Etika Profesi (Kode Etik Advokat/Pengacara dan Dewan Kehormatan)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bahwa dengan kesepakatan bersama dari Dewan Pimpinan Pusat “IKATAN ADVOKAT INDENSIA” (“IKADIN”) Dewan Pimpinan Pusat “ASOSIASI ADVOKAT INODONESIA” (“A.A.I.”) dan Dewan Pimpinan Pusat “IKATAN PENASEHAT HUKUM INDONESIA” (I.P.H.I.”), dengan ini disusunlah satu-satunya Kode Etik Profesi Advokat/Penasehat Hukum – Indonesia.

Kode Etik ini bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya) maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat.

Pelaksanaan dan pengawasan Kode Etik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi profesi tersebut, yakni oleh “IKADIN”/”A.A.I.”/”I.P.H.I.”.

1.2 Perumusan Masalah

Materi yang akan diuraikan dalam paper ini, adalah :

1. Pengertian Umum

2. Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum

3. Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara

4. Pelaksanaan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum

5. Tentang Dewan Kehormatan

6. Tata Cara Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Profesi

7. Tata Cara Pemeriksaan Oleh Dewan Kehormatan Cabang

8. Sidang-Sidang Dewan Kehormatan Cabang

9. Sanksi – Sanki

10. Tentang Keputusan

11. Pemeriksaan Tingkat Banding

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah hukum Islam dan dalam rangka mengkaji ulang mengenai penegakan dan pelaksanaan etika profesi hukum.

1.4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian yang dilaksanakan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data litereir atau library research (studi pustaka). Karena itu, bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: pertama, bahan primer meliputi keseluruhan peraturan perundang-undangan. Kedua, bahan sekunder yang bersifat primer, yaitu bahan-bahan pustaka, seperti buku-buku yang berisikan pendapat para pakar atau praktisi atau hal-hal yang berkaitan erat dengan permasalahan yang sedang dikaji. Ketiga, bahan-bahan sekunder berupa bahan yang diperoleh dari artikel, jurnal, dan internet yang memiliki relevansi dengan permasalahan yang menjadi obyek kajian penelitian. Bahan-bahan tersebut dimaksudkan sebagai pendukung dalam menyusun paper ini.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Umum

Pengertian umum dimaksud dengan :

a. “ADVOKAT” : adalah seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi klien sebagai mata pencahariannya.

b. “PENASEHAT HUKUM : adalah idem dito “Advokat” diatas dengan sebutan “Penasehat Hukum”.

c. “KLIEN” : adalah orang/subyek hukum yang dengan memberikan kuasa diberikan bantuan hukum oleh Advokat/Penasehat Hukum atau oleh mereka yang menjalankan fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum.

d. “SEJAWAT ASING” : adalah orang atau mereka yang bukan berkewarganegaraan Indonesia, yang menjalankan praktek hukum dengan sah (legaal/legal) atau menjalankan pekerjaan sebagai Advokat/Penasehat Hukum di Indonesia.

e. “HONORARIUM” : adalah sejumlah pembayaran uang sebagai imbalan pemberian jasa bantuan hukum yang diterima oleh Advokat/Penasehat Hukum berdasarkan kesepakatan perjanjian dengan kliennya.

f. “DEWAN KEHORMATAN” : adalah lembaga atau badan yang dibentuk oleh organisasi profesi Advokat/ Penasehat Hukum, yang berfungsi dan berkewenangan mengawasi, dipatuhi dan dijalankan sebagaimana mestinya kode etik profesi Advokat/Penasehat Hukum ini di organisasi “IKADIN”, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.” masing-masing. Pasal 2 Dalam pengertian “Advokat” dan “Penasehat Hukum” dimaksud pasal 1 ad.a dan ad. b. diatas, dimaksud termasuk juga mereka yang disebut :

  1. “PENGACARA”
  2. “PENGACARA PRAKTEK”
  3. “Penerima Kuasa dengan izin khusus insidentil” dari pengadilan setempat.

2.2 Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum

Advokat/Penasehat Hukum adalah warganegara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia demi tegaknya hukum, setia kepada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

(1) Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.

(2) Advokat/Penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya.

