BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam pengertian yang sederhana, Pekerjaan Rumah (PR) dapat diaritkan sebagai salah satu bentuk metode mengajar yang berguna untuk mengatasi kelemahan metode-metode lain (seperti ceramah, diskusi, dan lain-lain) dalam hal pemahaman para siswa terhadap materi pelajaran. Metode ini tampaknya sangat efektif guna mendorong para siswa belajar di luar jam sekolah, baik perorangan maupun kelompok, sebab secara terpaksa ataupun tidak, mereka berkewajiban melaksanakannya. Jika tidak, mereka akan mendapat hukuman ataupun nilai yang rendah.
Efektivitas metede ini pernah dibuktikan di Singapura pada tahun 1993 sehingga membuat negara tersebut menjadi nomor satu di dunia untuk bidang matematika dan IPA (Science).
Belakangan ini terdapat banyak gunjingan bahwa mutu pendidikan anak di sekolah menurun. Pemahaman anak terhadap berbagai pelajaran yang diajarkan sangatlah kurang dan tampaknya tidak mencerminkan semangat yang menggebu. Di pihak lain para siswa dijejali banyak aturan dan materi sehingga pelajaran di sekolah bertambah.
Berbagai tuntutan sering tidak seseorang dengan perkembangan kemajuan dan kecerdasan mereka. Hal ini diperparah dengan sikap orang tua yang terlalu antusias terhadap kapasitas dan daya serap anak, sehingga memberi dorongan yang berlebihan. Senada dengan itu, Djauzak Ahmad mengatakan bahwa terjadinya stress pada anak SD karena guru terlalu ingin menonjolkan diri, yakni membebani anak dengna PR dan tugas-tugas lain yang sebetulnya tidak perlu (Kompas, 12 Desember 1997).
Rendahnya nilai para siswa (dalam matematika dan sains) terjadi bukan hanya karena kemampuan masing-masing, melainkan juga karena juga karena adanya tuntutan yang berlebihan dalam pengajarannya.
Berlawanan dengan pandangan di atas, ada pendapat yang menyatakan bahwa matematika dan berhitung lahir sebagai jawaban terhadap pengenalan matematika modern di SD. Matematika modern memang susah dicerna tanpa penguasaan operasi dasar bilangan, seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian (bahkan penarikan akar dan pemangkatan). Namun tujuan pembelajaran matematika tidak hanya sekedar anak mahir dalam hitung-menghitung, melainkan juga sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan daya pikir seorang anak (Kompas, 24 Desember 1997).
Di Singapura misalnya pada tahun 1993, untuk bidang matematika dan sains, keberhasilan siswanya adalah nomor satu di dunia. AS termauk nomor 27 dan 17 untuk bidang studi yang sama. Jika begitu, apayang membuat mereka berhasil ? ternyata jawabannya sangat sederhana. Para siswa di
1.2 Perumusan Masalah
Uraian di atas terlalu luas untuk di amati ulang. Tulisan ini di batasi pada para siswa SDN Kamasan Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang tahun pelajaran 2006/2007. Oleh karena itu, perumusan masalahnya adalah : sampai sejauh manakah PR yang diberikan guru memberikan pengaruh positif dalam rangka meningkatkan kemampuan belajar matematika para siswa di SDN Kamasan?.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kebenaran pengaruh PR dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa pada pelajaran matematika di kelas VI SDN Kamasan.
1.4 Metode Penulisan
Dalam penyusunana makalah ini penulis menggunakan metode studi kepustakaan yaitu dengan menggunakan library research (studi kepustakaan) dan penelitian langsung ke tempat sasaran.
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
2.1 Belajar
Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat tentang belajar sebagai berikut. Menurut Morgan dalam Purwanto (1996), belajar adalah “ perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan dan pengalaman”.
Witherington dalam Purwanto (1996) bahwa belajar adalah “suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian”. Good and Brophy dalam Purwanto (1996) menyatakan pula bahwa “learning is the development of new associations as a result of exeperience”. Surya (1985) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Ahli modern lainnya merumuskan bahwa belajar adalah
“ bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Tingkah laku yang baru itu misalnya dari yang tidak tahu menjadi tahu, timbulnya pengertian baru, timbul dan berkembangnya sifat-sifat sosial, susila dan emosional ( 1993).
