Inovasi Teknologi di Balik Proyek Pembacaan Genom
Oleh : Is Helianti Gegap gempita proyek genom manusia mencapai puncaknya pada bulan April 2003 lalu. Selesainya proyek ini menjadi salah satu tonggak sejarah kemajuan bioteknologi dan diperkirakan akan menimbulkan revolusi di bidang pengobatan dan kesehatan manusia. Pengobatan sistem pesan secara genetis akan melonjak dengan pesat. Penemuan vaksin dan disain obat-obatan akan semakin mudah dan cepat. Royalti yang didapatkan karena paten juga tentu menggiurkan.
Akan tetapi, ketika cikal bakal proyek genom manusia dimulai tahun 1980-an, para ilmuwan sendiri tidak mengira bahwa mereka akan bisa menyaksikan puncak karya mereka pada tahun 2003 lalu. Ini dikarenakan pada awal-awalnya proyek pembacaan genom manusia bergerak sangat lambat.
1. Sejarah Proyek Genom
Pada tahun 1977, dimulailah pemetaan gen dari genom manusia, yang berhasil memetakan 3 gen manusia. Jika menggunakan metode yang dipakai pada saat itu, maka untuk menyelesaikan proyek genom manusia yang diketahui berukuran 3000 mega base pair akan memakan waktu 3 sampai 4 juta tahun.
Sepuluh tahun kemudian, para ilmuwan berhasil memetakan 12 gen manusia. Mulai tahun 1987 inilah dunia internasional, Amerika khususnya, secara besar-besaran menginvestasikan 200 juta US dolar ( 2 trilyun rupiah) setiap tahun selama 20 tahun untuk proyek ini. Dengan investasi raksasa ini, pada tahun 1997, telah dipetakan sekitar 30.000 gen manusia. Berdasarkan perkiraan saat itu, proyek genom tersebut baru akan dapat diselesaikan sekitar tahun 2047. Akan tetapi, ternyata pada tahun 2001, proyek genom manusia telah mendekati tahap penyelesaian, sehingga Presiden Clinton waktu itu merasa perlu mengumumkannya kepada masyarakat dunia. Proyek ini 100% selesai pada tahun 2003 lalu. Suatu kemajuan yang fantastik.
Sebenarnya, jauh sebelum genom manusia lengkap terbaca, pada tahun 1977 Sanger dan koleganya berhasil membaca genom bakteriofage (virus yang menginfeksi bakteri) PhiX174 yang besarnya 5 kilo bp. Delapan belas tahun setelah itu, genom bakteri patogen Haemophilus influenza juga telah berhasil dibaca. Pembacaan genom DNA yang berukuran 1800 kilo base pair ini menandai dimulainya proyek genom mikroba, yang publikasinya banyak tertutupi oleh proyek genom manusia.
Dimulailah babak sejarah baru ilmu mikrobiologi, yaitu era post microbial genomics. Para ilmuwan dimungkinkan untuk menganalisa gen-gen yang sesuai dengan tujuan penelitian. Kalangan industri mempergunakan data tersebut untuk pencarian biokatalis baru atau disain obat seperti antibiotik dan inhibitor. Paradigma molekular biologist bahwa identifikasi satu gen dan fungsinya untuk satu disertasi mahasiswa doktoral yang dianut selama ini akan menjadi minoritas.
Jay M. Short, direktur PT Diversa, suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang kajian mikrobial genomik dan komersialisasinya di US mengatakan bahwa, pasca genom manusia, mikroba akan menjadi frontier genomik berikutnya. Dan memang, ungkapannya tidak berlebihan.
Sampai sekarang, sejak pembacaan genom lengkap dari patogen Haemophilus influenzae pertama kalinya tahun 1995, selama hampir 9 tahun ini terdapat pelonjakan yang drastis. Lebih dari 200 species bakteri dan archaea (tidak termasuk virus) yang komplit dibaca dan dipublikasikan. Ini belum termasuk sekitar 1000-an genom mikroba yang dibaca oleh perusahaan industri atau komersial yang hasilnya tentu tidak akan menjadi domain publik.