(3) Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan perkerjaannya tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.

(4) Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mendiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.

(5) Advokat/Penasehat Hukum wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam Negara Hukum Republik Indonesia.

(6) Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas antara sesama sejawat.

(7) Advokat/Penasehat Hukum wajib memberikan bantuan pembelaan hukum kepada sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang disangka atau didakwa dalam suatu perkara pidana oleh yang berwajib, secara sukarela baik secara pribadi maupun atas penunjukkan/permintaan organisasi profesi.

(8) Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan perkerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat/Penasehat Hukum dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai profesi terhormat (officium nobile).

(9) Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan tugas pekerjaannya harus bersikap sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Advokat/ Penasehat Hukum dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat/Penasehat Hukum di mimbar manapun.

(10) Advokat/Penasehat Hukum berkewajiban membela kepetingan kliennya tanpa rasa takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai konsekwensi profesi baik resiko atas dirinya atau pun orang lain.

(11) Seorang Advokat/Penasehat Hukum yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif, Judikatif), tidak dibenarkan untuk tetap dicantumkan/dipergunakan namanya oleh kantor dimana semulanya ia bekerja.

2.3 Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara

(1) Advokat/Penasehat Hukum bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang dikemukakan dalam sidang pengadilan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan atau tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dengan perkara yang ditanganinya.

(2) Advokat/Penasehat Hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun di muka pengadilan, yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma.

(3) Surat-surat yang dikirim oleh Advokat/Penasehat Hukum kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara, tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim, kecuali dengan izin pihak yang yang mengirim surat tersebut.

(4) Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “SANS PREJUDICE “, sama sekali tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim.

(5) Isi pembicaraan atau korespondensi kearah perdamaian antara Advokat/ Penasehat Hukum akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai alasan terhadap lawan dalam perkara di muka pengadilan.

(6) Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan menghubungi skasi-saksi pihak lawan untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan. (

a. 7) Dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat/Penasehat Hukum hanya dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan.

(7) Dalam hal meyampaikan surat hendaknya seketika itu juga dikirim kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tembusan suratnya.

(8) Dalam suatu perkara pidana yang sedang berjalam di pengadilan, Advokat/ Penasehat Hukum dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum.

(9) Advokat/Penasehat Hukum tidak diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam/di luar sidang meskipun hanya bersifat “informandum”, jika hal itu tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga teman sejawat tersebut dapat mempelajari dan menanggapi catatan yang bersangkutan.

(10) Surat-surat dari Advokat/Penasehat Hukum lawan yang diterma untuk dilihat oleh Advokat/Penasehat Hukum, tanpa seizinnya tidak boleh diberikan surat aslinya/salinannya kepada kliennya atau kepada pihak ke tiga, walaupun mereka teman sejawat.

(11) Jika diketahui seseorang mempunyai Advokat/Penasehat Hukum sebagai kuasa hukum lawan dalam suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang tersebut mengenai perkara tertentu tersebut hanya dapat dilakukan melalui Advokat/ Penasehat Hukum yang bersangkutan atau dengan seizinnya.

(12) Jika Advokat/Penasehat Hukum harus berbicara tentang soal lain dengan klien dari sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang sedang dibantu dalam perkara tertentu, maka ia tidak dibenarkan meyinggung perkara tertentu tersebut.

(13) Advokat/Penasehat Hukum menyelesaikan keuangan perkara yang dikerjakannya diselesaikan melalui perantaraan Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan, terutama mengenai pembayaran-pembayaran kepada pihak lawan, terkecuali setelah adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.

(14) Advokat/Penasehat Hukum yang menerima pembayaran lansung dari pihak lawan, harus segera melaporkannya kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.

(15) Advokat/Penasehat Hukum wajib menyampaikan pemberitahuan putusan pengadilan mengenai perkara yang ia kerjakan kepada kliennya pada waktunya.

2.4 Pelaksanaan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum

Setiap orang yang menjalankan pekerjaannya sebagai Advokat/Penasehat Hukum baik sebagai profesinya ataupun tidak, yang bertindak sebagai kuasa hukum mewakili kepentingan Pemerintah, non Pemerintah atau perorangan, baik tanpa ataupun dengan pemberian izin secara insidental berpraktek di muka pengadilan oleh pengadilan setempat, wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik dan Ketentuan tentang Dewan Kehormatan Advokat/Penasehat Hukum Indonesia ini.