Dalam pada itu Hilgard dalam Ahmadi (1993) dan Soejanto (1981) menyatakan bahwa “learning is the process by which an activity originates or is changed through the procedures “whether in the laboratory or in the natural environment) as distinguished from changes by factors not attributable to training.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang ada dalam diri individu/siswa atas dasar pengalaman dan latihan yang berupa perubahan pengertian, keterampilan, kecakapan atau pun sikap.
Atau suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.
Dengan demikian ciri-ciri perbuatan belajar adalah terdapatnya perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut relatif mantap, terjadi akibat interaksi dengan lingkungan melalui pengalaman dan latihan. Perubaan tingkah laku itu berupa perubahan pengertian, pemecahan masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
2.2 Mengajar yang Efektif
Dalam mengajarkan matematika, tidak saja dituntut kemampuan dalam hal menguasai materi yang akan diajarkan, namum harus mampu pula menyajikannya, baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Kemampuan menyampaikan bahan pelajaran merupakan syarat yang amat penting dalam proses belajar-mengajar yang baik.
Metode pengajaran matematika harus disesuaikan dengan tuntutan materi yang tercakup dalam kurikulum, bakat, minat, sikap, kemampuan murid, lingkungan belajar, dan alat-alat peraga atau fasilitas yang dimiliki.
Sesuai dengan karakteristik materi yang akan disajikan beserta pendekatan yang harus dilakukan dalam metode penyajiannya, kegiatan proses belajar-mengajar dapat dilangsungkan di dalam atau di luar kelas.
Diakui bahwa mengajar adalah membimbing anak agar menjalani proses belajar. Untuk mendapatkan proses yang efektif, diperlukan cara mengajar yang efektif pula dengan syarat-syarat sebagai berikut : guru menggunakan banyak metode dalam mengajar (bervariasi); mampu membangkitkan motivasi anak; kurikulum yang baik dan seimbang yang memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat; mempertimbangkan perbedaan individual selalu membuat perencanaan mengajar; memberikan sugesti yang kuat guna mendorong anak belajar menghadapi murid-muridnya dari masalah yang timbul selama mengajar; mampu menciptakan suasana demokratik di dalam kelas; memberikan rangsangan kepada anak untuk belajar; mampu mengintegrasikan berbagai bidang pelajaran; mampu menghubungkan pelajaran di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat; memberikan kebebasan kepada anak untuk menyelidiki, mengamati, belajar, dan memecahkan masalah secara mandiri; serta memberikan pengajaran remedial guna mengatasi kesulitan anak dalam belajar.
Pendapat lain menyatakan bahwa mengajar yang efektif itu memerlukan beberapa hal seperti : penguasaan bahan; cinta kepada apa yang diajarkan; terdapatnya pengalaman pribadi dan pengetahuan yang dimiliki anak; mampu membuat variasi metode; menyadari kekurangan karena itu perlu menambah ilmu dan meningkatkan kepribadiannya; memberikan pengetahuan dan pengalaman yang aktual, berani memberikan pujian serta mampu menimbulkan semangat secara individual (Roestiyah et al. 1979. Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
2.3 Kompetensi Guru
Pada dasarnya kompetensi itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: Kompetensi Personal, yang meliputi kemampuan menguasai intelegensi dan emosi sosial yang meliputi kemampuan menguasai teknik dan praktek komunikasi yang efektif, di samping teman sejawat; Kompetensi profesional, yang meliputi 10 butir kemampuan yaitu kemampuan menguasai landasan pendidikan, menguasai bahan pengajaran, mengelola kelas, mengelola interaksi belajar mengajar, menggunakan media dan sumber belajar, menilai hasil beiajar mengajar atau prestasi siswa, mengenal fungsi dan program memahami prinsip dan hasil penelitian untuk kepentingan pengajaran, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah (Suhaenah, 1995; Pakhrudin, 1985. Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
2.4 Faktor-faktor yang Menunjang Keberhasilan Belajar
Berhasil/tidaknya anak dalam menyelesaikan suatu program pendidikan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor pertama adalah lingkungan masyarakat, keluarga, dan suasana sekolah yang menyenangkan atau membosankan anak didik (Maulana, 1995 Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
Faktor kedua adalah metode mengajar. Dalam suatu PBM dituntut adanya strategi tertentu yang pada hakikatnya adalah merupakan rancangan prosedur dan langkah-langkah yang akan ditempuh guna mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, perancangan dan penggunaannya harus dilandasi dengan pengetahuan, pemahaman dan keterampilan yang memadai.
