep screaming, I hear you.

I teach biology, but more importantly, I teach kids how to see. How to listen. Touch. Sniff. (I draw the line at licking, for safety reasons.)

Arne's Race to the Top presumes a narrow (and ultimately destructive) world view. A decent course in biology, if it focuses on the art of observing life, presumes a wide open (and ultimately unknowable) universe.

It's tough impossible to reconcile the two.

The hero of Cannery row is a scientist. Steinbeck saw the world as a scientist. I would love to introduce Steinbeck to my lambs.

Because of constraints on time, time spent honing for the state test looming in May, I cannot.

Take a look at what we are doing to our children in public schools, and tell me which qualities we are promoting. I'm not looking to create "products." At 15, kids are still human.

I'd like them to stay that way.









Leslie took the photo in Galway, Ireland.
READ MORE - Bipalychaetorsonectomy

ISTISHHAB SEBAGAI SEBUAH PIJAKAN HUKUM DALAM USHUL FIQIH

ISTISHHAB SEBAGAI SEBUAH PIJAKAN HUKUM DALAM USHUL FIQIH

OLEH:Karyanto Wibowo dan Muhammad Ikhsan

Pengantar

Tidak diragukan lagi bahwa Syariat Islam adalah penutup semua risalah samawiyah, yang membawa petunjuk dan tuntunan Allah untuk ummat manusia dalam wujudnya yang lengkap dan final. Itulah sebabnya, dengan posisi seperti ini, maka Allah pun mewujudkan format Syariat Islam sebagai syariat yang abadi dan komperhensif.

Hal itu dibuktikan dengan adanya prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang ada dalam Islam yang membuatnya dapat memberikan jawaban terhadap terhadap hajat dan kebutuhan manusia yang berubah dari waktu ke waktu, seiring dengan perkembangan zaman. Secara kongkrit hal itu ditunjukkan dengan adanya dua hal penting dalam hukum Islam: (1) nash-nash yang menetapkan hukum-hukum yang tak akan berubah sepanjang zaman dan (2) pembukaan jalan bagi para mujtahid untuk melakukan ijtihad dalam hal-hal yang tidak dijelaskan secara sharih dalam nash-nash tersebut.

Dan jika kita berbicara tentang ijtihad, maka sisi ra’yu (logika-logika yang benar) adalah hal yang tidak dapat dilepaskan darinya. Karena itu, dalam Ushul Fiqih –sebuah ilmu yang “mengatur” proses ijtihad- dikenallah beberapa landasan penetapan hukum yang berlandaskan pada penggunaan kemampuan ra’yu para fuqaha. Dan salah satunya adalah istishhab yang akan dibahas dan diuraikan secara singkat dalam makalah ini.

Wallahul muwaffiq!





Definisi Istishhab

Istishhab secara bahasa adalah menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan sesuatu.[1] Jika seseorang mengatakan:
استصحبت الكتاب في سفري

maka itu artinya: aku membuat buku itu ikut serta bersamaku dalam perjalananku.

Adapun secara terminologi Ushul Fiqih, -sebagaimana umumnya istilah-istilah yang digunakan dalam disiplin ilmu ini- ada beberapa definisi yang disebutkan oleh para ulama Ushul Fiqih, diantaranya adalah:

1. Definisi al-Asnawy (w. 772H) yang menyatakan bahwa “(Istishhab) adalah penetapan (keberlakukan) hukum terhadap suatu perkara di masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan (hukum tersebut).”[2]

2. Sementara al-Qarafy (w. 486H) –seorang ulama Malikiyah- mendefinisikan istishhab sebagai “keyakinan bahwa keberadaan sesuatu di masa lalu dan sekarang itu berkonsekwensi bahwa ia tetap ada (eksis) sekarang atau di masa datang.”[3]

Definisi ini menunjukkan bahwa istishhab sesungguhnya adalah penetapan hukum suatu perkara –baik itu berupa hukum ataupun benda- di masa kini ataupun mendatang berdasarkan apa yang telah ditetapkan atau berlaku sebelumnya. Seperti ketika kita menetapkan bahwa si A adalah pemilik rumah atau mobil ini –entah itu melalui proses jual-beli atau pewarisan-, maka selama kita tidak menemukan ada dalil atau bukti yang mengubah kepemilikan tersebut, kita tetap berkeyakinan dan menetapkan bahwa si A-lah pemilik rumah atau mobil tersebut hingga sekarang atau nanti. Dengan kata lain, istishhab adalah melanjutkan pemberlakuan hukum di masa sebelumnya hingga ke masa kini atau nanti.[4]



Kedudukan Istishhab Diantara Dalil-dalil yang Lain

Banyak ulama yang menjelaskan bahwa secara hirarki ijtihad, istishhab termasuk dalil atau pegangan yang terakhir bagi seorang mujtahid setelah ia tidak menemukan dalil dari al-Qur’an, al-Sunnah, ijma’ atau qiyas. Al-Syaukany misalnya mengutip pandangan seorang ulama yang mengatakan:

“Ia (istishhab) adalah putaran terakhir dalam berfatwa. Jika seorang mufti ditanya tentang suatu masalah, maka ia harus mencari hukumnya dalam al-Qur’an, kemudian al-Sunnah, lalu ijma’, kemudian qiyas. Bila ia tidak menemukan (hukumnya di sana), maka ia pun (boleh) menetapkan hukumnya dengan ‘menarik pemberlakuan hukum yang lalu di masa sekarang’ (istishhab al-hal). Jika ia ragu akan tidak berlakunya hukum itu, maka prinsip asalnya adalah bahwa hukum itu tetap berlaku...”[5]



Perbedaan Pendapat (Ikhtilaf) Ulama dalam Kehujjiyahan Istishhab

Dalam menyikapi apakah istishhab dapat dijadikan sebagai dalil dalam proses penetapan hukum, para ulama Ushul Fiqih terbagi dalam 3 pendapat:

Pendapat pertama, bahwa istishhab adalah dalil (hujjah) dalam penetapan ataupun penafian sebuah hukum. Pendapat ini didukung oleh Jumhur ulama dari kalangan Malikiyah, Hanabilah, mayoritas ulama Syafi’iyah dan sebagian Hanafiyah.

Diantara argumentasi mereka dalam mendukung pendapat ini adalah:

1. Firman Allah:

ÔSTÎ Jð:‚ ñŸY–VK… Á :†WÚ ƒøYš`èRK… JðøVÖXM… †[TÚQW£W™SÚ uøVÕWÆ xyYƆVº ,-SãSÙWÅp¹WTÿ :‚PVMX… ÜKV… fûéRÑWTÿ ZàWTT`~TWÚ `èVK… †_ÚW †[TšéSÉpT©QWÚ `èVK… WØTT`™VÖ w£ÿX¥ÞYž

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Aku tidak menemukan dalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan untuk dimakan kecuali jika adalah bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi...” (al-An’am:145)

Ayat ini –menurut mereka- menunjukkan bahwa prinsip asalnya segala sesuatu itu hukumnya mubah hingga datangnya dalil yang menunjukkan pengharamannya. Hal ini ditunjukkan dengan Firman Allah: “Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Aku tidak menemukan...” . Pernyataan ini menunjukkan bahwa ketika tidak ada ketentuan baru, maka ketentuan lama-lah yang berlaku.[6]

2. Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya syetan mendatangi salah seorang dari kalian (dalam shalatnya) lalu mengatakan: ‘Engkau telah berhadats! Engkau telah berhadats!’ Maka (jika demikian), janganlah ia meninggalkan shalatnya hingga ia mendengarkan suara atau mencium bau.” (HR. Ahmad)

Dalam hadits ini, Rasulullah saw memerintahkan kita untuk tetap memberlakukan kondisi awal kita pada saat mulai mengerjakan shalat (yaitu dalam keadaan suci) bila syetan membisikkan keraguan padanya bahwa wudhu’nya telah batal. Bahkan Rasulullah melarangnya untuk meninggalkan shalatnya hingga menemukan bukti bahwa wudhu’nya telah batal; yaitu mendengar suara atau mencium bau. Dan inilah hakikat istishhab itu.

3. Ijma’.

Para pendukung pendapat ini menyatakan bahwa ada beberapa masalah fiqih yang telah ditetapkan melalui ijma’ atas dasar istishhab. Diantaranya adalah bahwa para ulama telah berijma’ bahwa jika seseorang ragu apakah ia sudah bersuci, maka ia tidak boleh melakukan shalat, karena dalam kondisi seperti ini ia harus merujuk pada hukum asal bahwa ia belum bersuci. Ini berbeda jika ragu apakah wudhu’nya sudah batal atau belum, maka dalam kasus ini ia harus berpegang pada keadaan sebelumnya bahwa ia telah bersuci dan kesucian itu belum batal.[7]

4. Dalil ‘aqli.

Diantara dalil ‘aqli atau logika yang digunakan oleh pendukung pendapat ini adalah:

- Bahwa penetapan sebuah hukum pada masa sebelumnya dan tidak adanya faktor yang menghapus hukum tersebut membuat dugaan keberlakuan hukum tersebut sangat kuat (al-zhann al-rajih). Dan dalam syariat Islam, sebuah dugaan kuat (al-zhann al-rajih) adalah hujjah, maka dengan demikian istishhab adalah hujjah pula.