Pengawasan atas pelaksanaan kode etik Advokat/Penasehat Hukum ini dilakukan oleh masing-masing Dewan Kehormatan dari organisasi profesi yakni “IKADIN”, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.” dengan hak kewenangan memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran kode etik berdasarkan berdasarkan hukum acara peradilan Dewan Kehormatan.

Dewan Kehormatan yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik ini, dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi profesi tersebut.

Dewan Kehormatan dimaksud adalah Dewan Kehormatan “IKADIN”, Dewan

Kehormatan “A.A.I.” dan Dewan Kehormatan “I.P.H.I.”.

(5) Selain dari Dewan Kehormatan dari ke tiga organisasi profesi tersebut, tidak ada

badan lain yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik

profesi Advokat/Penasehat Hukum.

2.5 Tentang Dewan Kehormatan

Dewan Kehormatan “IKADIN” berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota “IKADIN” baik di Cabang maupun di Pusat, demikian pula berlaku hal yang sama bagi Dewan Kehormatan “A.A.I.” dan Dewan Kehormatan “I.P.H.I.” yang berkuasa memeriksa dan mengadili

masing-masing anggotanya.

Dewan Kehormatan dimaksud di atas, masing-masing juga berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum sebagaimana yang dimaksud pasal 2 huruf c dan ketentuan pasal 10 atas permintaan pengaduan dari pihak yang mengadukan atau

pengadu.

Pelanggaran kode etik yang dilakukan secara bersama oleh anggota-anggota dari organisasi yang sama atau secara bersama oleh anggota-anggota dari organisasi yang berbeda atau secara bersama oleh anggota organisasi dan non organisasi profesi, bukan Advokat/Penasehat Hukum, terhadap masing-masing pelanggar kode etik diadukan, diperiksa dan diadili oleh Dewan Kehormatan dari organisasi profesi sebagaimana diatur ayat (1) pasal ini.(3) Dewan Kehormatan dibentuk di Pusat disebut Dewan Kehormatan Pusat dan di Cabang disebut Dewan Kehormatan Cabang.

Dewan Kehormatan Cabang berkuasa memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik pada peradilan kode etik tingkat pertama terhadap anggota dari organisasinya dan yang bukan Advokat/Penasehat Hukum di Cabangnya dan Dewan Kehormatan Pusat dalam tingkat banding atau putusan akhir.

Persidangan oleh Dewan Kehormatan tersebut dipimpin Majelis Dewan Kehormatan yang terdiri dari seorang Ketua Majelis dan beberapa orang anggota Majelis dengan ketentuan Majelis Dewan Kehormatan harus berjumlah ganjil.

2.6 Tata Cara Pengaduan Pelanggaran Kode Etik Profesi

Pengaduan terhadap seseorang yang dianggap melanggar kode etik profesi, baik ia Advokat/Penasehat Hukum sebagaimana dimaksud pasal 10 ayat (1), harus diadukan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya, di Cabang kepada Dewan Kehormatan Cabang dari organisasi profesi bersangkutan dan di Pusat kepada Dewan Kehormatan Pusat dari organisasi profesi bersangkutan.

Bilamana di suatu tempat tidak ada organisasi profesi bersangkutan, tidak ada/belum dibentuk organisasi tingkat Cabangnya, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Pusat dari induk organisasi profesinya di Pusat.

Bilamana pengaduan disampaikan dan dialamatkan kepada Dewan Piminan Cabang, maka Dewan Pimpinan Cabang wajib meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang organisasi profesi bersangkutan untuk dipertimbangkan dan diselesaikan.

Bilamana pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan

Kehormatan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Kehormatan Pusat wajib meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang melalui Dewan Pimpinan Cabang organisasi profesi bersangkutan.