Suatu domain/ranah dan Taksonomi Bloom yang dikembangkan dalam tujuan pengajaran hanya akan berkembang dengan efisien dan efektif bila dibarengi dengan metode mengajar yang tepat. Hal ini disebabkan karena setiap metode mengajar memiliki karakteristik tersendiri.
Secara umum penggunaan suatu metode akan bergantung pada tujuan pengajaran yang ingin dicapai, faktor siswa dengan segala sifat individualitasnya, faktor guru dengan segala kompetensinya, faktor materi dengan segala sifatnya, faktor dana dan fasilitas yang tersedia, faktor waktu yang tersedia dalam PBM, faktor suasana yang menunjang/menghambat PBM, faktor partisipasi guru dan murid, kebaikan dan kelemahan suatu metode serta faktor filsafat yang menyangkut pandangan hidiip dan dasar bertindaknya seseorang (Karo Karo et al., 1975. Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
Faktor ketiga adalah dedikasi guru. Dedikasi adalah tujuan kegiatan yang dilakukan seorang guru dalam rangka memajukan pembelajaran semata-mata berupa pengabdian, tidak bersifat komersial atau imbal jasa, untuk mencapai tujuan tertentu. (Rustandy, 1996. Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
Dedikasi ini akan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan dan mutu pembelajaran yang efektif dan efisien. Di samping itu, Ia berusaha mengarahkan anak didik untuk meraih pengetahuan, keterampilan, serta sikap.
Faktor keempat adalah kebijakan di bidang pendidikan. Depdiknas menetapkan strategi pengembangan komponen-komponen yang terkait secara terpadu dengan memprioritaskan enam komponen, di antaranya adalah: Pengembangan Kemampuan Profesional Guru yang meliputi metode, pembuatan alat bantu/media pengajaran, pendekatan penguasaan kurikulum dan materi pelajaran dan pendayagunaan laboratorium/alat praktek; pembuatan program semester dan persiapan mengajar - kini program semester dan silabus; kegiatan belajar mengajar; bimbingan dan penyuluhan (BP/BK); tugas guru sebagai wali kelas/guru kelas dan piket; tugas guru pendidikan jasmani dan kesehatan; pembinaan kesenian serta pengelolaan mulok (Depdikbud, 1994.Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
2.5 Metode Pemberian Tugas
2.5.1 Metode Pemberian Tugas Pekerjaan Rumah (PR)
Metode ini merupakan salah satu metode yang ingin menerapkan learning by doing dari John Dewey. Tugas tersebut diberikan kepada individu maupun kelompok. Mereka akan melaksanakannya di dalam maupun di luar kelas dan di luar jam pelajaran. Adapun tugas yang bisa diberikan oleh guru itu banyak macamnya antara lain PR untuk Bidang Studi Matematika (Tim Bakti Guru, 1989. dalam Bukunya Jurnal Pendidkan dan Kebudayaan).