- Disamping itu, ketika hukum tersebut ditetapkan pada masa sebelumnya atas keyakinan, maka penghapusan hukum itu pun harus didasarkan atas keyakinan, berdasarkan kaidah al-yaqin la yazulu/yuzalu bi al-syakk.



Pendapat kedua, bahwa istishhab tidak dapat dijadikan sebagai hujjah secara mutlak, baik dalam menetapkan hukum ataupun menafikannya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama Hanafiyah.[8]

Di antara dalil dan pegangan mereka adalah

1. Menggunakan istishhab berarti melakukan sesuatu dengan tanpa landasan dalil. Dan setiap pengamalan yang tidak dilandasi dalil adalah batil. Maka itu berarti bahwa istishhab adalah sesuatu yang batil.

2. Istishhab akan menyebabkan terjadinya pertentangan antara dalil, dan apapun yang menyebabkan hal itu maka ia adalah batil. Ini adalah karena jika seseorang boleh menetapkan suatu hukum atas dasar istishhab, maka yang lain pun bisa saja menetapkan hukum yang bertentangan dengan itu atas dasar istishhab pula.



Pendapat ketiga, bahwa istishhab adalah hujjah pada saat membantah orang yang memandang terjadinya perubahan hukum yang lalu –atau yang dikenal dengan bara’ah al-dzimmah- dan tidak dapat sebagai hujjah untuk menetapkan suatu hukum baru. Pendapat ini dipegangi oleh mayoritas ulama Hanafiyah belakangan dan sebagian Malikiyah.[9]

Dalam hal ini yang menjadi alasan mereka membedakan kedua hal ini adalah karena dalil syar’i hanya menetapkan hukum itu di masa sebelumnya, dan itu tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk menetapkan hukum baru di masa selanjutnya.



Tarjih

Dengan melihat dalil-dalil yang dipaparkan oleh ketiga pendapat ini, nampak jelas bahwa dalil pendapat pertama sebenarnya jauh lebih kuat dari dua pendapat lainnya. Istishhab adalah sesuatu yang fitrawi dalam diri manusia, yaitu bahwa jika tidak ada suatu bukti atau dalil yang mengubah hukum atau label pada sesuatu menjadi hukum lain, maka yang berlaku dalam pandangan mereka adalah tetap hukum yang pertama.

Karena itu para fuqaha pun menyepakati kaidah al-yaqin la yazulu bi al-syakk –termasuk yang mengingkari istishhab-, dan kaidah inilah yang sesungguhnya menjadi salah satu landasan kuat istishhab ini. Itulah sebabnya, para qadhi pun memberlakukan prinsip yang sama dalam keputusan peradilan mereka. Dalam hubungan suami-istri misalnya, jika tidak ada bukti bahwa hubungan itu telah putus, maka sang qadhi tetap memutuskan berlakunya hubungan itu seperti yang telah ada sebelumnya.[10]



Jenis-jenis Istishhab

Para ulama menyebutkan banyak sekali jenis-jenis istishhab ini. Dan berikut ini akan disebutkan yang terpenting diantaranya, yaitu:

1. Istishhab hukum asal atas sesuatu saat tidak ditemukan dalil lain yang menjelaskannya; yaitu mubah jika ia bermanfaat dan haram jika ia membawa mudharat -dengan perbedaan pendapat yang masyhur di kalangan para ulama tentangnya; yaitu apakah hukum asal sesuatu itu adalah mubah atau haram-.

Salah satu contohnya adalah jenis makanan dan minuman yang tidak ditemukan dalil yang menjelaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, atau dalil lainnya seperti ijma’ dan qiyas.[11] Untuk yang semacam ini, para ulama berbeda pendapat dalam 3 madzhab:

Pendapat pertama, bahwa hukum asal segala sesuatu adalah mubah, hingga adanya dalil yang menetapkan atau mengubahnya. Pendapat ini dipegangi oleh Jumhur Mu’tazilah, sebagian ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Zhahiriyah.[12]

Dalil-dalil mereka antara lain adalah ayat-ayat al-Qur’an yang zhahirnya menunjukkan bahwa pada dasarnya segala sesuatu itu mubah, seperti:

WéSå ÷Y¡PVÖ@… WÌVÕWž ØRÑVÖ †QWÚ Á X³`¤KKV‚ô@… †_TÅ~YfÙ–

“Dia-lah yang menciptakan untuk kalian segala sesuatu yang ada di bumi.” (al-Baqarah:29)

Ayat ini menunjukkan bahwa semua yang ada di bumi ini untuk dimanfaatkan oleh manusia, dan hal itu tidak mungkin dimanfaatkan kecuali jika hukumnya mubah.

Juga firman-Nya:

“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Aku tidak menemukan dalam apa yang diwahyukan padaku sesuatu yang diharamkan kepada seseorang yang memakannya kecuali jika ia berupa bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi...” (al-An’am:145)

Ayat ini menunjukkan bahwa apa yang tidak disebutkan di dalamnya tidak diharamkan karena tidak adanya dalil yang menunjukkan itu, dan itu semuanya karena hukum asalnya adalah mubah.



Pendapat kedua, bahwa hukum asal sesuatu itu adalah haram, hingga ada dalil syara’ yang menetapkan atau mengubahnya. Pendapat ini dipegangi oleh sebagian Ahl al-Hadits dan Mu’tazilah Baghdad.[13]

Alasan mereka adalah karena yang berhak untuk menetapkan syariat dan hukum adalah Allah saja. Maka jika kita membolehkan sesuatu yang tidak ada nashnya, maka berarti kita telah melakukan apa yang seharusnya menjadi hak prerogatif Sang pembuat syariat tanpa seizin-Nya. Dan ini tidak dibenarkan sama sekali.



Pendapat ketiga, bahwa hukum asal segala sesuatu yang bermanfaat adalah mubah, sementara yang membawa mudharat adalah haram. Pendapat ini dipegangi oleh Jumhur ulama. Dan mereka menggunakan dalil pendapat yang pertama untuk menguatkan bahwa hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah mubah, dan dalil pendapat yang kedua untuk menegaskan bahwa hukum asal sesuatu yang membawa mudharat adalah haram.[14]

Di samping itu, untuk menegaskan sisi kedua dari pendapat ini, mereka juga berlandaskan pada hadits:
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ

“Tidak ada kemudharatan dan tidak (boleh) memberi mudharat (dalam Islam).” (HR. Ibnu Majah dan Al-Daraquthni dengan sanad yang hasan).



2. Istishhab al-Bara’ah al-Ashliyah, atau bahwa hukum asalnya seseorang itu terlepas dan bebas dari beban dan tanggungan apapun, hingga datangnya dalil atau bukti yang membebankan ia untuk melakukan atau mempertanggungjawabkan sesuatu.[15]

Sebagai contoh misalnya adalah bahwa kita tidak diwajibkan untuk melakukan shalat fardhu yang keenam dalam sehari semalam –setelah menunaikan shalat lima waktu-, karena tidak adanya dalil yang membebankan hal itu.

Demikian pula -misalnya- jika ada seseorang yang menuduh bahwa orang lain berhutang padanya, sementara ia tidak bisa mendatangkan bukti terhadap tuduhan itu, maka orang yang tertuduh dalam hal ini tetap berada dalam posisi bebas dari hutang atas dasar al-Bara’ah al-Ashliyah ini.



3. Istishhab hukum yang ditetapkan oleh ijma’ pada saat berhadapan dengan masalah yang masih diperselisihkan.[16]

Salah satu contohnya adalah bahwa para ulama telah berijma’ akan batalnya shalat seorang yang bertayammum karena tidak menemukan air saat ia menemukan air sebelum shalatnya.

Adapun jika ia melihat air pada saat sedang mengerjakan shalatnya; apakah shalatnya juga batal atas dasar istishhab dengan ijma’ tersebut, atau shalat tetap sah dan ia boleh tetap melanjutkannya?

Imam Abu Hanifah dan beberapa ulama lain –seperti al-Ghazaly dan Ibnu Qudamah- berpendapat bahwa dalam masalah ini istishhab dengan ijma’ terdahulu tidak dapat dijadikan landasan, karena berbedanya kondisi yang disebutkan dalam ijma’. Oleh sebab itu, ia harus berwudhu kembali.

Sementara Imam al-Syafi’i dan Abu Tsaur berpendapat bahwa istishhab ijma’ ini dapat dijadikan sebagai hujjah hingga ada dalil lain yang mengubahnya. Oleh sebab itu, shalatnya tetap sah atas dasar istishhab kondsi awalnya yaitu ketiadaan air untuk berwudhu.



