Dampak Krisis AS Terhadap Ekonomi Indonesia

Krisis ekonomi Amerika Serikat (AS) sangat berdampak terhadap masyarakat khususnya tenaga kerja. Departemen Tenaga Kerja AS baru saja mengumumkan jumlah pengangguran mencapai 6,1 persen jauh lebih tinggi dari prediksi yang diakibatkan krisis AS. Jumlah ini meningkat menyusul Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ribuan tenaga kerja akibat krisis ekonomi.Perubahan tingkat strategi kebijakan DPR AS terhadap paket kebijakan penyelamatan ekonomi atau RUU Bailout dengan dana sebesar US$ 700 miliar ternyata belum mendongkrak kepercayaan pasar. Fase persetujuan DPR atas RUU Bailout, harga saham- saham di pasar New York justru melemah, pasar belum yakin RUU Bailout mampu mencegah terjadinya krisis.Kalangan investor masih meragukan resolusi RUU Bailout bisa menggairahkan industri keuangan dan visa kredit. Reaksi negatif muncul umumnya disebabkan meningkatnya angka pengangguran.


Sebelumnya DPR AS sempat menolak RUU yang sama dengan alasan pasar uang yang harus menyelesaikan krisis financial ini. Gagalnya RUU Bailout di tangan DPR AS mengakibatkan Indeks Dow Jones mengalami penurunan 777 poin, penurunan ini menurut data pasar uang AS adalah penurunan terbesar dalam waktu 1 hari, untuk itulah Presiden Bush langsung menenangkan pasar dengan menekankan bahwa pintu penyelamatan ekonomi AS tertutup.Hingga akhirnya DPR AS menyetujui RUU Bailout tersebut. Senator Barack Obama yang kini menjadi calon presiden dari Partai Demokrat adalah salah satu senator yang menyetujui RUU tersebut. Persetujuan Senat tersebut disertai beberapa perubahan mencapai kelonggaran pada gaji perorangan dan usaha kecil serta menaikkan batas tabungan masyarakat yang dijamin pemerintah dari 100 ribu dolar menjadi 250 ribu dolar. Dan perubahan ini pun menghasilkan dukungan lintas partai di DPR.Begitu juga dengan negara Eropa seperti Prancis langsung memompa dana lebih dari 8,5 miliar dolar, dan pemerintah Irlandia juga menempatkan jaminan tanpa batas.


Hampir semua negara terkena dampaknya, tidak terkecuali Indonesia. Sudah banyak diberitakan di berbagai media massa, krisis keuangan global itu berdampak terhadap pasar saham Indonesia.Indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terkoreksi sangat tajam ke level 1.400-1.500 dibandingkan puncaknya pada level 2.800 pada akhir 2007.Dari sisi perdagangan luar negeri, Indonesia harus segera mengantisipasi pelemahan ekspor, baik harga maupun permintaan (volume). Harga berbagai komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak sawit mentah (CPO),minyak bumi, hasil-hasil perkebunan dan pertambangan turun cukup signifikan (dalam beberapa kasus sampai lebih dari 50%).Permintaan terhadap komoditas serta barang ekspor nonmigas yang berupa barang manufaktur Indonesia juga mulai menunjukkan penurunan. Mulai banyak diberitakan adanya cancellation atau pengurangan order untuk sisa order tahun 2008. Hal ini mulai dirasakan untuk alas kaki, tekstil,garmen,kerajinan tangan,dan mebel. Pengurangan permintaan ini kemungkinan berlanjut hingga 2009, khususnya untuk tujuan pasar yang sedang terkena krisis ekonomi seperti Amerika, Eropa, dan Jepang.



Ketua Umum Kadin Indonesia MS Hidayat memperkirakan 2 sampai 3 tahun ke depan AS harus kerja keras untuk mengatasi krisis perekonomiannya. Menurutnya, dunia usaha dan pemerintah Indonesia harus segera mencari pasar alternatif, sehingga produk ekspor tidak terganggu.

Menurut MS Hidayat kinerja ekspor Indonesia akan terpengaruh, akan menurun meski pun AS bukan tujuan ekspor terbesar tetapi ekspor utama seperti tekstil dan garmen, produk-produk pertanian yang menjadi koridor intensif industri padat karya, tentu akan berpengaruh dan harus ditanggulangi dengan cara klasifikasi market.Sementara Ekonom UGM Sri Adiningsih menilai sampai sejauh ini pemerintah Indonesia belum mempunyai langkah strategis untuk mengantisipasi dampak krisis financial AS, padahal jika krisis financial AS tidak segera teratasi maka dampaknya terhadap perekonomian Indonesia bisa lebih buruk dibanding krisis ekonomi tahun 1998. Sri Adiningsih kuatir, karena pasar keuangan Indonesia yang beberapa tahun terakhir ini banyak didukung oleh dana jangka pendek sementara kita tau bahwa dana jangka pendek internasional menurut pengamatannya itu di atas US$ 50 miliar sehingga kalau tidak hati-hati terhadap arus balik tentunya dampaknya akan merusak sekali


Ini saatnya bagi dunia usaha Indonesia untuk lebih memanfaatkan peluang pasar domestik, melakukan diversifikasi pasar dan produk usaha.Perusahaanperusahaan yang akan survive adalah perusahaan-perusahaan dengan pasar yang terdiversifikasi antara pasar domestik dan ekspor.Diversifikasi pasar ekspor perlu terus dilakukan dengan memanfaatkan peluang pasar-pasar nontradisional Indonesia seperti negara-negara Eropa Timur dan Timur Tengah.Selain itu pengusaha harus meningkatkan daya saing produk serta melakukan diversifikasi jenis produk. Pengusaha harus semakin kreatif mengantisipasi dampak krisis keuangan global ini. Tidak kalah pentingnya bagi pengusaha adalah menjaga hubungan industrial tetap kondusif.Manajemen perusahaan dan serikat pekerja harus mulai mengantisipasi permasalahan perburuhan yang akan muncul seperti ancaman PHK, pengurangan jam kerja, pengurangan upah/ gaji, penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourcing.

Blog Archive