Makalah PAI Tentang Iman Kepada Qada Dan Qadar



KATA PENGANTAR




Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat illahi rabbi yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Qada dan Qadar”.
Salawat serta salam marilah kita limpahkan kepada baginda kita yakni Nabi Besar Muhammad Saw beserta keluarga dan kerabatnya.
Dengan kehadiran makalah ini mudah-mudahan dapat membantu dalam proses belajar mengajar dalam bermakna bagi kita semuanya Amin.
Akhirnya kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah serta kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pembuatan makalah yang akan datang.


Bayah,  Maret 2008


Penyusun



PENDAHULUAN




Tujuan pembuatan makalah ini semata-mata hanya untuk memenuhi tugas pada mata pelajaran pendidikan agama islam, serta untuk memperluas pengetahuan kita tentang qada dan qodar di mana kita dapat memahami apa yang disebut qada dan qodar serta fungsinya. dan berusaha mengimani dengan cara melaksanakan ibdah, seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan, shalat sunah dan sebagainya.
Qada dan qodar merupakan ketentuan atau ketetapan dari Allah SWT sehingga kita tidak dapat mengubah ketentuan tersebut.







IMAN KEPADA QADA DAN QADAR




A.           Hubungan Qada dan Qadar

Dalam Al-Quran kata qada berarti hukum atau keputusan (Q.S. An-Nisa : 65), perintah (Q.S. Al-Isra : 23), kehendak ( Q.S. Ali Imran : 47), dan mewujudkan atau menjadikan (Q.S. Fusillat : 12). Sedangkan kata qadar berarti kekuasaan atau kemampuan (Q.S. Al-Baqoroh : 236), ketentuan atau kepastian (Q.s. Al Mursalat : 23), Ukuran (Q.S. Ar Ra’d :17), dengan mengatur serta menentukan suatu menurut batas-batasnya (Q.S. Fussilat : 10).
Ulama Asy’ariah, yang di pelopori oleh Abu Hasan Al Asy’Ari (wafat di basrah Tahun 330 H), berpendapat bahwa qada ialah kehendak Allah SWT mengenai segala hal dan keadaan, kebaikan dan keburukan, yang sesuai dengan apa yang akan di ciptakan dan tidak akan berubah-ubah sampai terwujudnya kehendak tersebut. Sedangkan qadar adalah perwujudan kehendak Allah SWT terhadap semua mahkluknya dalam bentu-bentuk dan batasan-batasan tertentu, baik mengenai zat-zatnya ataupun sipat-sipatnya.
Menurut ulama Asy’ariah ini, jelaslah bahwa hubungan qada dengan qadar merupakan satu kesatuan, karena qada merupakan kehendak Allah SWT, sedangkan qadar merupakan perwujudan dari kehendak itu. Qada bersifat Qadim (lebih dulu ada) sedangkan qadar bersipat hadis (baru).
Selain itu, ada pula ulama yang berpendapat bahwa hubungan antara qada dan qadar merupakan dwi tunggal, karena dapat di katakan bahwa pengertian qada sama dengan pengertian qadar.
Rasulullah SAW ketika di tanya oleh malaikat Jibril tentang dasar-dasar iman, beliau hanya menyebutkan (iman kepada qadar”, tanpa menyebutkan iman kepada qada dan qadar. Rasulullah SAW bersabda :
االإ يمان أ ن تو من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتومن با لقد ر خيره وسره (رواه مسلم)
Artinya : “Iman itu ialah engkau percaya kepada Allah, para malaikatnya, kitab-kitabnya, para Rasulnya, hari akhirat, dan engkau percaya kepada qadar yang baiknya ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim)


Iman kepada qada dan qadar dalam ungkapan sehari-hari lebih popular dengan sebutan iman kepada takdir. Iman kepada takdir berarti percaya bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini, seperti adanya siang dan malam, adanya tanah yang subur dan yang tandus, hidup dan mati, rezeki dan jodoh seseorang merupakan kehendak dan ketentuan Allah SWT.
Hukum beriman kepada takdir adalah fardu’ain. Seseorang yang mengaku islam, tetapi tidak beriman pada takdir dapat di anggap murtad. Ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang iman kepada takdir cukup banyak, antara lain :
... إذا قضي أمرا فإ نما يقول له كن فيكون.
Artinya : “Apabila Allah hendak menetapkan sesuatu, maka Allah hanya cukup berkata kepadanya : “jadilah”, lalu jadilah dia”. (Q.S. Ali Imran, 3 : 47)
... وقدرفيها أقواتها ...
Artinya : “dan dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya”. (Q.S. Fussilat, 41 : 10)
... وكان أمر الله قدرا مقدورا.
Artinya : “Dan ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” (Q.S. Al Ahzab, 33 : 38)


Apakah manusia itu musayyar (di paksakan oleh kekuatan Allah) atau mukhayyar (di beri kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri)? Tidak benar kalau di iasana manusia itu mutlak musayyar, tetapi juga keliru jika di katakana manusia itu mutlak mukhayyar.
Hal –hal yang musayyar misalnya, setiap manusia yang hidup di bumi tubuhnya tidak ias terbebas dari gaya tarik bumi, beberapa organ tubuh manusia seperti paru-paru, jantung, alat pernapasan, dan peredaran darah bekerja secara otomatis diluar kesadaran atau perasaan, bahkan ketika manusia tidur sekalipun.
Adapun hal yang mukhayyar mislanya, manusia mempunyai kebebasn untuk memilih dan berbuat sesuai dengan kodratnya sebagai mahluk. Allah SWT melalui Rasulnya telah memberikan petunjuk tentang jalan yang lurus, yang harus di tempuh manusia, kalau ia ingin masuk surga, dan jalan yang sesat yang harus di jauhi manusia jika ia tidak ingin masuk neraka. Allah SWT berfirman :
وهد ينه النجد ين
Artinya : “Dan kami telah menunjukan kepada dua jalan (jalan kebajikan dan jalan kejahatan)”. (Q.S. Al-Balad, 90 : 10)


Bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihan dalam berbuat. Hal itu tersirat dalam pristiwa berikut yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan Khalifah Umar bin Khatab RA.