Pengaruh Istishhab dalam Persoalan-persoalan Furu’iyah

Bila ditelusuri lebih jauh ke dalam pembahasan dan kajian Fiqih Islam, maka kita akan menemukan banyak sekali persoalan-persoalan yang dibahas oleh para fuqaha yang kemudian menjadikan istishhab sebagai salah satu pijakan atau landasan mereka dalam memegangi satu madzhab atau pendapat.

Berikut ini adalah beberapa contoh persoalan furu’iyah yang termasuk dalam kategori tersebut:

Pewarisan Orang yang Hilang (al-Mafqud)

Orang yang hilang (al-mafqud) adalah orang yang menghilang dari keluarganya hingga beberapa waktu lamanya, dimana tidak ada bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan apakah ia masih hidup atau sudah mati.

Dalam kasus ini, para ulama berbeda pendapat antara memvonis ia masih hidup sehingga peninggalannya tidak boleh dibagikan kepada ahli warisnya dan ia tetap berhak mendapatkan warisan jika ada kerabatnya yang meninggal saat kehilangannya; dan memvonis ia telah meninggal sehingga peninggalannya dapat dibagikan kepada ahli warisnya. Dalam hal ini, ada tiga pendapat di kalangan para ulama:

Pendapat pertama, bahwa ia tetap dianggap hidup –baik untuk urusan yang terkait dengan dirinya maupun yang terkait dengan orang lain-. Karena itu semua hukum yang berlaku untuk orang yang masih hidup tetap diberlakukan padanya; hartanya tidak diwariskan, istrinya tidak boleh dinikahi, dan wadi’ah yang ia titipkan pada orang lain tidak boleh diambil. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Malik dan al-Syafi’i.[17]

Hujjah mereka adalah bahwa orang yang hilang itu sebelum ia hilang ia tetap dihukumi sebagai orang yang hidup. Karena itu hukum ini wajib diistishhabkan hingga sekarang sampai ada bukti yang mengubah hukum tersebut.

Pendapat kedua, ia dianggap hidup terkait dengan hak dirinya sendiri. Pendapat ini dilandaskan pada pandangan bahwa istishhab hanya dapat digunakan untuk mendukung hukum yang telah ada sebelumnya, tapi bukan untuk menetapkan hukum baru.[18]

Pendapat ketiga, ia dianggap hidup baik terkait dengan hak dirinya maupun hak orang lain selama 4 tahun sejak hilangnya. Jika 4 tahun telah berlalu, maka ia dianggap telah meninggal terkait dengan hak dirinya maupun hak orang lain; hartanya dibagi, ia tidak lagi mewarisi dari kerabatnya yang meninggal dan istrinya dapat dinikahi. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Ahmad bin Hanbal.[19]

Alasan pembatasan jangka waktu 4 tahun adalah pengqiyasan kepada jika ia meninggalkan istrinya selama 4 tahun, dimana –menurut pendapat ini- jika ia meninggalkan istrinya selama itu, maka hakim dapat memisahkan keduanya dan istrinya dapat dinikahi setelah masa iddah sejak pemisahan itu berakhir.



Berwudhu Karena Apa yang Keluar Dari Selain “2 Jalan”

Semua ulama telah berijma’ bahwa segala sesuatu yang keluar melalui “2 jalan” (qubul dan dubur) itu membatalkan thaharah seseorang. Namun bagaimana dengan najis yang keluar tidak melalui kedua jalan tersebut? Apakah ia juga membatalkan thaharah seseorang atau tidak?

Dalam kasus ini, ada beberapa pendapat yang dipegangi oleh para ulama:

Pendapat pertama, bahwa hal itu membatalkan thaharahnya, sedikit ataupun banyaknya yang keluar. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Malik dan al-Syafi’i.

Hujjah mereka adalah istishhab, yaitu bahwa hukum asalnya hal itu tidak membatalkan, maka ia tetap diberlakukan hingga ada dalil yang menunjukkan selain itu.[20]

Pendapat kedua, bahwa apapun yang keluar dari selain kedua jalan itu, seperti muntah jika telah memenuhi mulut, maka ia membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Abu Hanifah.

Pijakannya adalah beberapa hadits seperti:

“Wudhu’ itu wajib untuk setiap darah yang mengalir.” (HR. Al-Daraquthni)

dan juga hadits:

“Barangsiapa yang muntah atau mengeluarkan ingus dalam shalatnya, maka hendaklah ia pergi dan berwudhu lalu melanjutkan shalatnya selama ia belum berbicara.” (HR. Ibnu Majah)

Hanya saja hadits-hadits ini didhaifkan oleh sebagian ulama, sehingga mereka tidak dapat menjadikannya sebagai dalil.[21]

Pendapat ketiga, bahwa apa yang keluar dari selain kedua jalan tersebut membatalkan wudhu jika ia sesuatu yang najis dan banyak, seperti muntah atau darah yang banyak. Adapun jika ia sesuatu yang suci, maka tidak membatalkan wudhu. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Ahmad bin Hanbal.[22]

Hujjah pendapat ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Ma’dan bin Thalhah dari Abu al-Darda’ r.a., bahwa Nabi saw pernah muntah, lalu beliau berwudhu. Ma’dan berkata: “Aku pun menemui Tsauban di Masjid Damaskus lalu menyebutkan hal itu padanya. Maka ia pun berkata: ‘Engkau benar! Aku-lah yang menuangkan air wudhu beliau.” (HR. Al-Tirmidzy)

Landasan lainnya adalah pengamalan para shahabat Nabi akan hal itu, dan tidak ada satu pun yang mengingkari hal tersebut, maka dengan demikian ini adalah ijma’ dari mereka akan hal itu.



Thalaq Setelah Terjadinya Ila’

Salah satu masalah furu’iyah yang terkait dengan istishhab adalah jika seorang seorang suami bersumpah untuk tidak mendekati istrinya (ila’), apakah thalaq yang terjadi setelah ila’ ini termasuk thalaq yang raj’i atau ba’in?

Para fuqaha berbeda pendapat menjadi 3 pendapat dalam hal ini:

Pendapat pertama, bahwa thalaq yang terjadi adalah thalaq raj’i, baik thalaq dijatuhkan oleh sang suami ataupun oleh sang hakim. Pendapat ini dipegangi Imama Malik dan al-Syafi’i.

Landasan mereka dalam hal ini adalah bahwa hukum asalnya thalaq itu jika dijatuhkan pada sang istri yang telah digauli, dan bukan dalam khulu’ atau thalaq tiga, maka ia adalah thalaq raj’i yang memungkinkan rujuk kembali. Dan kita tidak boleh meninggalkan hukum asal ini kecuali dengan dalil, sementara dalam hal ini tidak ada dalil yang menunjukkan itu.[23]



Pendapat kedua, jika yang menjatuhkan thalaq adalah suami maka yang jatuh adalah thalaq raj’i, namun jika yang menjatuhkannya adalah hakim maka thalaqnya adalah ba’in. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Ahmad bin Hanbal.

Dan mungkin yang menjadi landasan mereka adalah bahwa jika penjatuhan thalaq itu dilakukan oleh sang hakim, maka ini seperti jika hakim memutuskan suatu masalah yang diperselisihkan oleh para ulama, dimana pendapat manapun yang dipilih oleh hakim maka itulah yang berlaku.[24]



Pendapat ketiga, bahwa thalaq yang terjadi karena ila’ adalah menjadi thalaq ba’in secara mutlak. Pendapat ini dipegangi oleh Imam Abu Hanifah.

Landasan mereka adalah karena penjatuhan thalaq itu bertujuan untuk melepaskan sang wanita dari kemudharatan, dan itu tidak dapat terwujud hanya dengan menjatuhkan thalaq raj’i saja. Pendapat ini juga dilandasi oleh apa yang diriwayatkan dari sebagian sahabat bahwa mereka berkata: “Jika telah berlalu 4 bulan (sejak terjadinya ila’), maka sang istri tertalak dan ia lebih berhak atas dirinya sendiri.” Dalam riwayat lain: “Dan ia terthalak secara ba’in.”[25]

Demikianlah beberapa masalah furu’iyah yang dapat diangkat di sini untuk menunjukkan bagaimana pengaruh istishhab dalam perbedaan ijtihad para fuqaha.





Penutup

Demikianlah uraian singkat tentang kedudukan istishhab secara umum sebagai salah satu pijakan dan metode penggalian dan penyimpulan hukum dalam Islam. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa istishhab sebenarnya dapat digunakan sebagai landasan hukum. Meskipun dalam beberapa bentuk istishhab terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Namun hal itu tidak menafikan kedudukan argumentatif istishhab dalam Fikih Islam.[26]




Daftar Pustaka



1. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd (al-Hafid). Dar al-Salam. Kairo. Cetakan pertama. 1416 H.

2. Al-Hidayah wa Syuruhuha. Abu al-Hasan ‘Ali ibn Abi Bakr al-Marghinany. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. Cetakan pertama. 1418 H.

