Banyak hal dari sistem pendidikan di tanah air kita yang masih membutuhkan pemecahan permasalahan, namun yang paling mendesak adalah kebutuhan akan pemerataan pendidikan bagi generasi muda, terutama anak-anak usia wajib belajar di Indonesia. Seperti yang kita tahu, pemerataan pendidikan di Indonesia telah menjadi masalah klasik selama puluhan tahun Indonesia merdeka. Sudah bukan rahasia lagi bahwa pendidikan di Pulau Jawa dianggap selalu lebih baik dari pada pendidikan di daerah-daerah Indonesia bagian timur. Sehingga mungkin tidaklah salah jika dunia pendidikan kita bercermin pada sebuah film karya anak bangsa yang berjudul ‘Denias’. Tanpa bermaksud mempromosikan, namun film ini sebenarnya dapat membuka mata kita tentang masalah krusial pendidikan di tanah air. Betapa lokasi yang berjarak dan keterbatasan SDM pendidik ternyata masih menjadi kendala bagi meratanya pendidikan di Indonesia, disamping tentunya primitifitas masyarakat.
Indonesia sebagai negara kepulauan memang mempunyai tantangan tersendiri dalam mengembangkan sistem pendidikannya. Kendala yang dihadapi tentulah tidak akan sama dengan negara tetangga seperti Singapura ataupun Filipina. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, dan penduduknya pun juga tersebar di berbagai pulau. Sebenarnya inilah tantangan terbesar bangsa kita sebagai bangsa dalam menyampaikan jaminan hak warga negaranya yang bernama pendidikan. Geografis Indonesia membutuhkan suatu dukungan solusi yang dapat memecahkan permasalahan jarak ini.
Jika kita cermati, dalam pengembangan teknologi informasi saat ini sebenarnya telah ada solusi yang dapat mengatasi permasalahan jarak dan geografis seperti di Indonesia ini. Pengembangan teknologi informasi yang dimaksud tidak lain adalah E-Learning atau yang bagi sebagian orang juga disebut Distance Learning.
Dengan E-Learning, ini pertemuan antara guru dan murid tidak harus dilakukan secara fisik. Murid dapat mempelajari materi pelajaran secara online dari Internet dan mengerjakan tugas-tugas maupun soal-soal ujian secara online pula di Internet. Siswa dapat berkomunikasi dengan para pengajar melalui email, video conference, chatting, dan forum online lainnya. Hasil ujian dan nilai tugas-tugas pun dapat dilihat secara online.
Namun di sisi lain, sistem belajar dengan E-Learning sendiri membutuhkan sarana infrastruktur yang tidaklah murah. Disamping itu juga E-Learning masih terkendala pada mahalnya biaya komunikasi, terutama sambungan Internet di Indonesia. Itulah mengapa E-Learning saat ini masih merupakan konsumsi sekolah-sekolah dan perguruan tinggi papan atas saja. Di Indonesia, jangkauan E-Learning justru lebih banyak dinikmati para siswa dan mahasiswa di kota-kota besar. Padahal justru sebenarnya sistem belajar E-learning mungkin akan lebih bermanfaat jika dimanfaatkan untuk menjangkau anak-anak yang hidup di belantara Papua, ataupun di hutan rimbun Kalimantan. Mungkin kita dapat membayangkan sejenak jika anak-anak di pedalaman ini dapat diajari cara bersekolah dengan E-Learning, sehingga tidak terkendala dengan terbatasnya kedatangan guru bantu maupun jauhnya jarak tempuh ke sekolah terdekat di suatu pedalaman, mungkin kekahawatiran akan kepincangan pemerataan pendidikan dapat dikurangi.
Memang, wacana pengembangan E-Learning sebagai solusi untuk mengatasi masalah pemerataan pendidikan di Indonesia pastilah mempunyai banyak kendala yang harus dipertimbangkan, mulai dari besarnya biaya pengadaan sarana infrastruktur, mahalnya biaya sambungan Internet, pembuatan silabus, penyesuaian kurikulum, dan masih banyak aspek lainnya juga, selain tentunya aspek kultur budaya dan sosiologi yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Namun setidaknya dari sini kita bisa melihat, bahwa dari sekian banyak hasil pengembangan teknologi informasi yang ada saat ini, E-Learning merupakan salah satu bentuk pengembangan teknologi informasi di bidang pendidikan yang sebenarnya dapat memberikan solusi bagi pemecahan permasalahan pendidikan di Indonesia.