2. Inovasi Teknologi dan Investasi
Mengapa genom manusia bisa selesai dibaca jauh lebih cepat dari yang diperkirakan? Mengapa jumlah genom mikroba yang terbaca melonjak sangat pesat?
Hal ini disebabkan tidak lain, seperti telah disebutkan di atas, oleh investasi besar-besaran dalam inovasi teknologi khususnya percepatan sekuensing. Mari kita urutkan dengan melihat sejarah penemuan sain dan inovasi teknologi yang mendukung proyek genom makhluk hidup.
Inovasi teknologi yang menjadi landasan sejarah proyek genom makhluk hidup adalah penemuan metode sekuensing oleh Sanger. Tahun 1977, Frederick Sanger mempublikasikan dalam jurnal ilmiah Nature bahwa dia berhasil membaca sekitar 5000 base pair genom DNA bakteriofage phiX174 [1].
Untuk prestasi yang luar biasa itu dia berhak mendapat Nobel di bidang biokimia. Dapat dikatakan, jerih payah Sanger dan koleganya pada waktu itu sangat tak terbayangkan dalam kondisi era post genomic sekarang.
Metode Sanger waktu itu adalah, menjadikan utas tunggal DNA virus sebagai template untuk proses polimerisasi utas tunggal DNA pasangannya. Campuran reaksi untuk reaksi polimerisasi DNA dibagi menjadi 4 tabung reaksi. Setiap tabung mengandung DNA polimerase, campuran dinukleotida dari 4 jenis basa (dATP, dCTP, dGTP, dan dTTP), dan salah satunya (misalnya dGTP) dilabeli dengan fosfor radioaktif (32P) isotop, serta dalam jumlah sedikit masing-masing satu jenis dideoksinukleotida (ddATP, ddCTP, ddGTP, atau ddTTP) sebagai substrat. Dideoksinukleotida ini struktur molekulnya mirip dengan dinukleotida, hanya tak punya gugus OH untuk mengikat substrat berikutnya.
Enzim DNA polymerase akan mengkatalis reaksi polimerasi, tetapi reaksi akan terhenti jika substrat yang terikat adalah dideoksinukleotida. Sehingga akan terbentuklah fragmen-fragmen yang panjangnya berbeda yang diakhiri dengan ddATP, ddCTP, ddGTP, dan ddTTP di masing-masing tabung reaksi. Fragmen-fragmen yang terbentuk ini diseparasi menurut sizenya dengan elektroforesis pada papan gel. Dengan menggunakan autoradiografi untuk deteksi radioaktivitas dan visualisasi letak fragmen maka akan didapat susunan basa DNA milik pasangan (complementary) dari utas tunggal template DNA.
Dengan metode yang juga disebut dengan metode chain termination ini, saat itu, satu orang peneliti mengerjakan secara manual dengan resiko terpapar radiasi isotop, hanya mampu membaca 1000 base pair DNA selama satu tahun!
Dalam perkembangan selanjutnya, ilmuwan mulai melakukan otomatisasi
metode Sanger, sehingga sekuensing tidak lagi dilakukan secara manual, dan dapat lebih cepat. Lalu berturut-turut ditemukan metode elektroforesis dengan menggunakan pipa rambut (kapiler), yang memungkinkan memisahkan fragmen-fragmen DNA secara lebih rapat namun jelas, dan lebih cepat daripada menggunakan papan gel.
Ide elektroforesis secara kapiler lalu diadaptasi oleh perusahaan Molecular Dynamics dan Applied Biosystem untuk membuat DNA analyzer kapiler. Metode Sanger yang menggunakan radioisotop yang berbahaya untuk koktail reaksi sekuensing lambat laun dimodifikasi dengan metode yang memakai substrat dideoksinukleotida yang diberi label fluorescence yang berbeda-beda.
Intensitas fluorescense dapat dideteksi dengan fluorometer yang berintegrasi dengan elektroforesis kapiler. Pada alat ini juga digabungkan komputer untuk menganalisa data hasil sekuensing pipa kapiler. Mulai tahun 1998, produk DNA analyzer kapiler dari Applied Biosystem dan Molecular Dynamics menguasai pasar dunia.