3. Ilm Ushul al-Fiqh. ‘Abd al-Wahhab Khallaf. Dar al-Qalam. Kuwait. Cetakan keempat belas. 1401 H.

4. Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul. Muhammad ibn ‘Ali al-Syaukany. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah. Beirut. Cetakan pertama. 1414 H.

5. Al-Istidzkar al-Jami’ li Madzahib Fuqaha’ al-Amshar wa ‘Ulama al-Aqthar Fima Tadhammanahu al-Muwaththa’ min Ma’ani al-Ra’y wa al-Atsar. Abu ‘Umar Yusuf ibn ‘Abdillah ibn ‘Abd al-Barr al-Andalusy. Tahqiq: DR. ‘Abd al-Mu’thy Amin Qal’ajy. Dar Qutaibah. Damaskus. Cetakan Kesepuluh. 1413 H.

6. Kasyf al-Asrar ‘an Ushul al-Bazdawy. ‘Ala al-Din ibn ‘Abd al-‘Azis ibn Ahmad al-Bukhary. Dar al-Kitab al-‘Araby. Beirut. 1394 H.

7. Lisan al-‘Arab. Abu al-Fadhl Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhur. Dar Shadir. Beirut. Cetakan pertama. 1410 H.

8. Al-Majmu’ Syarah al- Muhadzdzab. Abu Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Nawawy. Tahqiq: Muhammad Najib al-Muthi’iy. Maktabah al-Irsyad. Jeddah. T.t.

9. Al-Mughny. ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Qudamah. Maktabah al-Riyadh al-Haditsah. T.t.

10. Al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Ushul. Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazaly. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. 1417 H.

11. Nihayah al-Saul fi Syarh Minhaj al-Ushul. ‘Abd al-Rahim ibn Hasan al-Syafi’i al-Asnawy. Al-Mathba’ah al-Salafiyah. Kairo. T.t.

12. Syarh Tanqih al-Fushul fi ‘Ilm al-Ushul. Syihab al-Din Ahmad ibn Idris al-Qarafy. Tahqiq: Thaha ‘Abd al-Ra’uf. Dar al-Fikr. Beirut. Cetakan pertama. 1393 H.

13. Taisir al-Tahrir. Muhammad Amir Badsyah. Dar al-Fikr. Beirut. T.t.

14. Al-Umm. Muhammad ibn Idris al-Syafi’i. Dar al-Fikr. Beirut. T.t.

15. Ushul Fiqh. Prof. DR. H. Amir Syarifuddin. PT. Logos Wacana Ilmu. Jakarta. Cetakan ketiga. 1426 H.

16. Ushul Fiqh al-Muyassar. DR. Sya’ban Muhammad Isma’il. Dar al-Kitab al-Jami’iy. Kairo. Cetakan pertama. 1415 H.







[1] Lih. Lisan al-Arab, term sha-hi-ba.

[2] Nihayah al-Saul, 3/131.

[3] Syarh Tanqih al-Fushul, hal. 199.

[4] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/103-104.

[5] Irsyad al-Fuhul, hal. 237.

[6] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/111.

[7] Ibid, 2/112.

[8] Lih. Taisir al-Tahrir, 4/176.

[9] Lih. Kasyf al-Asrar, 3/390, Irsyad al-Fuhul, 238.

[10] Lih. ‘Ilm Ushul al-Fiqh, hal. 152-152, Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/116.

[11] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/105.

[12] Lih. Kasysf al-Asrar, 2/317, Al-Mushtashfa, 3/132

[13] Ibid.

[14] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/107.

[15] Ibid, 2/108.

[16] Ibid, 2/109.

[17] Lih. al-Istidzkar, 21/233, al-Umm, 4/4.

[18] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/118.

[19] Lih. al-Mughni, 6/389.

[20] Lih. al-Majmu’, 3/58.

[21] Lih. Faidh al-Qadir, 5/374, sebagaimana dalam Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/119.

[22] Lih. al-Mughni, 1/135-136.

[23] Lih. Bidayah al-Mujtahid, 2/101, al-Umm, 5/275.

[24] Lih. Al-Mughni, 7/563.

[25] Lih. Al-Hidayah wa Syuruhiha, 3/185.

[26] Lih. Juga Ushul Fiqh, 2/352.
READ MORE - ISTISHHAB SEBAGAI SEBUAH PIJAKAN HUKUM DALAM USHUL FIQIH

ISTIHSAN DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI METODE ISTINBATH HUKUM DALAM USHUL FIQIH

ISTIHSAN DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI METODE ISTINBATH HUKUM DALAM USHUL FIQIH

oleh:Muhammad Ikhsan

Pendahuluan

Ilmu Ushul Fiqih merupakan salah satu intsrumen penting yang harus dipenuhi oleh siapapun yang ingin menjalankan atau melakukan mekanisme ijtihad dan istinbath hukum dalam Islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam pembahasan kriteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan sebagai salah satu syarat mutlaknya. Atau dengan kata lain, untuk menjaga agar proses ijtihad dan istinbath tetap berada pada koridor yang semestinya, Ushul Fiqih-lah salah satu “penjaga”nya.

Meskipun demikian, ada satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan Ushul Fiqih tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil ijtihad dan istinbath para mujtahid. Disamping faktor eksternal Ushul Fiqih itu sendiri –seperti penentuan keshahihan suatu hadits misalnya-, internal Ushul Fiqih sendiri –pada sebagian masalahnya- mengalami perdebatan (ikhtilaf) di kalangan para Ushuluyyin. Inilah yang kemudian dikenal dengan istilah al-Adillah (sebagian ahli Ushul menyebutnya: al-Ushul) al-Mukhtalaf fiha, atau “Dalil-dalil yang diperselisihkan penggunaannya” dalam penggalian dan penyimpulan hukum.

Salah satu dalil itu adalah apa yang dikenal dengan al-Istihsan (selanjutnya disebut sebagai Istihsan). Makalah ini akan menguraikan tentang hakikat al-Istihsan tersebut, bagaimana pandangan para ulama lintas madzhab tentangnya, serta beberapa hal lain yang terkait dengannya. Wallahul muwaffiq!



Definisi Istihsan

Istihsan secara bahasa adalah kata bentukan (musytaq) dari al-hasan (apapun yang baik dari sesuatu). Istihsan sendiri kemudian berarti “kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain.”[1]

Adapun menurut istilah, Istihsan memiliki banyak definisi di kalangan ulama Ushul fiqih. Diantaranya adalah:

1. Mengeluarkan hukum suatu masalah dari hukum masalah-masalah yang serupa dengannya kepada hukum lain karena didasarkan hal lain yang lebih kuat dalam pandangan mujtahid.[2]

2. Dalil yang terbetik dalam diri seorang mujtahid, namun tidak dapat diungkapkannya dengan kata-kata.[3]

3. Meninggalkan apa yang menjadi konsekwensi qiyas tertentu menuju qiyas yang lebih kuat darinya.[4]

4. Mengamalkan dalil yang paling kuat di antara dua dalil.[5]

Dari definisi-definisi tersebut, kita dapat melihat bahwa inti dari Istihsan adalah ketika seorang mujtahid lebih cenderung dan memilih hukum tertentu dan meninggalkan hukum yang lain disebabkan satu hal yang dalam pandangannya lebih menguatkan hukum kedua dari hukum yang pertama.

Sebagai contoh misalnya, pendapat yang disebutkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal (w. 264 H) bahwa tayammum itu wajib dilakukan pada setiap waktu shalat atas dasar Istihsan, padahal secara qiyas tayammum itu sama kedudukannya dengan berwudhu dengan menggunakan air yang tidak wajib dilakukan pada setiap waktu shalat, kecuali jika wudhunya batal. Dengan kata lain, tayammum secara qiyas seharusnya tidak perlu dilakukan pada setiap waktu shalat, namun atas dasar Istihsan, Imam Ahmad memandang ia wajib dilakukan setiap waktu shalat berganti.[6]

Lebih jauh, Syekh Abd al-Wahhab Khallaf memberikan gambaran aplikatif seputar penggunaan Istihsan ini dengan mengatakan,

Jika sebuah kasus terjadi yang berdasarkan keumuman nash yang ada atau kaidah umum tertentu kasus itu seharusnya dihukumi dengan hukum tertentu, namun dalam pandangan sang mujtahid nampak bahwa kasus ini memiliki kondisi dan hal-hal lain yang bersifat khusus yang kemudian –dalam pandangannya- bila nash yang umum, atau kaidah umum, atau memperlakukannya sesuai qiyas yang ada, justru akan menyebabkan hilangnya maslahat atau terjadinya mafsadat. (Karena itu), ia pun meninggalkan hukum tersebut menuju hukum yang lain yang merupakan hasil dari pengkhususan kasus itu dari (hukum) umumnya, atau pengecualiannya dari kaidah umumnya, atau qiyas ‘khafy’ yang tidak terduga (sebelumnya). Proses ‘meninggalkan’ inilah yang disebut dengan Istihsan. Dan ia merupakan salah satu metode ijtihad dengan ra’yu. Sebab seorang mujtahid mengukur kondisi yang bersifat khusus untuk kasus ini dengan ijtihad yang ia landaskan pada logikanya, lalu menguatkan satu dalil atas dalil lain juga atas hasil ijtihad ini.”[7]





Sejarah Pemunculan Istihsan Sebagai Salah Satu Sumber Tasyri’ Islam

Satu hal yang pasti adalah bahwa penggunaan Istihsan memang tidak ditegaskan dalam berbagai nash yang ada; baik dalam al-Qur’an ataupun dalam al-Sunnah. Namun itu tidak berarti bahwa aplikasinya tidak ditemukan di masa sahabat Nabi saw dan tabi’in. Meskipun jika diteliti lebih dalam, kita akan menemukan bahwa penggunaan Istihsan di kalangan para sahabat dan tabi’in secara umum termasuk dan tercakup dalam penggunaan ra’yu di kalangan mereka. Atau dengan kata lain, Istihsan sebagai sebuah istilah pada masa itu belum pernah disebut-sebut.