Materi pengaduan hanyalah yang mengenai pelanggaran kode etik profesi Advokat/Penasehat Hukum. Pengaduan dapat diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan ialah :

a. klien

b. teman sejawat

c. pejabat/pengusaha

d. anggota masyarakat

e. Dewan Pimpinan Pusat

f. Dewan Pimpinan Cabang

Bilamana Dewan Kehormatan Cabang belum terbentuk, tugasnya dilakukan oleh Dewan Kehormatan Cabang organisasi profesi bersangkutan yang terdekat.

2.7 Tata Cara Pemeriksaan Oleh Dewan Kehormatan Cabang

Dewan Kehormatan Cabang mencatat surat-surat pengduan yang diterimanya dalam buku register yang khusus disediakan untuk itu dan setelah diterimanya pengaduan tertulis yang disertai dengan surat-surat bukti dan kesaksian-kesaksian yang dianggap perlu tersebut, selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari, tindasan/foto copie surat pengaduan tersebut sudah disampaikan dengan surat kilat khusus/tercatat melalui kantor pos atau secara langsung kepada yang diadukan sendiri dengan tanda terima sebagai buktinya.

Surat pemberitahuan dengan lampiran surat pengaduan selengkapnya tersebut harus secara patut disampaikan kepada yang diadukan dengan diberitahukan supaya jawaban disampaikan secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang selambat-lambatnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari terhitung sejak tanggal diterimanya

surat pemberitahuan tersebut.

Jawaban tertulis dari yang diadukan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang dilengkapi dengan surat-surat bukti dan kesaksian-kesaksian yang dianggap perlu.

Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut yang diadukan tidak memberikan jawaban tertulis, disampaikan pemberitahuan ulang ke dua kalinya dengan peringatan supaya jawaban secara tertulis disampaikan dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan ke dua kalinya tersebut dan jika dalam batas waktu 14 (empat belas) hari tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.

Dalam hal pihak yang diadukan tidak menyampaikan jawaban tertulis atau telah dianggap melepaskan hak jawabnya sebagaimana diatur dalam ketentuan ayat pasal ini, maka Dewan Kehormatan Cabang berkuasa memeriksa dan mengadili serta menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak yang diadukan dengan putusan verstek.

Dengan telah diterimanya atau dengan tidak diterimanya jawaban tertulis dari yang diadukan sesuai dengan batas tenggang waktu yang ditentukan dalam ayat (2) dan ayat (4) pasal ini, Dewan Kehormatan Cabang segera menentukan dan menetapkan hari dan tanggal sidangnya dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari selambat-lambatnya dan menyampaikan surat pemberitahuan panggilan untuk hadir dipersidangan yang sudah ditetapkan tersebut, masing-masing kepada pengadu dan kepada yang diadukan dengan ketentuan bahwa surat-surat panggilan tersebut harus diterima oleh yang berkepentingan paling lambat (sedikitnya) 3 (tiga) hari sebelumnya hari/tanggal sidang tersebut dan panggilan harus dilakukan secara patut.

Pengadu dan yang diadukan secara pribadi harus datang hadir sendiri dipersidangan dan jika dikehendaki masing-masing pihak boleh didampingi oleh penasehatnya tetapi tidak dapat diwakili atau dikuasakan kepada orang lain. Pada sidang pertama kalinya, ke dua belah pihak pengadu dan yang diadukan dipanggil hadir dengan patut dipersidangan.

Bilamana salah satu pihak pengadu atau yang diadukan tidak hadir, sidang tidak dapat dilanjutkan dan ditunda pada sidang berikutnya paling lama 14 (empat belas) hari, terkecuali karena ketentuan diatur dalam ayat (5) pasal ini.

Bilamana setelah dipanggil dengan patut pengadu pada sidang pertama tidak hadir dan sidang ke dua juga tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang sah, maka pengaduan dari pengadu harus dinyatakan gugur atau menjadi gugur dan tidak dapat untuk diajukan kembali.

Bilamana setelah dipanggil dengan patut yang diadukan pada sidang pertama tidak hadir dan pada sidang ke dua juga tidak hadir dipersidangan tanpa alasan yang sah, maka Dewan Kehormatan Cabang berkewenangan melanjutkan sidangnya dan menjatuhkan putusannya tanpa hadirnya yang diadukan.