2.5.2 Cara Melaksanakan Metode Pemberian Tugas (PR)
PR ini diberikan kepada para siswa pada akhir pelajaran, pokok bahasan atau sub pokok bahasan, bahkan pertemuan. Tugas yang diberikan hendaknya dipersiapkan dengan baik oleh guru sehingga dapat melahirkan penguasaan atas pengetahuan dan keterampilan tertentu. Guru membuat soal, baik sewaktu mengajar atau pun sebelumnya, Jumlah soal/skop materi yang diberikan mesti mencakup seluruh bahan yang diajarkan pada bahasan waktu itu, bahkan di upayakan ada bahan yang bersifat mengulang pelajaran yang telah lalu. Guru hendaknya memberikan penjelasan yang cukup tentang materi tersebut sehingga tidak timbul kesalahfahaman dalam pelaksanaannya. Guru hendaknya membimbing pekerjaan tersebut, terutama bila para siswa mengalami kesulitan serta memberikan petunjuk penyelesaiannya. Pemeriksaan terhadap PR tadi bisa dilakukan beberapa menit sebelum pelajaran dimulai pada jam bahasan berikutnya atau guru menyediakan waktu ekstra untuk itu. Ketika para siswa tidak mengerjakan tugas, atau tugasnya belum selesai, bisa diberikan hukuman yang bersifat edukatif demi mendorong motivasi mereka (Pakhrudin, 1985. Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
2.5.3 Manfaat Pemberian Tugas (PR)
Metode ini akan mendapat manfaat apabila dilakukan dengan baik seperti contoh berikut. Tugas tersebut merupakan pengulangan dan pemantapan pengertian murid pada pelajaran yang diberikan. Dengan dasar learning by doing, diharapkan kesan pada diri anak akan lebih mendalam dan mudah diingat (adanya penambahan frekuensi belajar). Sikap dan pengalaman atas suatu masalah dan murid akan dapat dibina lebih kuat (bimbingan dari guru) dengan adanya penambahan belajar kelompok (bersama teman), adanya kesempatan untuk bertanya setelah menghadapi soal/perintah yang tak terpecahkan, dan pemberian tugas (PR). Dengan demikian keterbatasan waktu di kelas untuk memecahkan suatu masalah atau pemahaman suatu materi akan terpecahkan (adanya penambahan waktu belajar siswa). Siswa didorong untuk mencari sendiri bahan/sumber pengetahuan yang berkaitan dengan apa yang mereka pelajari.
Mereka akan mengerjakan PR karena adanya rasa takut/malu mendapatkan hukuman atau dengan kesadarannya sendiri (Pakhrudin, 1985,Dalam Bukunya Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan).
2.5.4 Kelemahan Pemberian Tugas PR
Kelemahan yang dapat diamati dari pemberian tugas PR dapat di gambarkan sebagai berikut. (1) Seringkali siswa tidak mengerjakan PR dengan kemampuan sendiri, melainkan meniru/menyontek atau pun ikut-ikutan dengan alasan kerjasama; (2) Guru kurang konsekuen memeriksa dan menghargai pekerjaan murid; (3) Bila pekerjaan tenlalu sulit, hal ini akan menimbulkan kekurangtenangan mental siswa, takut, khawatir dan sebagainya; (4) Sukar untuk memberikan tugas secara individual sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan siswa sendiri; (5) Para siswa mengerjakan PR tidak mengikuti cara yang telah diajarkan oleh guru/buku; dan (6) Para siswa lambat memahami keterangan dari guru.
2.5.5 Upaya Mengefektifkan Pemberian Tugas PR
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengefektifkan pemberian tugas PR dapat diuraikan sebagai berikut: (1) Tugas yang diberikan mempunyai pertalian erat dengan bahan yang telah dijelaskan di kelas; (2) Usahakan tugas yang diberikan disadari benar manfaatnya oleh siswa guna menimbulkan minat yang lebih besar; (3) Waktu yang diberikan untuk melaksanakan tugas tidak terlalu lama atau pendek agar tidak menimbulkan kejemuan ataupun kecemasan; (4) Upayakan agar siswa tahu tentang alat dan cara menilai hasil pekerjaan tersebut sehingga akan mengurangi banyaknya kesalahan dan rendahnya nilai; dan (5) Guru tidak sungkan memberikan hadiah kepada mereka yang berhasil serta hukuman kepada mereka yang tidak mengerjakannya dengan konsekuen