Penggunaan ra’yu sendiri secara umum mendapatkan legitimasi dari Rasulullah saw, sebagaimana yang beliau tegaskan dalam hadits Mu’adz bin Jabal r.a.[8] Itulah sebabnya, para sahabat kemudian menjadikannya sebagai salah satu rujukan ijtihad mereka, meskipun diletakkan pada bagian akhir dari prosesnya. Abu Bakr al-Shiddiq –misalnya- jika dihadapkan pada suatu masalah, lalu ia tidak menemukan jawabannya dalam Kitabullah, begitu pula dalam al-Sunnah, serta pandangan sahabat yang lain, maka beliau melakukan ijtihad dengan ra’yunya. Kemudian mengatakan:

“Inilah ‘ra’yu’-ku. Jika ia benar, maka itu dari Allah semata. Namun jika ia salah, maka itu dariku dan dari syaithan.”[9]

Praktek penggunaan ra’yu juga dapat ditemukan pada Umar bin al-Khaththab r.a. Dalam kasus yang sangat populer dimana beliau menambah jumlah cambukan untuk peminum khamar menjadi 80 cambukan, padahal yang diriwayatkan dari Rasulullah saw adalah bahwa beliau mencambuk peminum khamar hanya sebanyak 40 cambukan.[10] Tetapi ketika Umar melihat banyak peminum khamar yang tidak takut lagi dengan hukuman itu, beliau pun melipatgandakan jumlahnya, dan itu kemudian disepakati oleh para sahabat yang lain.[11] Meskipun sebagian ulama memandang ini sebagai sebuah upaya ta’zir yang menjadi hak seorang imam, namun tetap saja di sini terlihat sebuah proses penggunaan instrumen ra’yu oleh Umar r.a dalam ijtihadnya.

Dengan demikian jelaslah bahwa para sahabat Nabi saw menggunakan ra’yu dalam ijtihad mereka saat mereka tidak menemukan nash untuk sebuah masalah dalam al-Qur’an ataupun al-Sunnah. Ra’yu di sini tentu saja dengan pemahamannya yang luas, yang mencakup qiyas, Istihsan, Istishab (al-Bara’ah al-Ashliyah), Sadd al-Dzari’ah, dan al-Mashlahah al-Mursalah. Semuanya itu dibingkai dengan pemahaman yang dalam tentang maqashid dan prinsip-prinsip Syariat Islam yang luhur. Inilah yang kemudian yang disebut dengan al-ra’yu al-mahmud (logika yang terpuji), sebagai lawan dari al-ra’yu al-madzmum (logika yang tercela) yang hanya didasarkan pada hawa nafsu belaka.[12]

Lalu adakah contoh Istihsan di masa sahabat? DR. Sya’ban Muhammad Ismail menyebutkan beberapa bukti kasus yang dapat disebut sebagai “cikal-bakal” Istihsan di masa sahabat[13], salah satunya adalah kasus al-Musyarrakah. Dalam kasus ini, sebagian sahabat mengikutsertakan saudara kandung (seibu-sebapak) mayit bersama saudara seibunya dalam memperoleh bagian sepertiga dari warisan. Ini terjadi jika seorang istri wafat dan meninggalkan seorang suami, seorang ibu, 2 saudara seibu dan beberapa saudara sekandung.

Jika melihat kaidah umum waris yang berlaku, maka seharusnya saudara sekandung tidak mendapatkan apa-apa, karena sebagai seorang ‘ashabah ia harus menunggu sisa warisan setelah ia dibagi untuk semua ashab al-furudh –dalam hal ini suami, ibu dan saudara seibu-. Disinilah para sahabat Nabi saw berbeda dalam 2 pendapat:

1. Ali, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Ibnu Abbas dan Abu Musa radhiyallahu ‘anhum berpendapat sesuai kaidah umum waris, yaitu bahwa saudara seibu mendapatkan 1/3 dan saudara sekandung tidak memperoleh apa-apa.

2. Sementara Umar, Utsman, dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhum mengikutsertakan saudara sekandung dalam bagian saudara seibu (1/3). Bagian ini dibagi rata antar mereka. Alasannya karena saudara sekandung memiliki kesamaan jalur hubungan kekerabatan dalam pewarisan ini, yaitu: ibu. Mereka semua berasal dari ibu yang sama, karena itu sepatutnya mendapatkan bagian yang sama.[14]

Jika kita memperhatikan pendapat yang kedua, nampak jelas bagaimana para sahabat yang mendukungnya meninggalkan kaidah umum waris yang berlaku dan menetapkan apa yang berbeda dengannya. Dan dari prosesnya, mungkin tidak terlalu jauh bagi kita untuk mengatakan ini sebagai sebuah Istihsan dari mereka.

Demikianlah hingga akhirnya di masa para imam mujtahid, kata Istihsan menjadi semakin sering didengar, terutama dari Imam Abu Hanifah (w. 150 H). Dimana dalam banyak kesempatan, kata Istihsan sering disandingkan dengan qiyas. Sehingga sering dikatakan: “Secara qiyas seharusnya demikian, namun kami menetapkan ini berdasarkan Istihsan.”[15]



Kedudukan Argumentatif (Hujjiyah) Istihsan Lintas Madzhab

Menyikapi penggunaan Istihsan kemudian menjadi masalah yang diperselisihkan oleh para ulama. Dan dalam hal ini, terdapat dua pandangan besar yang berbeda dalam menyikapi Istihsan sebagai salah satu bagian metode ijtihad. Berikut ini adalah penjelasan tentang kedua pendapat tersebut beserta dalilnya.

Pendapat pertama, Istihsan dapat digunakan sebagai bagian dari ijtihad dan hujjah. Pendapat ini dipegangi oleh Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah.[16]

Dalil-dalil yang dijadikan pegangan pendapat ini adalah sebagai berikut:

1. Firman Allah:

vN…éSÅY‰TPVTŽ@…Wè WÝW©`šKV… :†WÚ WÓX¥ßKR… ØS|`~VÖMX… ÝYQÚ ØRÑTQYTŠPV¤ ÝYQÚ XÔ`‰WTÎ ÜKV… SØS|W~YŽK<†WTÿ ñ‡…W¡WÅ<Ö@… ^àWpTTçÅWTŠ `ySßKV…Wè ‚W

fûèS£SÅpT­WTŽ (55) [الزمر:55]

“Dan ikutilah oleh kalian apa yang terbaik yang diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian.” (al-Zumar:55)

Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk mengikuti yang terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain yang memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsan adalah hujjah.

2. Firman Allah:

“Dan berikanlah kabar gembira pada hamba-hamba(Ku). (Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti yang terbaik (dari)nya...” (al-Zumar: 17-18)

Ayat ini –menurut mereka- menegaskan pujian Allah bagi hambaNya yang memilih dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan pujian tentu tidak ditujukan kecuali untuk sesuatu yang disyariatkan oleh Allah.

3. Hadits Nabi saw:

فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ.

“Apa yang dipandang kaum muslimin sebagai sesuatu yang baik, maka ia di sisi Allah adalah baik.”[17]

Hadits ini menunjukkan bahwa apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin dengan akal-sehat mereka, maka ia pun demikian di sisi Allah. Ini menunjukkan kehujjahan Istihsan.

4. Ijma’.

Mereka mengatakan bahwa para ulama telah berijma’ dalam beberapa masalah yang dilandasi oleh Istihsan, seperti:

- Bolehnya masuk ke dalam hammam[18] tanpa ada penetapan harga tertentu, penggantian air yang digunakan dan jangka waktu pemakaiannya.

- Demikian pula dengan bolehnya jual-beli al-Salam (pesan barang bayar di muka), padahal barang yang dimaksudkan belum ada pada saat akad.