Pada sidang pertama yang dihadiri oleh ke dua belah pihak, pengadu dan yang

diadukan, Dewan Kehormatan Cabang wajib mengusahakan tercapainya perdamaian. Bilamana tercapai perdamaian antara pengadu dan yang diadukan, maka dalam sidang itu dengan persetujuan yang diadukan, pengadu mencabut kembali serta membatalkan pengaduannya atau dengan dibuat dan ditandatanganinya bersama oleh kedua belah pihak akta perdamaian secara tuntas yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti yang dijadikan keputusan Dewan Kehormatan Cabang.

Dimuka sidang, kepada pengadu diminta untuk mengemukakan alasan-alasan pengaduannya dan kepada yang diadukan diminta untuk mengemukakan hak pembelaan dirinya, yang diatur dan dilakukan secara bergiliran. Sedangkan surat-surat bukti dan keterangan kesaksian saksi-saksi dari pengadu dan dari yang diadukan akan diperiksa oleh Dewan Kehormatan Cabang.

2.8 Sidang-Sidang Dewan Kehormatan Cabang

Dewan Kehormatan Cabang bersidang dengan sidang Majelis Dewan Kehormatan Cabang yang terdiri sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota tetapi harus selalu berjumlah ganjil dan sidang dipimpin oleh seorang Ketua Majelis sidang Dewan Kehormatan Cabang merangkap sebagai anggota sesuai ketentuan pasal 11 ayat Majelis sidang Dewan Kehormatan diketuai dan dipimpin oleh salah seorang anggota Majelis yang tertua usianya atau oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang.

Setiap kali persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat berita acara persidangannya yang disahkan dan ditandatanganinya atau yang sedikit-dikitnya ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.

Keputusan dari Majelis Kehormatan Cabang ditandatangani oleh semua anggota Majelis, kecuali mereka yang berhalangan, hal ini disebut dalam keputusan yang bersangkutan.

Keputusan seperti dimaksud pada bagian terakhir dari ayat (3) pasal ini adalah tetap sah.

Majelis Kehormatan Cabang mengambil keputusan dengan suara terbanyak dalam sidang tertutup dan putusannya diucapkan dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya memberitahukan hari, tanggal dan waktu sidang tersebut kepada pengadu dan kepada yang diadukan disampaikan secara patut.

Keputusan tersebut harus memuat pertimbangan-pertimbangan tentang dasar dari pertimbangannya dan dengan menyebutkan/menunjuk pada pasal atau pasal-asal

ketentuan kode etik profesi yang dilanggar.

2.9 Sanksi – Sanki

Sanksi-sanksi atas pelanggaran kode etik profesi ini dapat dikenakan hukuman berupa :

a. Teguran;

b. Peringatan;

c. Peringatan keras;

d. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu;

e. Pemberhentian selamanya;

f. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

Dengan pertimbangan atas berat dan ringannya sifat pelanggaran kode etik dapat dikenakan sanksi-sanksi dengan hukuman :

- berupa teguran atau berupa peringatan bilamana sifat pelanggarannya tidak berat;

- berupa peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi berbuat melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan sanksi teguran/peringatan yang diberikan;

- berupa pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan kode etik profesi atau bilamana setelah mendapatkan sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melalukan pelanggaran kode etik profesi.

Advokat/Penasehat Hukum yang melakukan pelanggaran kode etik profesi dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kerhormatan profesi Advokat/ Penasehat Hukum yang wajib dijunjung tinggi sebagai profesi yang mulia dan terhormat, dapat dikenakan sanksi dengan hukuman pemberhentian selamanya.

Sanksi putusan dengan hukuman pemberhentian sementara untuk waktu tertenu dan dengan hukuman pemberhentian selamanya, dalam keputusannya dinyatakan bahwa yang bersangkutan dilarang dan tidak boleh menjalankan praktek profesi Advokat/Penasehat Hukum baik di luar maupun di muka pengadilan.

Terhadap mereka yang dijatuhi hukuman pemberhentian selamanya, dilaporkan dan diusulkan kepada Pemerintah cq. Menteri Kehakiman R.I. untuk membatalkan serta mencabut kembali izin praktek/surat pengangkatannya.

