Membangun pendidikan merupakan upaya yang tidak akan pernah berhenti selama manusia mempunyai harapan akan mutu kehidupan yang lebih baik bagi keberlangsungan peradaban.
Ini tentu saja sesuatu yang logis, etis dan akan memperkuat nilai estetis dalam konteks kehidupan makhluk hidup di dunia Semua fihak, baik pemangku kepentingan dekat atau jauh, yang terkait dengan pendidikan sebenarnya mempunyai peran masing-masing dalam konteks kesisteman, dan jelas akan memberi andil yang signifikan, disadari atau tidak, terhadap mutu pembangunan pendidikan, karena secara filosofis pendidikan itu adalah kehidupan itu sendiri dengan lingkungannya masing-masing. Kesulitan, (dan bukan ketidakmungkinan) membangun secara sinergis seluruh proses pendidikan (Jalur-jalur pendidikan), membuat focus pembangunan pendidikan lebih menitik beratkan pada jalur formal diikuti dengan jalur non formal dengan tidak ada atau sedikit saja perhatian yang diberikan pada pendidikan informal, hal ini tentu saja akan berdampak pada ketidak seimbangan system pendidikan dalam menopang upaya memperkuat bangunan bangsa secara simultan, oleh karena itu diperlukan suatu strategi yang meskipun partial tapi dapat memperkuat penopang-penopang lainnya dalam memperkuat bangunan bangsa melalui pendidikan.
Pendidikan persekolahan pada dasarnya hanya merupakan salah satu proses pendidikan yang terjadi dalam suatu masyarakat, perhatian yang luar biasa terhadapnya telah menimbulkan proses-proses dalam jalur yang lain kurang mendapat perhatian secara sepadan, namun demikian hal ini bukan suatu hal yang perlu dijadikan tertuduh bagi ketertinggalan mutu pendidikan, melainkan harus menjadi penggerak penting bagi upaya-upaya untuk terus membangun, memperkuat, dan meningkatkan mutu pada pendidikan persekolahan, agar dapat memberi dampak pada penguatan pendidikan pada jalur lainnya. Implikasinya adalah apa dan bagaimana upaya-upaya yang perlu dilakukan guna menjadikan pendidikan formal persekolahan menjadi motor dan agen perubahan yang dapat memberi dampak pada semua jalur pendidikan dan seluruh pemangku kepentingan pendidikan. Hal ini memerlukan pemikiran bersama serta kerja bersama untuk secara bertahap makin dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap mutu pendidikan serta tuntutan perubahan yang sangat cepat akan mutu persekolahan, yang mau tidak mau memerlukan respons yang cerdas dari tenaga pendidik serta tenaga kependidikan. Dalam konteks tersebut, Pengawas sebagai tenaga kependidikan yang diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan khususnya persekolahan perlu terus melakukan upaya posisioning yang makin tepat dalam konteks pembangunan pendidikan serta peningkatan mutu pendidikan melalui persekolahan, sehingga peran yang dimainkan akan makin memberi dampak signifikan bagi masyarakat, dan dalam perkembangan dewasa ini, maka orientasi pada mutu nampaknya perlu lebih mendapat perhatian serta menjadikan dasar dalam setiap melaksanakan tugas kepengawasan, sehingga kontribusi pengawas bagi peningkatan mutu pendidikan makin bermakna serta mendapat tempat yang wajar dalam hiruk pikuknya birokrasi pendidikan meningkatkan mutu yang sering arahnya tidak jelas atau remang-remang. B. Mutu Pendidikan Mutu telah menjadi isu kritis dalam persaingan bisnis modern dewasa ini, dan hal itu telah menjadi beban tugas bagi para manager, dan masalah mutu juga telah masuk merasuki berbagai bidang kehidupan termasuk di bidang pendidikan.