Pendapat kedua, Istihsan tidak dapat dijadikan sebagai hujjah dalam berijtihad. Pendapat ini dipegangi oleh Syafi’iyah dan Zhahiriyah.[19]

Para pendukung pendapat ini melandaskan pendapatnya dengan dalil-dalil berikut:

1. Bahwa syariat Islam itu terdiri dari nash al-Qur’an, al-Sunnah atau apa yang dilandaskan pada keduanya. Sementara Istihsan bukan salah dari hal tersebut. Karena itu ia sama sekali tidak diperlukan dalam menetapkan sebuah hukum.

2. Firman Allah:

WÝÿY¡PVÖ@…†WäQSTÿKV†H;TTWÿ Nv…éSÞWÚ…ƒò N…éSÅ~YºVK… JðW/@… N…éSÅ~YºVK…Wè WÓéSªQW£Ö@… øYÖOèRK…Wè X£`ÚKKV‚ô@… $`yRÑÞYÚ ÜXM†WTÊ `ØST`ÆW¥HTWTÞWTŽ Á xòpøW® SâèPR S£WTÊ øVÖXM… JðY/@… XÓéSªQW£Ö@…Wè ÜMX… `ØSÞRÒ WÜéSÞYpÚëSTŽ YJð/@†YŠ Yz`éW~Ö@…Wè &X£Yž›‚@… ðÐYÖ.V¢ b¤`kTWž SÝfTT©`šVK…Wè ½„ÿXè


“Wahai kaum beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul serta ulil amri dari kalangan kalian. Dan jika kalian berselisih dalam satu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya...” (al-Nisa’ : 59)

Ayat ini menunjukkan kewajiban merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya dalam menyelesaikan suatu masalah, sementara Istihsan tidak termasuk dalam upaya merujuk kepada Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, ia tidak dapat diterima.

3. Jika seorang mujtahid dibenarkan untuk menyimpulkan hukum dengan akalnya atas dasar Istihsan dalam masalah yang tidak memiliki dalil, maka tentu hal yang sama boleh dilakukan oleh seorang awam yang boleh jadi lebih cerdas daripada sang mujtahid. Dan hal ini tidak dikatakan oleh siapapun, karena itu seorang mujtahid tidak dibenarkan melakukan Istihsan dengan logikanya sendiri.

4. Ibn Hazm (w. 456 H) mengatakan: “Para sahabat telah berijma’ untuk tidak menggunakan ra’yu, termasuk di dalamnya Istihsan dan qiyas. Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu mengatakan: ‘Jauhilah para pengguna ra’yu! Karena mereka adalah musuh-musuh Sunnah...’ ....”[20]

Demikianlah dua pendapat para ulama dalam menyikapi hujjiyah Istihsan dalam Fiqih Islam beserta beberapa dalil dan argumentasi mereka masing-masing. Lalu manakah yang paling kuat dari kedua pendapat tersebut?

Jika kita mencermati pandangan dan dalil pendapat yang pertama, kita akan menemukan bahwa pada saat mereka menetapkan Istihsan sebagai salah satu sumber hukum, hal itu tidak serta merta berarti mereka membebaskan akal dan logika sang mujtahid untuk melakukannya tanpa batasan yang jelas. Setidaknya ada 2 hal yang harus dipenuhi dalam proses Istihsan: ketiadaan nash yang sharih dalam masalah dan adanya sandaran yang kuat atas Istihsan tersebut (sebagaimana akan dijelaskan dalam “Jenis-jenis Istihsan).[21]

Dan jika kita kembali mencermati pandangan dan argumentasi ulama yang menolak Istihsan, kita dapat melihat bahwa yang mendorong mereka menolaknya adalah karena kehati-hatian dan kekhawatiran mereka jika seorang mujtahid terjebak dalam penolakan terhadap nash dan lebih memilih hasil olahan logikanya sendiri. Dan kekhawatiran ini telah terjawab dengan penjelasan sebelumnya, yaitu bahwa Istihsan sendiri mempunyai batasan yang harus diikuti. Dengan kata lain, para pendukung pendapat kedua ini sebenarnya hanya menolak Istihsan yang hanya dilandasi oleh logika semata, tanpa dikuatkan oleh dalil yang lebih kuat.

Karena itu, banyak ulama –termasuk di dalamnya dari kalangan Hanafiyah- memandang bahwa khilaf antara Jumhur Ulama dengan Syafi’iyah secara khusus dalam masalah ini hanyalah khilaf lafzhy (perbedaan yang bersifat redaksional belaka), dan bukan perbedaan pendapat yang substansial.[22] Apalagi –sebagaimana juga akan dijelaskan kemudian- ternyata Imam al-Syafi’i (w. 204 H) sendiri ternyata menggunakan Istihsan dalam beberapa ijtihadnya. Karena itu, al-Syaukany mengatakan,

Jika (yang dimaksud dengan) Istihsan adalah mengatakan sesuatu yang dianggap bagus dan disukai oleh seseorang tanpa landasan dalil, maka itu adalah sesuatu yang batil, dan tidak ada seorang (ulama)pun yang menyetujuinya. Namun jika yang dimaksud dengan Istihsan adalah meninggalkan sebuah dalil menuju dalil lain yang lebih kuat, maka ini tidak ada seorang (ulama)pun yang mengingkarinya.[23]





Imam al-Syafi’i dan Istihsan

Salah satu ungkapan Imam al-Syafi’i yang sangat masyhur seputar Istihsan adalah:

من استحسن فقد شرع

“Barang siapa yang melakukan Istihsan, maka ia telah membuat syariat (baru).”[24] Maksudnya ia telah menetapkan dirinya sebagai penetap syariat selain Allah.

Disamping penegasan ini, beliau juga memiliki ungkapan-ungkapan lain yang menunjukkan pengingkaran beliau terhadap Istihsan. Akan tetapi, dalam beberapa kesempatan, Imam al-Syafi’i ternyata juga melakukan ijtihad dengan meninggalkan qiyas dan menggunakan Istihsan. Berikut ini adalah beberapa contohnya:

1. Pandangan beliau seputar penetapan kadar mut’ah atau harta yang wajib diberikan sang suami kepada istri yang telah diceraikan –demi menolong, memuliakan dan menghilangkan rasa takutnya yang diakibatkan perceraian itu-.

Sebagian fuqaha mengatakan bahwa mut’ah semacam ini tidak memiliki batasan yang tetap dan dikembalikan pada ijtihad sang qadhi. Ulama lain membatasinya dengan sesuatu yang mencukupinya untuk mengerjakan shalat. Namun Imam al-Syafi’i beristihsan dan memberikan batasan 30 dirham bagi yang berpenghasilan sedang, seorang pembantu bagi yang kaya, dan sekedar penutup kepala bagi pria yang miskin. Beliau mengatakan:

“Saya tidak mengetahui kadar tertentu (yang harus dipenuhi) dalam pemberian ‘mut’ah’, akan tetapi saya memandang lebih baik (Istihsan) jika kadarnya 30 dirham, berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Ibnu Umar.”[25]



2. Istihsan beliau dalam perpanjangan waktu syuf’ah selama 3 hari. Beliau mengatakan:

“Sesungguhnya ini hanyalah Istihsan dari saya, dan bukan sesuatu yang bersifat mendasar.”[26]



3. Istihsan beliau dalam peletakan jari telunjuk muadzin dalam lubang telinganya saat mengumandangkan adzan. Beliau mengatakan:

“Bagus jika ia (muadzin) meletakkan kedua telunjuknya ke dalam lubang telinganya (saat adzan).” [27]



Hal ini dilandaskan pada perbuatan Bilal r.a yang melakukan hal tersebut di hadapan Rasulullah saw.[28]

Bila kedua hal ini –pengingkaran dan penerapan Imam al-Syafi’i terhadap Istihsan- dicermati dengan seksama, maka ini semakin menegaskan bahwa Istihsan yang diingkari oleh al-Syafi’i adalah Istihsan yang hanya berlandaskan hawa nafsu semata, dan tidak dilandasi oleh dalil syar’i. Karena itu, kita belum pernah menemukan riwayat dimana beliau –misalnya- mencela berbagai Istihsan yang dilakukan oleh Imam Abu Hanifah –semoga Allah merahmati mereka semua-.[29]



Jenis-jenis Istihsan

Para ulama yang mendukung penggunaan Istihsan sebagai salah satu sumber penetapan hukum membagi Istihsan dalam beberapa bagian berdasarkan 2 sudut pandang yang berbeda:

Pertama, berdasarkan dalil yang melandasinya.

Dari sisi ini, Istihsan terbagi menjadi 4 jenis:

1. Istihsan dengan nash. Maknanya adalah meninggalkan hukum berdasarkan qiyas dalam suatu masalah menuju hukum lain yang berbeda yang ditetapkan oleh al-Qur’an atau al-Sunnah.

