Bentuk sikap antisipatif dan adaptif ini dapat dilakukan melalui upaya untuk melaksanakan perbaikan secara terus-menerus dalam proses manajemen. Jika kita mengacu pada konsep Total Quality Manajemen, maka upaya perbaikan secara terus menerus dalam proses manajemen di sekolah menjadi kebutuhan organisasi yang sangat mendasar. Dalam hal ini, Gostch dan Davis (Sudarwan Danim 2002:102) mengemukakan bahwa salah satu kaidah dalam mengaplikasikan TQM adalah adanya perbaikan kinerja sistem secara berkelanjutan. Untuk itu, kegiatan evaluasi dan riset menjadi amat penting adanya. Dengan melalui kegiatan evaluasi dan riset ini akan diperoleh data yang akurat untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkenaan dengan usaha inovatif organisasi dan penyesuaiaian-penyesuaian terhadap berbagai perubahan.
Berbicara tentang sikap antisipatif ini, kita akan diingatkan pula dengan konsep budaya organisasi yang adaptif yang dikemukakan oleh Ralph Klinmann bahwa budaya adaptif merupakan sebuah budaya dengan pendekatan yang bersifat siap menanggung resiko, percaya, dan proaktif terhadap kehidupan individu. Para anggota secara aktif mendukung usaha satu sama lain untuk mengidentifikasi semua masalah dan mengimplementasikan pemecahan yang dapat berfungsi. Ada suatu rasa percaya (confidence) yang dimiliki bersama. Para anggotanya percaya, tanpa rasa bimbang bahwa mereka dapat menata olah secara efektif masalah baru dan peluang apa saja yang akan mereka temui. Kegairahan yang menyebar luas, satu semangat untuk melakukan apa saja yang dia hadapi untuk mencapai keberhasilan organisasi. Para anggota ini reseptif terhadap perubahan dan inovasi. Rosabeth Kanter mengemukakan bahwa jenis budaya ini menghargai dan mendorong kewiraswastaan, yang dapat membantu sebuah organisasi beradaptasi dengan lingkungan yang berubah, dengan memungkinkannya mengidentifikasi dan mengeksploitasi peluang-peluang baru. (John P. Kotter dan James L. Heskett: 17- 49). Dengan demikian, sikap antisipatif dan adaptif terhadap perubahan seyogyanya menjadi bagian dari budaya organisasi di sekolah, yang ditunjukkan dengan upaya melakukan berbagai perbaikan dalam proses manajemen.