B.           Ikhtiar dan Tawakal

1.            Ikhtiar
Melakukan berbagai macam usaha (ikhtiar) yang halal dengan maksud untuk mengubah nasib atau terhindar dari suatu bencana, merupakan printah Allah dan Rasulnya. Allah SWT berfirman yang artinya, “dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu”. (Q.S. At-taubat, 9 : 105). Rasulullah bersabda, “berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akheratmu seolah-olah kamu akan mati besok”. (H.R Ibnu Asakir).
Apakah setiap usaha (iktiar) manusia pasti berhasil? Tidak setiap usaha manusia berhasil. Kadang-kadang usaha tersebut mengalami kegagalan. Kegagalan dalam suatu usaha itu antara lain di sebabkan karena keterbatasan – keterbatasan dan kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam diri manusia sendiri. Setiap muslim atau muslimat apabila gagal dalam suatu usaha hendaknya bersabar. Orang yang bersabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah, apabila berputus asa (lihat Q.S. Yusuf, 12 : 87). Malah ia akan meningkatkan kegiatan usahanya, agar pada usaha selanjutnya tidak mengalami kegagalan.
Diantara cara-cara yang harus di tempuh agar suatu usaha berhasil adalah sebagai berikut :
a.            Menguasai bidang usaha yang di laksanakannya
b.            Berusaha dengan sungguh-sungguh
c.            Melandasi usahanya dengan niat ikhlas karena Allah
d.           Berdoa kepada Allah agar memperoleh pertolongannya.


Allah SWT berfirman sebagai berikut :
... إ ن الله لايغير ما بقوم حتى يغير وا مابا نفسهمقلى...
Artinya : …“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum (kecuali) bila mereka sendiri mengubah keadaan…”. (Q.S. Ar-Ra’d, 13 : 11)



Dalam surah yang lain, Allah SWT berfirman yang artinya, “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah di usahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelas akan di perlihatkan (kepadanya). Kemudian dia akan di beri balsan yang paling sempurna, dan bawa sanya kepada tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu)”. (Q.S. An-Najam, 53 : 39-42).


2.            Tawakal
Islam melarang setiap pemeluknya untuk menganut fatalisme, yaitu paham atau ajaran yang mengharuskan berserah diri pada nasib dan tidak perlu berikhtiar, karena hidup manusia di kuasai dan di tentukan oleh nasib. Fatalisme adalah paham yang keliru, menyimpang dari ajaran tentang iman pada takdir, penghambat kemajuan dan penyebab kemunduran umat. Setiap muslim (muslimat) yang betul-betul beriman kepada takdir, selain wajib untuk berikhtiar, juga wajib bertawaqal kepada Allah SWT. Dalam hal ini Allah SWT berfirman sebagai berikut :
... فإذا عزمت فتو كل على اللهجإن الله يحب المتو كلين.
Artinya : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawaqal”. (Q.S. Ali Imran, 3 : 159)


Selain itu, Allah SWT juga berfirman :
قل لن يصيبنا إلاّ ما كتب الله لناج هو مولانا وعلى الله فليتو كل المؤ منون.
Artinya : “Katakanlah, sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah di tetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal”. (Q.S. At-Taubah, 9 : 51).


Seorang muslim (muslimat) yang betul-betul bertawakal pada Allah, tentu akan berusaha agar senantiasa bersikap dan berprilaku sesuai dengan kehendak Allah SWT yaitu melaksanakan semua perintahnya dan meninggalkan semua apa yang di larangnya. Muslim/muslimat yang selama hidupnya betul-betul bertawakal kepada Allah SWT, tentu akan memperoleh banyak hikmah antara lain sebagai berikut :
q              Di cintai oleh Allah SWT (lihat Q.S. Ali Imran, 3 : 159)
q              Di anigerahi rezeki yang cukup, Allah SWT berfirman :
... ومن يتو كل على الله فهو حسبهج ...
Artinya : “Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, maka Allah akan mencukupkan (keperluannya)….” (Q.S. At-Talaq, 65 : 3)
q              Di anugerahi ketentraman hidup, tidak akan gelisah dan berkeluh kesah, apalagi putus asa. Hal ini di sebabkan karena orang yang bertawakal pada Allah akan bersyukur bila berada dalam situasi yang menyenangkan. (lihat Q.S. Al-Hadid, 57 : 22-23)
q              Di senangi oleh orang banyak, karena budi pekertinya yang terpuji dan hidupnya yang bermanfaat.


C.           Fungsi Iman Kepada Qada dan Qadar

Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah atau manfaat), yaitu antara lain :
q              Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkannya secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akherat.
q              Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi. (lihat dan pelajari Q.S. Almujadalah, 58 : 11)
q              Meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam. (lihat dan pelajari Q.S. Ali Imran, 3 : 131 – 133).
q              Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang bertakwa ) tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup. Mengapa demikian? Coba kamu renungkan jawabannya! (lihat dan pelajari Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24)
q              Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).

Blog Archive