Dalam banyak proyek pembacaan genom, pembuatan reaksi koktail untuk sekuensing, pengumpulan data hasil elektroforesis, dan sebagainya dilakukan oleh robot-robot yang dikontrol komputer. Bahkan laboratorium institusi penelitian yang mengerjakan proyek genom manusia adalah laboratorium yang sepi dari orang, karena berisi mesin-mesin ekstraksi DNA dan DNA analizer yang hampir kesemuanya digerakkan oleh robot.
Kombinasi dari inovasi teknologi sekuensing, elektroforesis dengan cara kapiler, robotisasi, dan otomatisasi inilah yang mempercepat proses sekuensing. Sebagai perbandingan di era post genomic ini, satu laboratorium standard yang mempunyai mesin pembaca DNA (DNA analyzer produk Apllied Biosystem edisi 3730 misalnya) dapat mebaca sekitar 748,800 bp per hari. Dengan asumsi, mesin DNA analyzer standard mempunyai 48 pipa kapiler untuk 48 sampel, satu kali running bisa membaca 650 bp dalam waktu satu jam, sehingga didapat 48 dikalikan 650 dikalikan 24.
Jadi, hanya dalam masa hampir tiga dekade terjadi percepatan hampir 300.000 kali. Prestasi dari penerapan inovasi teknologi yang luar biasa. Mungkin beberapa tahun ke depan kita akan mendengar bahwa seluruh genom manusia dari satu sel dapat dibaca hanya dengan bilangan jam!
3. Sumbangan Sains Dasar dan Teknologi DNA Rekombinan
Inovasi teknologi percepatan sekuensing tidaklah maju sendirian. Inovasi ini tidak akan ada artinya tanpa teknologi DNA rekombinan yang dapat membuat klon-klon yang berisi pecahan atau fragmen genom DNA dari organisme yang akan dibaca genomnya. Karena itu, sumbangan teknologi DNA rekombinan pada proyek genom makhluk hidup adalah mutlak, dan makin membukakan kita tentang betapa pentingnya SDM peneliti di negara kita untuk menguasai teknologi ini.
Namun, teknologi DNA rekombinan juga tak akan pernah ada, seandainya misteri struktur DNA tidak dipecahkan oleh Watson dan Crick. Mereka berhasil menemukan model struktur DNA yang memang sudah diduga sebagai sumber informasi genetik makhluk hidup yang dapat diwariskan (1953) [2]. Struktur double helix dengan basa yang berpasangan dapat menjelaskan dengan akurat fenomena pewarisan DNA sebagai material genetis.
Selanjutnya tahun 1973, Cohen dan Boyer [3] mengumumkan teknologi DNA rekombinan di atas. Yaitu teknologi memotong dan menyambung DNA secara in vitro, sehingga memungkinkan untuk memasukkan DNA asing yang berasal dari organisme lain pada host. DNA asing ini dapat diwariskan sehingga didapatlah klon E.coli rekombinan. Teknologi inilah yang menjadi dasar pembuatan jutaan klon E. coli yang berisi pecahan fragmen DNA untuk proyek genom manusia, dan ribuan klon untuk proyek genom mikroba.
4. Pasar Bioteknologi di Era Post Genomik
Era post genomic sekarang, memang menjanjikan keuntungan material yang menggiurkan. Setelah genom selesai disekuens, untuk proses analisa dan identifikasi fungsi gen dan sebagainya diperlukan program komputer/software khusus. Makin menumpuknya data genom makhluk hidup, maka program untuk mengumpulkan, mensistemasi, melakukan annotasi atau identifikasi fungsi gen, harus makin canggih. Produk teknologi baru yang dikenal dengan bioinformatics ini mempunyai pasar yang menjanjikan untuk komersialisasi software.
Demikian juga permintaan produk teknologi untuk diagnostik lainnya yang muncul bersamaan dengan proyek genom seperti DNA chips, DNA microarray, dan protein microarray, berada pada kurva naik.