Edward Sallis (1993) telah mencoba mengadopsi masalah mutu dalam dunia ekonomi dan bisnis ke dalam bidang pendidikan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan sesuai dengan karakteristik yang dimiliki dunia pendidikan khususnya persekolahan Namun demikian istilah mutu tetap saja merupakan konsep yang licin (Slippery) dan dapat menggelincirkan orang, banyak orang berbicara mutu padahal yang dimaksudkan adalah mahal, meskipun diakui bahwa yang bermutu itu cenderung mempunyai harga yang lebih tinggi, namun tidak selamanya yang harga tinggi dan mahal itu berarti bermutu, karena harga itu dampak dari mutu dan bukan sebaliknya. Oleh karena itu pemahaman akan konsep mutu serta orientasinya perlu mendapat pencermatan guna terhindar dari jebakan praktis, yang belakangan ini cenderung terjadi juga di dunia pendidikan (persekolahan). Dalam tataran teoritis konseptual, mutu telah didefinisikan oleh dua pakar penting bidang manajemen mutu yaitu Joseph Juran dan Edward Deming. Mereka berdua telah berhasil menjadikan mutu sebagai mindset yang berkembang terus dalam kajian managemen, khususnya managemen mutu. Menurut Juran Mutu adalah kesesuaian untuk penggunaan (fitness for use), ini berarti bahwa suatu produk atau jasa hendaklah sesuai dengan apa yang diperlukan atau diharapkan oleh pengguna, sementara itu Edward Deming. Menyatakan bahwa mutu mencakup kesesuaian atribut produk dengan tuntutan konsumen, namun mutu harus lebih dari itu. Terdapat dua sudut pandang dari pemikiran dua pakar di atas yaitu mutu dilihat dari pandangan produsen dan mutu dilihat dari pandangan konsumen. Dalam pandangan produsen mutu bermakna kesesuaian dengan penggunaan, dan ini mengindikasikan standar-standar yang harus dipenuhi oleh suatu produk/jasa dapat terpenuhi, sementara itu dari pandangan konsumen mutu itu apabila barang/jasa sesuai dengan harapan atau bahkan melebihi yang diharapkan dan Sallis menyebutnya Quality in Fact untuk yang pertama dan Quality in perception untuk yang kedua. C. Pengawasan dalam konteks Mutu Pendidikan Dalam bidang pendidikan, pandangan tentang mutu tersebut dapat dilihat dari standar-standar yang telah ditetapkan berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan (quality in fact) dan dari kepuasan pelanggan atau konsumen pendidikan (quality in perception). Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen yang penting jelas perlu melihat suatu organisasi dalam kaitannya dengan mutu karena pada akhirnya baik mutu dalam fakta maupun menurut persepsi dan harapan jelas akan menentukan bagi keberhasilan dan kesinambungan kiprah organisasi, dan hal ini tentu saja berlaku dalam bidang organisasi dan kelembagaan pendidikan seperti Sekolah. Pengawasan di sekolah dilihat dari sudut orientasinya yang berjalan sekarang ini lebih menekankan pada mutu dalam fakta, dimana peralatan yang sering dipergunakan adalah berbagai aturan dan standar yang harus dipenuhi melalui kegiatan monitoring (pemantauan), memberi judgment akan kondisi kelembagaan melalui kegiatan evaluasi, dan melaporkan serta menindaklanjutinya dalam bentuk kegiatan perbaikan melalui upaya-upaya pemberdayaan seluruh anggota organisasi sekolah. Hal ini sebagai pelaksanaan peran pengawas sebagai mitra, innovator, konselor, motivator dan konsultan sekolah. Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekola sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance) yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu, maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya bersifat bottom up Dalam kaitan tersebut, maka pengawasan di sekolah perlu lebih menekankan pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan kesesuaian dengan standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada gambar 1) yang kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan trigger utamanya adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan supervisi akademik, untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala sekolah melakukan hal tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan melalui implementasi MBS. Dalam upaya tersebut, pengawas jelas tidak dapat berperan optimal bila tenaga biroksasi kependidikan tidak menjalankan perannya memberikan pelayanan optimal bagi lembaga-lembaga pendidikan. Birokrasi pendidikan pada dasarnya merupakan organ yang mempunyai garis perintah dengan organisasi pendidikan, sehingga berbagai kebijakan yang dikeluarkan akan sangat mengikat, untuk itu birokrasi pendidikan (Dinas Pendidikan UPTD Pendidikan) perlu dodorong untuk semakin sadar bahwa kebijakan yang diterapkan pada organisasi pendidikan harus berbasis mutu, karena kebijakan mutu merupakan kewenangan birokrasi pendidikan. Sehingga terjadi sinergi antara birokrasi pendidikan dan pengawas dalam membangun pendidikan dengan basis mutu melalui upaya peningkatan mutu pendidikan secara sinergis. Apabila digambarkan akan nampak seperti dalam gambar 2 yang menunjukan kaitan antara tenaga biroksasi kependidikan dengan pengawas sebagai organ pengawasan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan Gambar 2 menunjukan dua aspek penting yaitu tenaga birokrasi yang mempunyai otoritas kebijakan mutu dan pengawas dengan otoritas penjaminan mutu dan tindaklanjutnya melalui peningkatan mutu setelah diperkuat dengan kebijakan mutu. Uraian di atas hanya salah satu saja dari sudut pandang mutu pendidikan yaitu mutu dalam fakta, sedang mutu dalam arti persepsi, dimana yang menentukan adalah pelanggan atau konsumen pendidikan jelas memerlukan pembahasan lebih jauh terkait dengan konteks, pengukuran serta kebijakan yang harus dilakukan sebagai dasar pejaminan mutu yang berorientasi konsumen
D. Penutup
Mutu pendidikan belakangan ini telah menjadi konsern bersama baik itu tenaga pendidik, tenaga kependidikan serta masyarakat. Ekspektasi yang terus meningkat akan mutu pendidikan, tidak hanya sekedar menyekolahkan, jelas memerlukan respon serius melalui berbagai kegiatan dan peran dalam bidang pendidikan yang makin bermutu termasuk dalam bidang pengawasan. Hal ini menuntut pada perlunya pengawasan pendidikan dilakukan dengan basis mutu, dimana orientasi pokok pekerjaan dalam pada bagaimana melaksanakan penjaminan mutu melalui monitoring, evaluasi dan pelaporan, serta menindak lanjutinya dengan peningkatan mutu melalui kegiatan pemberdayaan seluruh anggota organisasi lembaga pendidikan (sekolah)
Gambar 1 Proses utama Organisasi sekolah
Gambar 2 Mekanisme pengembangan Mutu Pendidikan