Diantara contohnya adalah: hukum jual-beli al-salam. Yaitu menjual sesuatu yang telah jelas sifatnya namun belum ada dzatnya saat akad, dengan harga yang dibayar dimuka. Model ini tentu saja berbeda dengan model jual-beli yang umum ditetapkan oleh Syariat, yaitu yang mempersyaratkan adanya barang pada saat akad terjadi. Hanya saja, model jual beli ini dibolehkan berdasarkan sebuah hadits Nabi saw yang pada saat datang ke Madinah menemukan penduduknya melakukan hal ini pada buah untuk masa satu atau dua tahun. Maka beliau berkata:

“Barang siapa yang melakukan (jual-beli) al-salaf[30], maka hendaklah melakukannya dalam takaran dan timbangan yang jelas (dan) untuk jangka waktu yang jelas pula.” (HR. Al-Bukhari no. 2085 dan Muslim no. 3010)

2. Istihsan dengan ijma’. Maknanya adalah terjadinya sebuah ijma’ –baik yang sharih maupun sukuti- terhadap sebuah hukum yang menyelisihi qiyas atau kaidah umum.

Di antara contohnya adalah masalah penggunaan kamar mandi umum (hammam) tanpa adanya pembatasan waktu dan kadar air yang digunakan. Secara qiyas seharusnya hal ini tidak dibenarkan, karena adanya ketidakjelasan (al-jahalah) dalam waktu dan kadar air. Padahal para penggunanya tentu tidak sama satu dengan yang lain. Akan tetapi hal ini dibolehkan atas dasar Istihsan pada ijma yang berjalan sepanjang zaman dan tempat yang tidak mempersoalkan hal tersebut.[31]

3. Istihsan dengan kedaruratan. Yaitu ketika seorang mujtahid melihat ada suatu kedaruratan atau kemaslahatan yang menyebabkan ia meninggalkan qiyas, demi memenuhi hajat yang darurat itu atau mencegah kemudharatan.

Salah satu contohnya adalah ketika para ulama mengatakan bahwa seorang yang berpuasa tidak dapat dikatakan telah batal puasanya jika ia menelan sesuatu yang sangat sulit untuk dihindari; seperti debu dan asap. Maka jika benda-benda semacam ini masuk ke dalam tenggorokan orang yang berpuasa, puasanya tetap sah dan tidak menjadi batal karena hal tersebut. Dan ini dilandaskan pada Istihsan dengan kondisi darurat (sulitnya menghindari benda semacam itu), padahal secara qiyas seharusnya benda apapun yang masuk ke dalam tenggorokan orang yang berpuasa, maka itu membatalkan puasanya.[32]

4. Istihsan dengan ‘urf atau konvensi yang umum berlaku. Artinya meninggalkan apa yang menjadi konsekwensi qiyas menuju hukum lain yang berbeda karena ‘urf yang umum berlaku –baik ‘urf yang bersifat perkataan maupun perbuatan-.

Salah satu contoh Istihsan dengan ‘urf yang bersifat yang berupa perkataan adalah jika seseorang bersumpah untuk tidak masuk ke dalam rumah manapun, lalu ternyata ia masuk ke dalam mesjid, maka dalam kasus ini ia tidak dianggap telah melanggar sumpahnya, meskipun Allah menyebut mesjid dengan sebutan rumah (al-bait) dalam firman-Nya:

Á ]‹éS~STŠ WÜY¢VK… JðS/@… ÜKV… WÄWTÊó£STŽ W£W{`¡STÿWè †fTTTä~YÊ ISãSÙ`ª@… (36) [النور:36]



“Dalam rumah-rumah yang Allah izinkan untuk diangkat dan dikumangkan Nama-Nya di dalamnya.” (al-Nur:36)

Namun ‘urf yang berlaku di tengah masyarakat menunjukkan bahwa penyebutan kata “rumah” (al-bait) secara mutlak tidak pernah digunakan untuk mesjid. Itulah sebabnya, orang yang bersumpah tersebut tidak menjadi batal sumpahnya jika ia masuk ke dalam mesjid.[33]



Adapun contoh Istihsan dengan ‘urf yang berupa perbuatan adalah memberikan upah berupa pakaian dan makanan kepada wanita penyusu (murdhi’ah). Pada dasarnya, menetapkan upah yang telah tertentu dan jelas itu dibolehkan secara syara’. Sementara pemberian upah berupa pakaian dan makanan dapat dikategorikan sebagai upah yang tidak jelas batasannya (majhul). Dan kaidah yang umum menyatakan bahwa sesuatu yang majhul tidak sah untuk dijadikan sebagai upah. Akan tetapi Imam Abu Hanifah membolehkan hal itu atas dasar Istihsan, karena sudah menjadi ‘urf untuk melebihkan upah untuk wanita penyusu sebagai wujud kasih-sayang pada anak yang disusui.[34]



Kedua, berdasarkan kuat-tidaknya pengaruhnya.

Ulama Hanafiyah secara khusus memberikan pembagian dari sudut pandang lain terkait dengan Istihsan ini, yaitu dari sudut pandang kuat atau tidaknya kekuatan pengaruh Istihsan tersebut terhadap qiyas.[35] Berdasarkan sudut pandang ini, Istihsan kemudian dibagi menjadi 4 jenis:

1. Qiyas memiliki kekuatan yang lemah dan Istihsan yang kuat darinya.

2. Qiyas lebih kuat pengaruhnya dan Istihsan yang lemah pengaruhnya.

3. Qiyas dan Istihsan sama-sama memiliki kekuatan.

4. Qiyas dan Istihsan sama-sama memiliki pengaruh yang lemah.

Dari keempat jenis ini, jenis pertama dan kedua adalah yang paling masyhur. Salah satu contoh untuk yang pertama adalah penetapan kesucian liur hewan carnivora dari jenis burung. Dalam kasus ini, burung yang carnivora –karena biasa memakan bangkai- seharusnya diqiyaskan kepada hewan buas lainnya seperti singa dan harimau dalam hal najisnya liur mereka. Akan tetapi ulama Hanafiyah beriistihsan dan menyatakan bahwa liur jenis burung yang carnivora lebih dekat (secara qiyas khafy) dengan liur manusia, karena keduanya –manusia dan burung yang carnivora- tidak boleh dimakan. Dan liur manusia –sebagaimana terdapat dalam hadits– adalah suci. Karena itu liur jenis burung yang carnivora juga suci. Di samping sebab lain yaitu karena burung ini memakan makanannya dengan menggunakan paruhnya, dan paruh itu adalah anggota badan yang suci dari najis. Kesimpulannya adalah bahwa dalam kasus ini istihsan lebih kuat pengaruhnya daripada qiyas.[36]

Adapun untuk jenis yang kedua, contohnya adalah melakukan sujud tilawah dalam shalat. Secara qiyas seharusnya sujud tilawah dapat digantikan dengan ruku’ tilawah, karena baik sujud maupun ruku’ keduanya sama-sama sebagai wujud pengagungan terhadap Allah Ta’ala. Akan tetapi berdasarkan istihsan, sujud tilawah adalah sama dengan sujud lainnya dalam shalat –yang merupakan rukun di dalamnya-. Maka sebagaimana sujud lainnya dalam shalat tidak boleh diganti dengan ruku’, demikian pula dengan sujud tilawah. Namun dalam kasus ini –menurut Hanafiyah- pengamalan qiyas lebih kuat dibandingkan pengamalan istihsan.

Adapun jika keduanya –qiyas dan istihsan- sama kuat, maka qiyas-lah yang ditarjih atas istihsan karena ia lebih jelas. Sedangkan bila keduanya sama-sama lemah, maka pilihannya antara menggugurkan keduanya atau mengamalkan qiyas sebagaimana jenis sebelumnya.[37]

Dengan melihat pembagian ini, nampak jelas bahwa istihsan tidak ‘dimenangkan’ atas qiyas kecuali dalam satu kondisi: yaitu ketika ia lebih kuat pengaruhnya daripada qiyas (sebagaimana jenis yang pertama).

Satu hal yang juga patut dicatat di sini adalah bahwa seorang mujtahid tidak dibenarkan untuk menggunakan istihsan kecuali saat ia tidak menemukan nash, atau ia menemukan qiyas namun qiyas tersebut dianggap tidak dapat merealisasikan maslahat. Hal ini seperti yang disinggung oleh Ibn Qayyim al-Jauziyah (w.751H) saat mengomentari kasus seseorang yang menemukan seekor kambing yang hampir binasa, lalu ia menyembelihnya agar ia tidak mati sia-sia:

“Sesungguhnya secara qiyas ia harus mengeluarkan ganti (atas perbuatannya menyembelih kambing orang lain –pen), namun berdasarkan istihsan ia tidak wajib membayar ganti, karena ia dibolehkan melakukan hal tersebut..”.