Di tahun depan diramalkan, perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang sekuensing dan analisa data genomik di negara maju akan bermetamorfosis menjadi perusahaan industri farmasi (farmacogenomik). Karena analisa data genomik menjadi jalan pintas yang cukup handal untuk disain dan penemuan obat, dibanding dengan cara konvensional yang try and error dan time-consuming.
Pasar era post genomik ini pula yang memacu Jepang. Sebagai negara maju yang digolongkan terlambat dalam menguasai teknologi DNA rekombinan, Jepang telah berhasil menunjukkan giginya. Sumbangan Jepang untuk proyek genom manusia di tahun-tahun terakhir cukup signifikan.
Dari tahun 1997 sampai sekarang sedikitnya Jepang telah menyumbangkan kepada dunia iptek 12 species mikroba yang genomnya telah selesai dibaca, dan beberapa makhluk hidup tingkat tinggi seperti padi dan sapi yang sedang dalam proses pembacaan. Dan memang, pemerintah Jepang tidak tanggung-tanggung dalam mengerahkan investasinya untuk penelitian genom yang disebutnya Golden Project. Setidaknya hampir satu trilyun rupiah dikerahkan untuk penelitian genom tiap tahunnya. Untuk tahun 2010, Jepang menargetkan dapat menyelesaikan 100 mikroba yang genomnya akan selesai dibaca. Walaupun dalam penerapan komersialisasi hasil penelitian, Jepang lebih lambat daripada Amerika Serikat,tetapi nampaknya ini hanya soal waktu saja.
5. Kesimpulan
Melihat sejarah perkembangan pembacaan genom, khususnya inovasi teknologi dibaliknya, mungkin sebagai negara berkembang kita bisa belajar beberapa hal. Bahwa, inovasi teknologi sehingga dia dapat diterapkan pada akselerasi penelitian yang terkait erat dengan komersialisasi produk memerlukan investasi dana yang tidak sedikit.
Yang kedua, ternyata perlu kekonsistenan dari para pelaku riset untuk terus meneliti dan menghasilkan,dan juga kemauan dan kepedulian pelaku industri untuk berinvestasi dalam riset, memanfaatkan, dan mengembangkan hasil riset.
Untuk yang pertama, tidak bisa tidak, kita berharap banyak dari pemerintah (yang baru) untuk lebih memperhatikan investasi di bidang iptek jika ingin iptek menjadi pendukung pembangunan. Untuk yang kedua, kiranya kita perlu menunggu bukti dari para peneliti dan pelaku industri untuk menjadikan hasil riset domestik menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
6. Daftar Pustaka
[1] Sanger, Air, Barrell, Brow, Coulson, Fiddes, Hutchison, Slocombe, and Smith (1977). ??ucleotide sequence of bacteriophage phi X174DNA.??Nature 687-695.
[2] Watson and Crick. (1953). ??olecular structure of nucleic acids; a structure for deoxyribose nucleic acid.??br> Nature 737-738.
[3] Cohen, Chang, Boyer, Helling (1973). Construction of biologically functional bacterial plasmids in vitro.
Proc Natl Acad Sci U S A 3240-3244.
Tanggapan Biogen Online: Istilah "totipotensi" sangat erat kaitannya dengan sel, sehingga konotasi totipotensi akan selalu mengarah pada istilah "totipotensi sel". Istilah ini banyak disebut dalam kaitannya dengan teknologi kultur jaringan.
Totipotensi sel diartikan sebagai kemampuan sel untuk tumbuh serta berkembang menjadi individu sempurna dengan organ-organ dan jaringan-jaringannya.
Matthias Schleiden dan Theodor Schwann mengemukan suatu teori yang dikenal sebagai "teori totipotensi sel" (total genetic potential), yang menyatakan bahwa setiap sel hidup mempunyai kemampuan untuk bereproduksi, membentuk organ, dan berkembang menjadi individu baru yang sempurna/utuh jika ditumbuhkan pada media dan lingkungan yang sesuai.
Teori ini selanjutnya dijadikan sebagai dasar dalam memanipulasi sel atau jaringan tanaman menjadi organ atau tanaman utuh secara in vitro (yang sekarang dikenal dengan teknologi kultur jaringan).