2.10 Tentang Keputusan

Setiap keputusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang dan Majelis Dewan Kehormatan Pusat diucapkan dalam sidang yang terbuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah keputusan diucapkan di muka sidang, salinan keputusan disampaikan kepada :

a. anggota/orang yang diadukan ;

b. pihak pengadu;

c. Dewan Pimpinan Cabang setempat;

d. Dewan Kehormatan Pusat organisasi profesi bersangkutan;

e. Dewan Pimpinan Pusat ‘IKADIN’, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.”;

f. Menteri Kehakiman R.I.;

g. Ketua Mahkamah Agung R.I.;

h. Lembaga/instansi pemerintah yang dianggap perlu.

Apabila pihak-pihak yang bersangkutan (pengadu dan yang diadukan) tidak puas dengan putusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat dari organisasi profesi tersebut melalui Dewan Kehormatan Cabang setempat.

Keputusan Majelis Dewan Kehormatan Pusat merupakan keputusan tingkat banding bersifat final atau keputusan akhir yang berkeuatan hukum tetap dan pasti.

2.10 Pemeriksaan Tingkat Banding

Permohonan banding dan memori banding diajukan dan disampaikan oleh yang bersangkutan melalui Dewan Kehormatan Cabang setempat dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal diterimanya salinan keputusan tersebut oleh yang

bersangkutan. Pengajuan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang. Pengajuan permohonan banding yang tanpa dilengkapi dengan penyerahan memori bandingnya dalam batas waktu yang telah ditentukan, dinyatakan menjadi batal demi hukum (nietig).

Semua ketentuan acara pemeriksaan yang berlaku untuk Dewan Kehormatan Cabang pada pemeriksaan tingkat pertama, mutatis mutandis tata cara yang sama diberlakukan untuk pemeriksaan pada tingkat banding/Dewan Kehormatan Pusat.

Pemeriksaan pada tingkat banding dilakukan oleh Majelis Dewan Kehormatan Pusat dengan anggota Majelis sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota tetapi harus selalu ganjil jumlahnya.Dewan Kehormatan Pusat dapat menerima permintaan pemeriksaan langsung dari Dewan Kehormatan Cabang atas perkara yang belum diperiksa di Cabang.

Dewan Kehormatan Pusat dapat memeriksa perkara tersebut dengan ketentuan

harus atas dasar adanya permintaan dan surat pernyataan persetujuan dari kedua belah pihak disertai alasan-alasannya yang diajukan melalui Dewan Kehormatan Cabang untuk persetujuannya.

Majelis Dewan Kehormatan Pusat berkuasa menguatkan, merobah dan membatalkan keputusan Majelis Dewan Kehormatan Cabang baik untuk sebahagian maupun untuk seluruhnya dan dengan memberikan keputusannya sendiri.

Keputusan Majelis Dewan Kehoramtan Pusat mempunyai kekuatan hukum tetap sejak putusan itu diucapkan di muka sidang dan dapat dijalankan seketika itu juga, tidak dapat dilakukan upaya perobahan/pembatalan oleh Konggres/Musyawarah

Nasional organisasi profesi sekalipun.


Dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari setelah keputusan diucapkan di muka sidang, salinan keputusan harus disampaikan kepada :

a. pemohon banding;

b. termohon banding;

c. Dewan Kehormatan Cabang bersangkutan; (untuk diketahui dan dilaksanakan)

d. Dewan Pimpinan Cabang bersangkutan; (untuk diketahui dan dilaksanakan)

e. Dewan Pimpinan Pusat “IKADIN”, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.” (sebagai laporan/untuk diketahui)

f. Menteri Kehakiman R.I.; (untuk diketahui)

g. Ketua Mahkamah Agung R.I.; (untuk diketahui)

h. Lembaga/Instansi Pemerintah yang dianggap perlu; (untuk diketahui)

Segala biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan tingkat pertama dan di tingkat banding dapat ditentukan dibebankan kepada :

a. yang mengadukan atau pengadu;

b. yang diadukan;

c. Dewan Pimpinan Cabang di tingkat Cabang;

d. Dewan Pimpinan Pusat di tingkat Pusat;

Blog Archive