Lalu ia mengatakan,

“Tapi ada ulama yang kolot yang masih saja menolak hal ini (baca: istihsan dalam kasus ini) dengan alasan bahwa ini telah melakukan suatu tindakan terhadap milik orang lain. Padahal kalau saja ia memahami bahwa melakukan suatu tindakan terhadap milik orang lain itu diharamkan oleh Allah jika mengandung mudharat terhadapnya. Dan dalam kasus ini, justru tidak melakukan tindakan apa-apa (baca: menyembelihnya) justru akan menyebabkan mudharat.”[38]



Penutup

Dari uraian singkat di atas, pada bagian penutup ini kita dapat menyimpulkan beberapa hal terkait dengan pembahasan istihsan ini sebagai berikut:

1. Bahwa istihsan sebagai salah satu metode ijtihad dengan menggunakan ra’yu telah ditemukan bibit-bibit awalnya di masa sahabat Nabi saw, meski belum menjadi pembahasan yang berdiri sendiri. Lalu kemudian menjadi sebuah metode yang dapat dikatakan berdiri sendiri setelah memasuki era para imam mujtahidin, terutama di tangan Imam Abu Hanifah rahimahullah.

2. Bahwa istihsan sesungguhnya dapat dikatakan mewakili sisi kemudahan yang diberikan oleh Islam melalui syariatnya, terutama istihsan yang dikaitkan dengan kondisi kedaruratan dan ‘urf.

3. Bahwa secara umum dapat dikatakan bahwa perbedaan pendapat para ulama seputar kehujjiyahan istihsan sifatnya redaksional dan tidak substansial. Sebab ulama yang berpegang pada istihsan tidak bermaksud melandaskannya hanya dengan hawa nafsu belaka. Sementara yang menolaknya juga dimotivasi oleh kehati-hatian mereka agar sang mujtahid tidak terjebak dalam penggunaan ra’yu yang tercela. Karena itu, kita juga telah menemukan bahwa Imam al-Syafi’i –yang dianggap sebagai ulama yang pertama kali mempersoalkan istihsan- ternyata juga menggunakannya dalam berbagai ijtihadnya.

Demikianlah kesimpulan penulisan ini, semoga dapat menjadi langkah awal bagi penulisnya –secara khusus- untuk semakin memahami keindahan Islam melalui disiplin ilmu Ushul Fiqih di masa datang.

DAFTAR PUSTAKA



1. Badai’ al-Shanai’ fi Tartib al-Syarai’. Abu Bakr ibn Mas’ud al-Kasany. Tahqiq: ‘Ali Muhammad Mu’awwadh dan ‘Adil ‘Abd al-Maujud. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. Cetakan pertama. 1418 H.

2. Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam. Muhammad ibn Muhammad ibn Hazm al-Zhahiry. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. T.t.

3. I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin. Abu Abdillah Muhammad ibn Abi Bakr ibn Qayyim al-Jauziyah. Dar al-Jail. Beirut. T.t.

4. Irsyad al-Fuhul ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul. Muhammad ibn ‘Ali al-Syaukany. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. Cetakan pertama. 1414 H.

5. Al-Istihsan. http://ar.wikipedia.org/w/index.php?title.

6. Kasyf al-Asrar ‘an Ushul al-Bazdawy. ‘Ala al-Din ibn ‘Abd al-‘Aziz ibn Ahmad al-Bukhary. Dar al-Kitab al-‘Araby. Beirut. 1394 H.

7. Lisan al-‘Arab. Abu al-Fadhl Muhammad ibn Mukrim ibn Manzhur. Dar Shadir. Beirut. Cetakan pertama. 1410 H.

8. Al-Mughny. ‘Abdullah ibn Ahmad ibn Qudamah. Maktabah al-Riyadh al-Haditsah. T.t.

9. Al-Mustashfa fi ‘Ilm al-Ushul. Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazaly. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. 1417 H.

10. Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syari’ah. Abu Ishaq Ibrahim ibn Musa al-Syathiby. Tahqiq: Syekh ‘Abdullah Darraz. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. Beirut. Cetakan pertama. 1411 H.

11. Raudhah al-Nazhir wa Jannah al-Munazhir. Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Qudamah al-Maqdisy. Maktabah al-Rusyd. Riyadh. Cetakan pertama. 1416 H.

12. Al-Risalah. Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Idris al-Syafi’iy. Tahqiq: Ahmad Muhammad Syakir. Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah. T.t.

13. Talkhish al-Habir fi Takhrij Ahadits al-Rafi’iy al-Kabir. Ahmad ibn ‘Ali ibn Hajar. Tahqiq: DR. Sya’ban Muhammad Isma’il. Maktabah Ibn Taimiyah. Kairo. T.t.

14. Al-Umm. Muhammad ibn Idris al-Syafi’i. Dar al-Fikr. Beirut. T.t.

15. Ushul Fiqh al-Muyassar. DR. Sya’ban Muhammad Isma’il. Dar al-Kitab al-Jami’iy. Kairo. Cetakan pertama. 1415 H.

16. Ushul Madzhab al-Imam Ahmad ibn Hanbal. DR. ‘Abdullah al-Turky. Mu’assasah al-Risalah. Lebanon. Cetakan pertama. 1414 H.







[1] Lih. Lisan al-‘Arab, 13/117

[2] Definisi ini diterjemahkan secara bebas dari definisi Istihsan yang disebutkan oleh al-Karkhy –salah seorang ulama Hanafiyah-, dan kemudian dipilih pula oleh Ibnu Qudamah al-Hanbaly. Lih. Kasyf al-Asrar, 4/3. dan Raudhah al-Nazhir, 1/497.

[3] Al-Mustashfa, 1/138.

[4] Al-Istihsan, hal. 1 (http://ar.wikipedia.org/w/index.php?title)

[5] Ibid.

[6] Lih. Raudhah al-Nazhir, 1/497.

[7] Mashadir al-Tasyri’ Fima La Nashsha Fihi, hal. 70, sebagaimana dalam Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/52.

[8] HR. Al-Tirmidzy dalam Sunan-nya, Kitab al-Aqdhiyah, no. 3119. Banyak ulama yang menguatkan hadits ini, seperti Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.

[9] Lih. I’lam al-Muwaqqi’in, 1/54.

[10] Lih. HR. Muslim dalam Shahih-nya, Kitab al-Hudud, no. 3218.

[11] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/26.

[12] Jenis ra’yu inilah yang ditentang oleh para sahabat, sebagaimana dikatakan oleh Umar bin al-Khaththab r.a. : “Jauhilah ra’yu! Karena sesungguhnya para pemakai ra’yu itu adalah musuh-musuh Sunnah. Mereka tidak lagi mampu memahami hadits-hadits dan berat bagi mereka untuk meriwayatkannya, maka mereka pun mendahulukan ra’yu atasnya.” (Lih. I’lam al-Muwaqqi’in, 1/55). Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa tidak semua ra’yu itu tercela, selama ia berjalan di atas koridor Syariat yang semestinya.

[13] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/29-31.

[14] Pada mulanya, Umar tidak berpendapat seperti ini, tetapi ia kemudian mengatakan, “Anggap saja bapak mereka (saudara sekandung) adalah seekor keledai (himar), maka hal itu tidak mengurangi dekatnya (kekerabatan), maka sertakanlah mereka (dalam bagian itu).” (Lih. Al-Mughni, 7/21-22). Karena itu, kasus ini dikenal juga dengan nama al-Himariyyah, dinisbatkan kepada himar atau keledai.

[15] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/48-50.

[16] Lih. Badai’ al-Shanai’, 7/84, al-Muwafaqat, 4/209, Ushul Madzhab al-Imam Ahmad, hal. 509.

[17] HR. Ahmad dalam al-Musnad, Kitab al-Sunnah.

[18] Hammam adalah semacam pemandian umum pada waktu yang lalu, biasanya dilengkapi dengan fasilitas air hangat. (pen)

[19] Lih. Al-Risalah, hal. 219, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, 2/892.

[20] Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, 5/759.

[21] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/49.

[22] Ibid, 2/91-97.

[23] Irsyad al-Fuhul, hal. 212.

[24] Lih. Al-Risalah, hal. 25.

[25] Lih. Al-Umm, 5/52. Riwayat ini disebutkan dalam Talkish al-Habir (3/219), dimana ada seorang pria datang kepada Ibnu Umar dan menyebutkan bahwa ia telah menceraikan istrinya, maka Ibn ‘Umar mengatakan: “Berilah ia sekian...”. Dan setelah dihitung, jumlahnya sekitar 30 dirham.

[26] Ibid. (3/232)

[27] Ibid. 1/66.

[28] Lih. Talkhish al-Habir, 1/217.

[29] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/50, 91-96.

[30] Al-Salaf adalah istilah lain untuk jual-beli al-salam. (pen).

[31] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/82.

[32] Ibid, 2/85.

[33] Lih. Al-Muwafaqat, 4/117.

[34] Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/87.

[35] Lih. Taisir al-Tahrir, 4/78.

[36] Ibid, 4/79-80.

[37]Lih. Ushul al-Fiqh al-Muyassar, 2/89.

[38] I’lam al-Muwaqqi’in, 3/18.
READ MORE - ISTIHSAN DAN KEDUDUKANNYA SEBAGAI METODE ISTINBATH HUKUM DALAM USHUL FIQIH

Blog Archive